Serial animasi KPop, Demon Hunters menarik perhatian dunia. Terutama tentang trio bersuara emas dengan persenjataan pedang yang jadi pemeran utama di film tersebut, yakni Rumi, Mira, dan Zoey.
Dalam film tersebut, ketiganya tergabung dalam sebuah grup yang dikenal sebagai Huntr/x. Mereka adalah trio penyanyi wanita yang telah hidup sepanjang sejarah Korea.
Selama berabad-abad, kekuatan suara mereka telah berhasil mengusir iblis. Namun, ketika ingin menyegel iblis kuat, Honmoon emas sebuah penghalang muncul.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penghalang itu adalah sebuah boy band baru yang disebut dengan "Saja Boy". Kedua kelompok itu akhirnya harus bertarung untuk memenangkan jiwa penggemar mereka.
Tapi tahukah detikers bila film ini terinspirasi dari cerita rakyat nyata dan perdukunan di Korea Selatan? Hal ini dibeberkan oleh profesor antropologi dan sosiologi agama dari Fakultas Teologi Universitas Chicago (UChicago) Angie Heo.
"Film ini merupakan sebuah peningkatan tradisi shamanisme (praktik spiritual yang dilakukan oleh dukun) ke panggung K-pop global untuk penonton massal yang memiliki hubungan parasosial dengan para idola ini. Shamanisme juga sebuah pertunjukan, ada tarian dan diiringi musik," beber Heo dikutip dari laman resmi UChicago.
Praktik Perdukunan di Korea Selatan
Sutradara film Demon Hunters, Maggie Kang mengakui bila film ini terinspirasi dari praktik perdukunan di Korea Selatan. Dukun di Korea biasanya perempuan miskin yang tinggal di pedesaan yang kerap dihubungi jika ada masalah dengan dunia roh.
Misalnya, jika seseorang disebut tengah dirasuki oleh sosok lainnya. Untuk mengusir roh tersebut, para dukun akan bernyanyi berjam-jam sambil membunyikan lonceng dan melantunkan mantra untuk mengeluarkan mereka.
Namun, pada hakikatnya dukun bukanlah pemburu setan. Dalam dunia perdukunan, roh-roh orang yang sudah meninggal biasanya gelisah.
Beberapa roh memang bisa menjadi jahat, tetapi terkadang mereka hanyalah orang-orang yang terlantar. Terlantar dalam hal ini mereka meninggal karena kecelakaan atau hal-hal buruk lain sehingga tidak dikuburkan dengan layak.
"Para dukun berempati dengan kegelisahan jiwa, lalu menemukan cara untuk menenangkan jiwa tersebut," ungkap Heo.
Tidak hanya praktik perdukunan, berbagai simbolis budaya juga ditampilkan di film Demon Hunters. Hal ini terlihat pada para Saja Boys.
Mereka mengenakan gat (topi) hitam tradisional dan jubah hitam. Kostum ini disebut sebagai seragam untuk kaum elit bangsawan dan utusan dinasti kerajaan.
Saja Boy menurut Heo merupakan plesetan dari figur malaikat maut Korea, Jeoseung saja. Saja diartikan sebagai singa atau utusan.
"Jadi ada dinamika gender antara yang elit dan populer yang dimainkan antara tim-tim yang berkompetisi," katanya lagi.
Lalu bagaimana keadaan praktik perdukunan di Korea saat ini?
Heo menjelaskan ada berbagai agama yang dianut masyarakat Korea. Agama yang dimaksud seperti Kristen Protestan, Katolik, dan Buddha.
Kini, ketiga agama itu dinilai memiliki kekuatan institusional yang lebih besar dibanding perdukunan. Perdukunan justru sering dianggap sebagai takhayul yang tidak rasional.
Praktik perdukunan telah menjadi simbol budaya sebelum misionaris Kristen atau kekaisaran Amerika tiba di semenajung Korea. Saat ini, budaya tersebut dipopulerkan ke kancah global melalui K-pop.
"Wajar saja jika budaya ini menjadi simbol identitas budaya dan tradisional dalam film tersebut dan K-pop adalah kendaraan untuk mendunia," tegas Heo.
Dibumbui Cerita Rakyat-Mitologi Korea
Selain praktik perdukunan, film Demon Hunters dibumbui cerita rakyat dan mitologi Korea. Hal ini terlihat di karakter harimau dan burung murai.
Harimau dikenal sebagai penangkal roh jahat, sedangkan burung murai dimakan dengan burung pembawa kabar baik. Kedua hewan ini juga terlihat pada beberapa lukisan dari Dinasti Chosun yang digambarkan berpasangan.
"Terkadang digunakan sebagai parodi politik. Harimau melambangkan bangsawan yang kikuk, kaum elit aristokrat, sementara burung murai melambangkan rakyat jelata," ungkap Heo.
Ketika ditanya bagaimana iblis dalam film tersebut dipetakan ke dalam penggambaran iblis pada praktik perdukunan atau cerita rakyat, Heo membedah ketiganya.
Beberapa iblis yang tampil dalam film tersebut termasuk dalam roh dan makhluk supernatural. Status kedua makhluk ini berbeda dari manusia yang jiwanya telah diekstraksi.
Menurut Heo, roh dan makhluk supernatural tidak selalu jahat, begitu pula malaikat maut. Iblis utama dalam film tersebut dikenal dengan Gwi-Ma, ia adalah karakter rekayasa belaka.
"Makhluk jahat murni, tidak ada hal seperti itu dalam perdukunan," sambungnya.
Cara Membuat Budaya K-Pop Mendunia
Sudah ada beberapa film dan idol K-pop yang memperlihatkan budaya Korea Selatan ke kancah dunia, termasuk film Demon Hunters. Kini, anak-anak di seluruh dunia bahkan yang Heo temukan di sekitarnya Chicago mampu menyanyikan lagu-lagu dengan lirik Korea.
Demon Hunters menurutnya sebuah fenomena diaspora sekaligus hit global Korea. Sutradara film ini, Maggie Kang adalah orang Korea-Kanada. Pemeran, penyanyi, aktor, dan pengisi suara merupakan orang Korea-Amerika.
"Anda melihat Korea di sepanjang film, hampir seperti tur warisan budaya. Keseluruhan film ini merupakan perayaan kehadiran Korea ke dunia global dari diaspora mereka," ucapnya.
Film ini berkisah tentang selebritas, fandom, dan bagaimana menjaga jiwa agar tidak tergoda dengan hal buruk. Dikaitkan dengan praktik perdukunan dan cerita rakyat, Demon Hunters didasarkan pada keadaan nyata di tengah realitas virtual.
Ketika detikers sangat mencintai seorang karakter atau idola yang belum begitu dikenali secara langsung, Heo mempertanyakan apakah itu artinya memiliki koneksi antarmanusia yang nyata? Pada akhirnya, hal ini menurutnya adalah tantangan moral global yang bisa dialami semua orang.
(det/faz)











































