Apa Itu Feodalisme? Ini Sejarah, Ciri-ciri, dan Contohnya

ADVERTISEMENT

Apa Itu Feodalisme? Ini Sejarah, Ciri-ciri, dan Contohnya

Siti Nur Salsabilah Silambona - detikEdu
Kamis, 23 Okt 2025 06:30 WIB
Ilustrasi perbudakan di dunia.
Foto: John Raphael Smith/Courtesy of the Rijksmuseum, Amsterdam/Ilustrasi budaya feodalisme
Jakarta -

Belakangan ini istilah feodalisme banyak dibahas di media sosial. Banyak yang mengaitkan feodalisme dengan kebudayaan di lingkungan tertentu di Indonesia. Namun, apa arti feodalisme sebenarnya?

Mengutip Britannica, istilah "feudalism" atau "feudal system" adalah konstruksi historiografis untuk menggambarkan kondisi sosial-politik dan ekonomi di Eropa Barat pada abad pertengahan. Bisa dikatakan, istilah ini muncul sebagai gambaran di Eropa pada masa dulu.

Feodalisme melibatkan hubungan antara lord dan vassal. Makanya, lord memberi hak atas tanah (fief) kepada vassal, sedangkan vassal berkewajiban memberikan layanan (militer, nasihat, atau dukungan finansial) sebagai imbalannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Istilah ini muncul jauh setelah masa abad pertengahan, untuk "menyederhanakan" kompleksitas institusi politik dan sosial masa itu.

Asal-Usul dan Perkembangan Feodalisme

Istilah "feudalism" maupun "feudality" berkembang pada abad ke-17 hingga ke-18 sebagai cara memahami masyarakat abad pertengahan. Feodalisme sering dikaitkan dengan periode pasca runtuhnya Kekaisaran Romawi hingga pembentukan struktur kerajaan yang lebih terpusat (sekitar abad ke-5 hingga ke-12).

ADVERTISEMENT

Para sejarawan menyadari bahwa penggunaan istilah ini bisa menyederhanakan atau bahkan keliru jika diterapkan secara sembarangan. Hal ini karena tiap wilayah punya variasi institusi lokal yang berbeda.

Secara tidak langsung, istilah ini berarti tidak bisa diterapkan untuk menggambarkan sebuah situasi secara umum di berbagai negara. Sebab, setiap negara memiliki budaya dan lokalitas nilainya masing-masing.

Ciri-ciri Sistem Feodalisme

1. Hubungan lord-vassal

Vassal bersumpah loyalitas kepada lord, bertanggung jawab atas layanan tertentu (militer, nasihat).

2. Pemakaian feif

Tanah atau hak atas tanah sebagai hadiah yang diberikan lord kepada vassal sebagai imbalan layanan.

3. Desentralisasi kekuasaan

Banyak wewenang administratif dan yudikatif dilakukan oleh penguasa lokal (lord) dibanding otoritas pusat.

4. Pengaruh turun-temurun/warisan

Hak atas tanah bisa diwariskan, tetapi tetap disertai kewajiban kepada lord.

5. Ketergantungan sosial ekonomi

Petani (serf atau dependent peasants) sangat bergantung kepada lord; hubungan sosial yang hierarkis.

Mengutip laman Mahkamah Agung, "budaya feodalisme" disebut sebagai pola mentalitas dan mekanisme kekuasaan yang bisa muncul kembali dalam relasi institusional modern. Budaya feodal ditandai dengan:

- Patronase dan nepotisme
Pejabat dipilih karena relasi personal, bukan kompetensi.

- Kekuasaan terpusat dan minim akuntabilitas
Keputusan dibuat oleh elit tanpa kontrol efektif.

- Mentalitas hierarkis
Penghormatan tinggi terhadap status, kedudukan atas individu biasa.

- Tradisi hadiah/upeti
Bentuk suap atau gratifikasi dalam praktik administrasi.

- Kepentingan pribadi di atas public
Prioritas untuk elite dan kroni, bukan kepentingan umum.

Dampak Budaya Feodal di Sistem Peradilan

- Intervensi kekuasaan terhadap hakim atau proses peradilan demi kepentingan elit.
- Ketidaksetaraan di depan hukum, mereka yang punya koneksi mendapat perlakuan istimewa.
- Penunjukkan aparat berdasarkan patronase/nepotisme alih-alih kompetensi.
- Korupsi dan suap sebagai bagian dari norma relasi kekuasaan.
- Turunnya kepercayaan publik terhadap sistem hukum ketika dianggap sebagai alat kekuasaan elit.
- Sulitnya menegakkan hukum terhadap elite karena kekuasaan dan pengaruh mereka.

Contoh Feodalisme di Indonesia

1. Sistem kepemilikan tanah pada zaman kerajaan

Pada masa kerajaan Nusantara, raja memiliki kekuasaan mutlak atas tanah dan pertanian. Rakyat, terutama para petani, tidak diperbolehkan memiliki tanah sendiri.

Para petani dan rakyat hanya diizinkan menggarap lahan milik raja atau bangsawan. Setiap panen, separuh hasilnya harus diserahkan kepada raja sebagai bentuk upeti.

2. Sistem kekuasaan yang menciptakan kesenjangan

Para bangsawan dan penguasa lokal sering menggunakan kekuasaan mereka untuk memperkaya diri, sementara rakyat terus tertindas. Dalam sistem sosial yang kaku ini, rakyat wajib tunduk dan menghormati atasan menciptakan kesenjangan sosial yang dalam antara kelas atas dan bawah.




(faz/faz)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads