Tiga lembaga Amerika Serikat (AS) di bidang advokasi konsumen, kebijakan digital, dan keamanan siber global merilis Laporan Kesiapan Siber Konsumen atau Consumer Cyber Readiness Report 2025. Ketiganya adalah Consumer Reports, Aspen Digital, dan Global Cyber Alliance, apa isi laporannya?
Secara singkat, laporan ini menyoroti tren peningkatan ancaman siber yang ditujukan kepada konsumen di Amerika Serikat. Salah satu topik yang disoroti adalah meningkatnya penipuan berbasis pesan teks dan aplikasi secara tajam, terutama di kalangan generasi Z atau Gen Z.
Ketiga lembaga tersebut juga bekerja sama dengan National Opinion Research Center (NORC) The University of Chicago (UChicago) untuk proses pengolahan data. NORC UChicago menyelenggarakan survei dari 10-21 April 2025 melalui Panel AmeriSpeak kepada sampel nasional yang terdiri dari 2.158 orang dewasa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Consumer Reports, Aspen Digital, dan Global Cyber Alliance juga melakukan survei multimode pada 8-19 Mei 2025 kepada 2.333 orang dewasa AS. Survei ini kemudian dikelola oleh NORC UChicago.
Kedua survei ini mencakup pertanyaan yang sedang tren soal konsumen dan ancaman siber. Tidak sekali, survei dilakukan secara berulang sejak Juni 2022-Mei 2024.
Berbagai informasi yang diminta pada narasumber berkaitan dengan jenis kelamin, usia, pendapatan rumah tangga, pendidikan, wilayah, ras, urbanitas, dan kecenderungan politik. Dikutip dari laporan terkait begini penjelasannya terkait Gen Z.
Gen Z Paling Sering Jadi Korban Penipuan Lewat Pesan Singkat
Survei ini menemukan tiga dari 4 upaya penipuan (74%) yang dialami warga AS dilakukan melalui email, media sosial, pesan teks, atau melalui aplikasi perpesanan. Berbeda dengan survei 2024, penipuan dengan platform pesan teks atau aplikasi perpesanan lebih sering dilaporkan.
Setidaknya tiga dari 10 orang menyatakan pernah mengalami serangan siber atau penipuan digital melalui pesan teks, bila dipersentasekan jumlah ini mencakup 30%. Jumlah ini meningkat tajam, mengingat tahun lalu hanya 20% yang mengatakan hal serupa.
Penipuan melalui pesan teks telah meningkat secara signifikan untuk semua kelompok usia. Namun, kelompok usia termuda yang seharusnya lebih waspada pada keamanan digitalnya justru menjadi korban paling banyak.
Disebutkan kelompok usia termuda, yakni 18-29 tahun mengalami peningkatan persentase 27 persen dalam menghadapi penipuan melalui pesan teks. Presiden dan peneliti utama Gen Z di Center of Generational Kinetics, Jason Dorsey menyampaikan ada tiga alasan utama mengapa generasi muda sering menjadi sasaran penipuan, yaitu:
1. Pesan teks adalah saluran komunikasi utama Gen Z dengan ratusan pesan harian yang dimanfaatkan penipu sebagai celah.
2. Gen Z cenderung berada dalam grup pesan yang besar dan bersinggungan dengan kontak yang tidak dikenal, sehingga mudah tertukar nomor penipu dengan nomor teman.
3. Gen Z kurang berpengalaman dalam mengenali penipuan tetapi memiliki akses instan ke uang di ponsel mereka, sehingga penipuan cenderung berhasil karena berkurangnya hambatan.
"Bagi banyak orang, terutama dengan penipuan bernilai kecil, pengalaman tersebut telah menjadi begitu umum sehingga terasa hampir normal," ungkap Dorsey.
Penipuan melalui pesan singkat terjadi di berbagai aplikasi pesan, baik WhatsApp, iMessage di Apple, maupun Google Messages. Kini, tidak bisa dihindari bila konsumen semakin rentan terhadap penipuan melalui aplikasi perpesanan.
Sayangnya, saat ini masih belum ada cara menghilangkan spam dan pesan teks penipuan yang bisa seseorang terima. Kendati demikian, dijelaskan bila berbagai produsen ponsel telah menawarkan alat yang dapat mengurangi kejadian tersebut.
Laporan lain terkait survei ini, bisa dilihat mellaui tautan https://innovation.consumerreports.org/2025-Consumer-Cyber-Readiness-Report.pdf.
Nah itulah hasil survey tentang Gen Z rentan menjadi korban penipuan melalui pesan teks. Semoga bermanfaat dan menjadi pengingatmu untuk terus berhati-hati ya detikers!
(det/pal)