Peta digital seperti GMaps, Waze, dan lain-lain kerap membantu orang untuk sampai di tempat tujuan. Namun, ada kalanya sistem aplikasi ini membawa pengguna ke rumah teman, lokasi kantor, atau atau gerbang stasiun yang salah.
Masalah fitur navigasi yang tidak akurat ini bisa bikin orang telat sampai di sekolah. Pencari kerja juga bisa terlambat tiba di lokasi rekrutmen, memberi kesan buruk pada masa seleksi dan membuat buyar konsentrasi saat hendak tes.
Di kota-kota maju global, risiko ini bisa berkembang lebih buruk. Kendaraan tanpa awak (autonomous vehicle) butuh sistem pemosisian global atau global positioning system (GPS) setiap waktu. Tanpa GPS yang akurat, mobil nirawak bisa mengalami tabrakan dan mengancam nyawa orang di sekitar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kenapa GPS Suka Ngaco?
Mahasiswa doktoral Norwegian University of Science and Technology (NTNU), Ardheshr Mohamadi, menjelaskan alasan mengapa titik lokasi kita saat ini sering ngawur di GPS. Terkadang, saat kita sedang tidak bergerak pun, titik lokasi di GPS bisa berpindah.
Mohamadi mengatakan, masalah akurasi GPS tersebut terjadi karena lokasi kita terhalang oleh gedung-gedung tinggi atau bangunan-bangunan rumah bertingkat. Ia mengibaratkan bangunan tinggi sebagai ngarai, dan titik kita di pinggir jalan atau di dalam ruangan sebagai dasar jurang.
Masalah pada Cara Kerja GPS
Untuk dapat mendeteksi lokasi kita, GPS memanfaatkan banyak satelit kecil yang mengorbit Bumi. Satelit-satelit tersebut mengirimkan sinyal menggunakan gelombang radio yang diterima oleh penerima GPS (GPS receiver).
Ketika GPS receriver menerima sinyal-sinyal ini dari setidaknya empat satelit, posisi kita bisa terdeteksi. Masalahnya, sinyal satelit yang terpantul bolak-balik di antara gedung-gedung jadi butuh wkatu lebih lama untuk mencapai receiver. Inlah yang membuat perhitungan jarak ke satelit jadi salah dan posisinya jadi tidak akurat.
"Di perkotaan, kaca dan beton membuat sinyal satelit memantul bolak-balik. Gedung-gedung tinggi menghalangi pandangan, dan apa yang berfungsi sempurna di jalan tol terbuka tidak begitu berfungsi dengan baik ketika Anda memasuki kawasan pemukiman," kata Mohamadi, melansir Norwegian SciTech News, NTNU, Senin (27/10/2025).
"Perkotaan adalah wilayah yang sangat sulit untuk menggunakan navigasi satelit," imbuhnya.
GPS yang Akurat sampai 10 Cm
Merespons masalah ini, Mohamadi dan rekan-rekan mengembangkan SmartNav. Teknologi pemosisian ini didesain khusus untuk menghadapi 'urban canyon' di kota-kota besar, dengan akurasi sampai 10 cm.
Ia menjelaskan, sinyal yang benar pada dasarnya kini juga tidak cukup presisi. Untuk itu, tim peneliti menggabungkan beberapa teknologi berbeda untuk mengoreksi sinyal, termasuk PPP-RTK (Precise Point Positioning - Real-Time Kinematic).
PPP-RTK mmenggabungkan koreksi presisi dengan sinyal satelit. Teknologi ini didukung sistem GPS Galileo dari Badan Antariksa Eropa (ESA), yang menyiarkan koreksi posisiny secara gratis.
Peneliti juga memanfaatkan teknologi model 3D bangunan dari Google yang pada hampir 4.000 kota. Model ini bisa digunakan untuk memprediksi bagaimana sinyal satelit akan terpantul-pantul di antara bangunan.
"Mereka mengombinasikan data dari sensor, wifi, jaringan telepon seluler, dan model 3D bangunan untuk menghasilkan estimasi posisi yang mulus, yang tahan dari risiko error karena sinyal memantul," ujar Mohamadi.
Dari gabungan teknologi tersebut, ia dan rekan-rekan menghasilkan program komputer SmartNav yang bisa diintegrasikan ke dalam sistem navigasi kendaraan otonom. Hasil akurasi 10 cm diperoleh dari uji pemakaian di Kota Trondheim, Norwegia.
Hasil studi Mohamadi dan rekan-rekan telah dipublikasi di Journal of Spatial Science dengan judul Phase-Only positioning in urban environments: assessing its potential for mass-market GNSS receivers, 25 Juli 2025.
(twu/faz)











































