Bulan Semakin Menjauh dari Bumi? Ini Penjelasan Ilmiahnya

ADVERTISEMENT

Bulan Semakin Menjauh dari Bumi? Ini Penjelasan Ilmiahnya

Siti Nur Salsabilah Silambona - detikEdu
Minggu, 21 Sep 2025 20:00 WIB
Ilustrasi bulan purnama atau full moon
Bulan. Foto: Freepik/ninjason1
Jakarta -

Tahukah detikers kalau Bulan semakin menjauh dari Bumi sekitar 3,8 cm setiap tahun?

Mungkin terdengar kecil, tapi fenomena ini punya cerita menarik tentang bagaimana Bumi dan Bulan saling berinteraksi melalui gravitasi dan pasang surut air laut.

Para ilmuwan menggunakan cara unik untuk mengetahui hal ini dengan menembakkan laser ke cermin yang ditinggalkan di Bulan oleh astronot. Seperti yang dijelaskan Stephen DiKerby, seorang peneliti astrofisika di Michigan State University.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dengan mengukur jumlah waktu yang dibutuhkan cahaya untuk menempuh perjalanan ke Bulan dan kembali, para ilmuwan dapat mengukur jarak ke Bulan secara tepat dan bagaimana jarak tersebut berubah" dikutip Science Alert (16/9/2025).

Laser ini memungkinkan para ilmuwan menghitung jarak Bulan dengan presisi tinggi, sekaligus melacak perubahan jaraknya dari tahun ke tahun.

ADVERTISEMENT

Orbit Bulan Tidak Selalu Sama

Jarak rata-rata bulan ke Bumi sekitar 385.000 km, tapi orbit bulan tidak berbentuk lingkaran sempurna, melainkan elips. Akibatnya, jarak bulan bisa berubah hingga 20.000 km setiap bulannya. Fenomena ini yang membuat beberapa bulan purnama terlihat lebih besar, yang populer disebut supermoon.

Menurut DiKerby, mempelajari gerak bulan seiring waktu juga membantu ilmuwan memahami bagaimana Bumi dan Bulan telah berubah sejak terbentuk sekitar 4,5 miliar tahun lalu.

Kenapa Bulan Menjauh?

Rahasia Bulan menjauh dari Bumi ternyata ada pada pasang surut. Sederhananya, pasang surut terjadi karena perbedaan gravitasi di Bumi. Gravitasi Bulan lebih kuat di sisi Bumi yang dekat, sehingga membentuk tonjolan air laut ke arah Bulan. Di sisi jauh Bumi, gravitasi lebih lemah, tapi tetap terbentuk tonjolan air yang lebih kecil.

Saat Bumi berotasi, tonjolan ini tidak persis mengarah ke Bulan, melainkan sedikit di depan. Tonjolan yang maju ini menarik Bulan ke depan, sehingga orbit bulan melebar dan Bulan perlahan-lahan menjauh dari Bumi.

"Tarikan ke depan dari tonjolan pasang surut yang lebih dekat ini menyebabkan Bulan bergerak lebih cepat, yang menyebabkan ukuran orbitnya bertambah," jelas DiKerby.

Analogi mudahnya seperti memukul bola lebih kencang agar terbang lebih jauh. Begitu juga orbit bulan yang melebar karena dorongan tonjolan pasang surut ini.

Apa Dampaknya bagi Bumi?

Saat orbit bulan membesar, momentum bulan bertambah, dan sebagai konsekuensinya, rotasi bumi melambat sedikit. Ini membuat satu hari di Bumi menjadi sedikit lebih panjang.

Namun, efeknya sangat kecil. DiKerby menegaskan:

"Efeknya sangat kecil sekitar 1,5 inci per tahun dibandingkan dengan jarak 239.000 mil (384.000 km) hanya 0,00000001% per tahun. Kita akan terus mengalami gerhana, pasang surut, dan hari-hari yang berlangsung selama 24 jam selama jutaan tahun."

Artinya, aktivitas sehari-hari kita tetap normal, dan fenomena seperti pasang surut, supermoon, maupun gerhana tetap bisa dinikmati.

Dahulu Bulan Lebih Dekat

Bulan terbentuk sekitar 4,5 miliar tahun lalu, akibat tabrakan Bumi muda dengan protoplanet seukuran Mars. Tabrakan ini melemparkan material ke luar angkasa yang kemudian membentuk Bulan.

Awalnya, Bulan lebih dekat ke Bumi dan terlihat jauh lebih besar di langit. Bukti dari fosil kerang menunjukkan bahwa 70 juta tahun lalu, satu hari di Bumi hanya berdurasi 23,5 jam, sesuai prediksi astronomi. Hal ini menunjukkan bahwa rotasi Bumi dulu lebih cepat dan Bulan lebih dekat.

Masa Depan Bulan dan Bumi

Jika waktu dipercepat hingga puluhan miliar tahun ke depan, Bumi dan Bulan bisa terkunci pasang surut, sehingga satu sisi Bumi selalu menghadap Bulan. Namun, ada dua hal yang mencegah hal ini:

Dalam sekitar satu miliar tahun, Matahari akan semakin panas. Hal ini akan mengurangi lautan sehingga tonjolan pasang surut air hilang, dan proses Bulan menjauh berhenti.
Beberapa miliar tahun kemudian, Matahari akan menjadi raksasa merah, kemungkinan besar menghancurkan Bumi dan Bulan.
"Namun, peristiwa-peristiwa ini masih sangat jauh di masa depan sehingga Anda tidak perlu khawatir. Anda hanya bisa menikmati pasang surut di pantai, gerhana matahari, dan Bulan kita yang indah," ungkap Stephen DiKerby.

Fenomena Bulan menjauh dari Bumi terjadi karena pasang surut laut dan gravitasi, orbit Bulan berubah karena bentuknya yang elips, dan rotasi Bumi pun perlahan melambat akibat interaksi ini.

Efeknya sangat bertahap, sehingga kita tetap bisa menikmati Bulan, pasang surut, supermoon, dan gerhana tanpa khawatir. Sementara itu, penelitian seperti yang dilakukan Stephen DiKerby membantu kita memahami sejarah dan masa depan Bumi-Bulan secara ilmiah, sekaligus menambah rasa kagum terhadap keindahan alam semesta.

Bulan yang perlahan menjauh dari Bumi tetap menghadirkan pemandangan malam yang memukau. Fenomena ini mengingatkan kita bahwa alam semesta selalu bergerak dan sains bisa menjelaskan keajaibannya.




(nah/nah)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads