Peneliti Ungkap Evolusi Dialek Taylor Swift Seiring Kariernya, Begini Hasilnya

ADVERTISEMENT

Peneliti Ungkap Evolusi Dialek Taylor Swift Seiring Kariernya, Begini Hasilnya

Novia Aisyah - detikEdu
Sabtu, 04 Okt 2025 18:00 WIB
Taylor Swift saat konser di Sydney Australia pada Eras World Tour, 23 Februari 2024.
IMAGE RESTRICTED TO EDITORIAL USE - STRICTLY NO COMMERCIAL USE
Taylor Swift saat konser di Australia pada 2024 lalu Foto: David Gray/AFP
Jakarta -

Taylor Swift tidak hanya mengalami evolusi dalam hal karier. Para ilmuwan wicara belakangan mengungkap ternyata ada perubahan dalam dialek sang diva, seiring perjalanan kariernya.

Dua peneliti dari University of Minnesota mengatakan karier Taylor Swift membawanya masuk dan keluar dari komunitas yang memiliki dialek regional atau sosiokultural yang berbeda.

Studi mereka diterbitkan pada 23 September 2025 dalam The Journal of the Acoustical Society of America 158, 2278-2289 (2025) dengan tajuk "Acoustic analysis of Taylor Swift 's dialect changes across different eras of her career".

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penulis studi Miski Mohamed dan Matthew Winn mencatat, berbagai wawancara dan penampilan Taylor Swift di media hingga saat ini memberi mereka kesempatan langka untuk mengamati perubahan dialek dalam jangka waktu yang panjang dan dengan cara yang hampir mustahil diamati dalam studi laboratorium terkontrol.

ADVERTISEMENT

Hal ini, kata mereka, dapat berimplikasi pada pemahaman kita tentang pengaruh tempat, profesi, dan tujuan kepemimpinan terhadap bagaimana dialek seseorang beradaptasi di kemudian hari.

Sekilas Karier Taylor Swift

Lahir di Pennsylvania pada 1989, Swift pindah ke Tennessee pada usia 13 tahun untuk menarik perhatian label-label musik country di Nashville. Di sana, ia meraih kesuksesan sebagai artis country muda, merilis album country pop hitnya "Fearless" pada 2008.

Transisinya ke pop arus utama menjadi jelas dalam perilisan albumnya pada 2012 "Red," dengan single utama "We Are Never Ever Getting Back Together."

Pada 2014, Swift pindah ke New York dan merilis album studio kelimanya, berjudul "1989", yang ia gambarkan sebagai album pop resmi pertamanya. Album ini menampilkan lagu-lagu hit "Bad Blood", "Blank Space", dan "Shake It Off".

Dari Sini Para Peneliti Mengambil Data..

Para peneliti menganalisis perubahan aksen Swift antara 2008 dan 2019, dengan mengambil audio dari wawancara di YouTube dan media daring lainnya.

Setiap wawancara dikaitkan dengan promosi album tertentu. Para peneliti memilih album berdasarkan tempat tinggal Swift saat merekam dan mempromosikannya.

Data diambil di antaranya dari satu set wawancara terkait dengan album country-nya pada 2008 "Fearless" di Nashville; yang lain terkait dengan album studio keempatnya yang bernuansa transisi, "Red", yang dibuat di Philadelphia; dan set terakhir terkait dengan album studio ketujuhnya, "Lover", yang bernuansa pop dan dibuat di New York pada 2019.

Total 45 menit, 24 menit, dan 37 menit audio percakapan dianalisis untuk masing-masing era Swift di Nashville, Philadelphia, dan New York City.

Para peneliti kemudian melakukan pengukuran akustik untuk ratusan vokal yang diucapkan Taylor selama wawancara-wawancara ini.

Era Vokal

Winn menjelaskan, setelah membandingkan pengukuran akustik di berbagai era Swift, ia dan rekan melihat tanda-tanda perubahan dalam cara Swift mengucapkan vokalnya yang konsisten dengan penanda penutur dialek selatan AS di Nashville dan kemudian kehilangan ciri-ciri tersebut ketika ia kembali ke Philadelphia.

Lintasan gerakan lidahnya lebih pendek ketika Swift mengucapkan vokal /aΙͺ/ selama di Nashville, membuat kata seperti "ride" terdengar lebih seperti "rod." Hal ini berkaitan dengan dialek selatan, menurut penelitian tersebut.

Swift memperpanjang pengucapan vokal /aΙͺ/ ketika ia pindah ke Philadelphia dan tetap demikian di New York City. Akhiran bunyi vokal tersebut ketika Swift berada di New York begitu tinggi sehingga peneliti menilai hal ini sangat menggoda untuk ditafsirkan sebagai koreksi berlebihan dari dialek selatan.

Saat Swift berada di Nashville, pengucapan vokal /u/ di depan, mengartikulasikan vokal dengan lidah lebih maju, jauh lebih berlebihan dibandingkan pada masa-masa sebelumnya, yang menegaskan bahwa ia mengadopsi aksen selatan, menurut para penulis.

Berdasarkan pernyataan pers yang menyertai studi tersebut, hal ini membuat Swift mengucapkan kata-kata seperti "two" dengan cara yang terdengar seperti "tee-you," tetapi hal ini menghilang ketika Swift kembali ke Philadelphia.

