Badan penerbangan dan antariksa AS (NASA) mengungkap fenomena gerhana bulan total (GBT) akan segera muncul pada 7 September 2025. Fenomena ini akan tampak di Eropa, Australia, Afrika, dan Asia, termasuk di Indonesia.
Dr Judhistra Aria Utama, M Si dari Laboratorium Bumi dan Antariksa, Program Studi Fisika Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan Pusat Unggulan Sains Data Astronomi dan Polusi Cahaya menjelaskan gerhana bulan total (GBT) 7 September nanti merupakan satu-satunya gerhana, sekaligus yang terakhir dapat diamati dari wilayah Indonesia sepanjang tahun ini.
"Gerhana bulan total (GBT) terjadi ketika seluruh permukaan Bulan masuk ke dalam bayang-bayang gelap Bumi. Gerhana bulan jenis ini memberikan pemandangan yang dramatis; Bulan akan tampak berwarna jingga, merah atau bahkan coklat gelap, akibat cahaya Matahari yang dipantulkan permukaan Bulan dibiaskan oleh atmosfer Bumi dan dipengaruhi pula oleh tingkat kekeruhan stratosfer planet kita," tulisnya, dikutip dari laman kampus, Senin (1/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fenomena ini akan berlangsung dengan total durasi 5 jam 27 menit mulai 22.28 WIB sampai 03.55 WIB. Sedangkan fase total saat Bulan terperangkap umbra Bumi berlangsung selama 1 jam 22 menit pada 00.30 WIB sampai 01.52 WIB.
Kenapa Gerhana Bulan Total Warna Merah?
Gerhana bulan total terjadi saat Bulan bergerak ke bagian dalam bayangan Bumi (umbra). Sebagian sinar Matahari yang melewati atmosfer Bumi mencapai permukaan Bulan, meneranginya dengan redup.
Gerhana bulan total terdekat ini dijuluki dengan nama Blood Moon. Sebab, warnanya akan tampak merah dan jingga.
Gelombang cahaya merah dan jingga, yang panjang gelombangnya lebih panjang dari pada biru dan ungu, berhasil menembus atmosfer Bumi. Sedangkan gelombang biru dan ungu terpencar sebelum dapat menembus.
Akibatnya, Bulan tampak kemerahan atau jingga. Makin banyak debu atau awan di atmosfer Bumi saat gerhana, semakin merah pula Bulan. Sebab, gelombang merahlah yang tersisa atau mampu menembusnya.
Judhistira menuturkan, penjelajah Benua Amerika Christopher Columbus pernah membohongi penduduk asli Jamaika, suku Arawak, agar membantu armada lautnya dengan gerhana Bulan total.
"Berbekal pengetahuan astronomi gerhana bulan total (GBT) pada 29 Februari 1504, Columbus berhasil menakut-nakuti suku Arawak dengan kemarahan Dewa-dewa mereka. Bulan purnama yang terlihat berwarna merah darah dalam balutan umbra Bumi, membuat warga pribumi mau menyediakan perbekalan untuk penjelajahan samudera yang dilakukan Columbus," tuturnya.
Cara Melihat Gerhana Bulan Total
Gerhana bulan total dapat dilihat dengan mata telanjang tanpa alat bantu. Warga tak perlu pelindung mata untuk menyaksikannya.
Agar pemandangan gerhana makin jelas, pastikan untuk mengamatinya di lokasi yang bercuaca cerah, tidak hujan, tidak berawan, dan tidak berpolusi cahaya.
(twu/pal)