Dalam waktu yang sangat singkat, AI generatif telah merebak di dunia pendidikan tinggi. Hal ini menarik peneliti Departemen Komunikasi dan Pembelajaran Sains di Chalmers University of Technology mengeksplorasi bagaimana perkembangan ini selanjutnya, melalui analisis berbasis skenario.
Studi yang mereka lakukan bertajuk "Navigating generative AI in higher education-six near future scenarios" yang diterbitkan dalam jurnal Learning, Media, and Technology. Mereka mengeksplorasi bagaimana AI generatif dapat memengaruhi pengajaran universitas selama dua tahun ke depan, dengan menggunakan enam skenario berdasarkan prediksi para pendidik sendiri.
Studi tersebut menggunakan metode yang disebut informed educational fiction (fiksi pendidikan yang terinformasi). Mereka menggunakan storytelling untuk memahami isu-isu kompleks di masa depan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para peneliti melakukan wawancara individu dan kelompok dengan mahasiswa, kemudian mengundang dosen universitas, peneliti pascadoktoral, dan pengembang pendidikan ke lokakarya di mana mereka menggunakan wawasan ini untuk menciptakan kemungkinan skenario masa depan.
Narasi-narasi dalam penelitian ini menggambarkan bagaimana AI dapat memengaruhi segala hal, mulai dari pembelajaran mahasiswa hingga situasi kerja guru dan dukungan institusional yang dibutuhkan untuk menangani AI generatif.
"Kami mendengar cerita tentang peluang dan risiko dalam bagaimana pengajaran, peran guru, dan seluruh lingkungan kampus dapat berubah dalam beberapa tahun ke depan," kata peneliti pascadoktoral yang ikut menulis studi ini, Tiina Leino Lindell.
Tanpa Koordinasi, AI Bikin Bingung hingga 'Lumpuh'
Para peneliti menekankan skenario-skenario tersebut bukanlah prakiraan, melainkan alat untuk membantu universitas dan para pengambil keputusan merefleksikan masa depan seperti apa yang ingin mereka tuju serta apa yang mungkin ingin mereka hindari.
Studi ini menunjukkan AI dalam pendidikan tinggi bukan hanya tentang teknologi baru, tetapi juga tentang pertanyaan-pertanyaan yang lebih mendalam tentang tujuan, peran, dan tanggung jawab.
"Temuan kami menunjukkan jika universitas mengelola transisi ini dengan baik, AI dapat menjadi pendorong pembaruan. Namun tanpa koordinasi dan dukungan, pengembangannya berisiko menimbulkan kebingungan, konflik-dan kelumpuhan," kata StΓΆhr.
Dikutip dari Phys.org, seperti ini skenario-skenario yang digunakan peneliti untuk mendapatkan refleksi dari para sivitas akademika:
1. Tujuan pembelajaran yang saling bertentangan: Mengeksplorasi bagaimana siswa menggunakan AI, konflik yang mungkin muncul, dan bagaimana hal tersebut dapat dikelola.
2. Pengarahan diri berlebihan yang dilakukan siswa: Mempertimbangkan meningkatnya kemandirian siswa dalam menggunakan AI, tetapi seberapa besar kebebasan yang sebenarnya bermanfaat?
3. Perkembangan GenAI yang tak terprediksi: Mempertanyakan bagaimana pendidikan dapat direncanakan ketika teknologi maju pesat dan arahnya tidak pasti.
4. Peraturan yang kontradiktif dan kontraproduktif: Membahas bagaimana perbedaan sikap terhadap AI di antara siswa, guru, dan institusi dapat menciptakan aturan yang tidak konsisten atau bertentangan.
5. Mengubah peran dan interaksi pendidik dengan siswa: Mengeksplorasi bagaimana AI dapat mengurangi interaksi guru-siswa dan bagaimana bentuk-bentuk kolaborasi baru dapat muncul tanpa menambah beban kerja.
6. Menempa kampus yang siap AI: Berfokus pada dukungan institusional yang diperlukan untuk mencegah kegagalan manajemen AI di tingkat individu.
Studi ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama mencakup wawancara individu dan kelompok dengan mahasiswa teknik dari 13 program berbeda.
Wawancara fokus pada apakah, bagaimana, dan mengapa mereka menggunakan AI generatif serta pemikiran mereka tentang manfaat, kekurangan, dan kemungkinan perlunya pedoman. Respons mereka dikelompokkan ke dalam lima tema.
Pada tahap kedua, dosen universitas, peneliti pascadoktoral, dan pengembang pendidikan menggunakan tema-tema ini dalam sebuah lokakarya untuk mengeksplorasi berbagai kemungkinan masa depan, alih-alih memprediksi satu hasil saja.
Metode perencanaan skenario ini merupakan cara yang efektif untuk mengidentifikasi tantangan dan membayangkan arah masa depan. Jangka waktu dua tahun dipilih agar realistis dan berwawasan ke depan.
(nah/faz)











