"Senang rasanya terus menemukan bukti bahwa hal itu benar-bahwa seseorang, seiring bertambahnya usia, masih menemukan alasan untuk mengubah cara mereka berbicara agar sesuai dengan komunitasnya," kata Winn kepada CNN Worldwide, dikutip Sabtu (4/10/2025).

"Banyak orang menganggap dialek hanya milik wilayah geografis, setidaknya di Amerika Serikat, dan itu sebagian alasannya. Namun, ada begitu banyak faktor lain yang membuat orang harus mengubah cara mereka berbicara, termasuk komunitas sosial tempat mereka berada. Jadi, karena Taylor Swift pindah ke komunitas musik country ini, itu adalah alasan lain mengapa suaranya mungkin berubah," tambahnya.

Aksen dan Aktivisme Taylor Swift

Nada bicara Swift juga jauh lebih rendah selama masa kariernya di New York City, menurut studi tersebut. Nada suara yang lebih rendah sering digunakan oleh pembicara untuk menunjukkan kepercayaan diri dan otoritas pada topik-topik penting dan membuat pembicara lebih mungkin dianggap sebagai pemimpin.

Era ini menurut peneliti bertepatan dengan meningkatnya visibilitasnya dalam menyuarakan isu-isu perubahan sosial, seksisme, standar ganda, hak-hak musisi, dan otonominya sendiri dalam karier musiknya.

Aksen Kita Mudah Diubah

Helen West, dosen senior Bahasa Inggris di University of Chester di Inggris, yang merupakan bagian dari tim "The Swift Accent Shift Project" di universitas tersebut, mengatakan ia senang bahwa hasil dalam studi Minnesota inj serupa dengan yang ditemukan oleh timnya tentang aksen bernyanyi Swift.

"Yang saya temukan sangat penting tentang studi wawancaranya ini bukan hanya bahwa Taylor Swift mengadaptasi aksennya agar selaras dengan kehidupan di dekat Nashville dan membawakan musik bergaya country, dan kemudian beralih ke fitur aksen yang terkait dengan AS bagian utara saat genrenya bergerak menuju pop (sebuah temuan yang diperkuat oleh studi kami sendiri dalam analisis aksennya dalam bernyanyi/musik), tetapi juga bahwa dia berpotensi menurunkan nada suaranya agar terdengar lebih berwibawa ketika membahas isu-isu sosial," terang West. Ia tidak terlibat dalam studi terbaru.

Hal ini menunjukkan betapa mudahnya aksen kita beradaptasi, tergantung pada rasa identitas kita, konteks sosial kita, persepsi kita terhadap audiens/siapa yang kita ajak bicara, dan sifat pesan yang ingin kita sampaikan pada waktu tertentu.

Namun, meskipun Swift mungkin menurunkan nada suaranya untuk menandakan keseriusan tema-tema ini, dan untuk menunjukkan kompetensinya dalam membahasnya dengan penuh wibawa, perubahan nada suaranya juga bertepatan dengan pertambahan usianya dari 19 ke 30 tahun, catat para peneliti.

Pola penurunan nada suara yang serupa juga diamati dalam tutur kata Ratu Elizabeth II pada periode yang sama, serta di antara perempuan berusia 30-an. Menurut peneliti, ini bisa jadi hanya pola sederhana yang terkait dengan penuaan di usia 20-an.

Pada Mei 2025, Taylor Swift mengumumkan ia telah mengambil alih kepemilikan seluruh katalog musiknya, bertahun-tahun setelah rekaman masternya dijual oleh label rekaman lamanya. Ia juga mengonfirmasi telah menyelesaikan rekaman ulang yang sangat dinantikan untuk album debut self-titled-nya pada 2006, "Taylor Swift."


"Dugaan mengatakan inilah alasan Taylor menunggu begitu lama untuk merekam ulang album debutnya, karena ia harus mengadopsi kembali aksen country selatan (AS) yang sebenarnya bukan aksen 'aslinya' sejak awal," kata profesor Sastra Inggris di Universitas Ghent di Belgia, Elly McCausland, yang mengkurasi mata kuliahan "Literature: Taylor's Version", kepada CNN Worldwide. Ia tidak terlibat dalam penelitian ini.

"Saya pikir ini lebih menunjukkan jenis aksen yang diharapkan dari genre musik tertentu daripada yang lain, mengingat musik country sebagian besar diasosiasikan dengan wilayah selatan AS," tambahnya.

Namun, para penulis penelitian mencatat karena mereka mendengarkan rekaman percakapan santai yang digunakan dalam percakapan sehari-hari dan bukan di lingkungan laboratorium yang terkontrol dan karena mereka tidak dapat berbicara langsung dengan Swift, penelitian mereka sendiri tidak dapat menentukan berbagai alasan mengapa artis tersebut secara sadar atau tidak sadar mengubah cara bicaranya seiring perkembangan kariernya.

Halaman 3 dari 3


Simak Video "Video: Fans Rela Antre Tengah Malam Demi Album Baru Taylor Swift"
[Gambas:Video 20detik]
(pal/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads