Ditemukan spesies hewan dan tumbuhan yang punah dalam beberapa abad terakhir. Hal demikian disebut-sebut sebagai tanda masuknya Bumi kepada kepunahan massal episode baru.
Namun, jika dibandingkan dengan kepunahan massal masa lampau, kejadian saat ini belum sebanding dan tidak bisa dikatakan kepunahan massal.
Peneliti mengungkap fakta tersebut lewat jurnal PLOS Biology dengan judul 'Recent extinctions of plant and animal genera are rare, localized, and decelerated", dipublikasi 4 September 2025.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penulis studi, John Wiens dari Universitas Arizona dan Kristen Saban dari Universitas Harvard mendapati, dari sekitar 22.000 genus tumbuhan dan hewan yang diteliti, hanya 102 genus yang diketahui punah sejak tahun 1500. Jumlah tersebut tidak sampai 0,5% dari keseluruhan genus yang ada.
Para ilmuwan menjelaskan bahwa kepunahan yang ada tidak merata. Hampir setengahnya terjadi pada burung dan mamalia, dan lebih dari tiga perempatnya menimpa spesies endemik pulau.
Sebagian besar kepunahan terjadi di akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Temuan ini menunjukkan bahwa volume kepunahan modern di tingkat genus masih relatif rendah, atau bahkan cenderung lambat dalam 100 tahun terakhir.
Temuan ini berbeda dengan peristiwa kepunahan massal masa lalu di Bumi. Kepunahan massal tersebut, yang ditandai dengan hilangnya kelompok besar taksonomi, bukan hanya spesies.
Misalnya, saat punahnya dinosaurus 66 juta tahun lalu, diketahui banyak genus dan famili ikut hilang. Maka, punahnya spesies saat ini belum mencapai skala besar seperti yang pernah terjadi dalam sejarah Bumi.
Ancaman Kepunahan Saat Ini Tetap Serius
Walaupun begitu, para ahli menekankan bahwa ancaman kepunahan terhadap keanekaragaman hayati tetap serius. Kepunahan modern lebih banyak terjadi di pulau-pulau terpencil, yang dihuni spesies endemik dengan daya tahan hidup relatif rendah terhadap perubahan lingkungan.
Hilangnya spesies ini bisa merusak keseimbangan ekosistem lokal, meskipun tidak masuk kategori kepunahan massal global.
Wiens menegaskan, "Kami berpendapat bahwa alasan mengapa kepunahan di masa depan harus dihentikan bukanlah karena kepunahan tersebut mengancam manusia, tetapi karena secara moral salah bagi manusia untuk mendorong spesies lain menuju kepunahan," dikutip dari Phys.org pada Minggu , (7/9/2025).
Saban juga mengatakan, "Kini, mengingat meluasnya ketidakpercayaan terhadap sains, penting bagi kita untuk melakukan penelitian konservasi dengan cermat dan menyajikannya secara akurat."
Dengan pemahaman yang lebih jernih, upaya menjaga keanekaragaman hayati bisa dilakukan lebih tepat sasaran. Tujuannya bukan hanya demi manusia, tapi juga demi keberlangsungan kehidupan di Bumi.
*Penulis adalah peserta magang Program PRIMA Magang PTKI Kementerian Agama
(twu/twu)