Gelombang aksi massa masih berlanjut di Tanah Air hingga Selasa (2/9). Mengikuti situasi saat ini, ada banyak informasi yang beredar di media sosial.
RadiusSetiyawan, pakar kajian budaya dan media UniversitasMuhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), menyatakan situasi ini memperlihatkan dinamika wacana yang kompleks di masyarakat digital.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Berbagai analisis bermunculan di media sosial, mulai dari yang rasional hingga spekulatif dan cenderung konspiratif. Masing-masing memiliki dasar, argumen, dan pendukungnya sendiri," ujar Radius dalam laman UM Surabaya, Selasa (2/9/2025).
Oleh karena itu, Radius mengajak masyarakat agar berhati-hati dalam menerima informasi. Dalam kondisi seperti ini, potensi hoaks dan disinformasi sangat besar. Menurutnya, situasi sosial-politik juga menjadi sangat rentan.
Apresiasi Daya Kritis Masyarakat
Kendati demikian, ia mengapresiasi perkembangan daya kritis masyarakat dalam menyikapi informasi. Menurut Radius, publik yang mulai mampu membedakan antara demonstrasi damai dan tindakan anarkistis yang berujung penjarahan. Bahkan, tak sedikit yang menguatkan analisisnya dengan data dan fakta yang relevan.
"Ini menunjukkan peningkatan literasi media. Masyarakat makin cakap memilah informasi yang valid dan yang menyesatkan," tambahnya.
Peran Pemerintah dalam Menjaga Ketenangan Publik
Radius menegaskan peran pemerintah dalam menjaga ketenangan publik. Transparansi informasi dan kecepatan respons menjadi hal yang tak bisa ditawar, tetapi harus dibarengi dengan kehati-hatian dalam menyampaikan kebijakan.
"Langkah yang tergesa tanpa mempertimbangkan kondisi psikologis masyarakat justru dapat memperburuk keadaan," kata Radius.
Menurutnya, pendekatan multidisipliner baik dari sisi sosial, psikologi massa, maupun kajian media sangat dibutuhkan untuk memahami akar persoalan secara lebih mendalam, serta untuk mencegah agar insiden serupa tidak terulang.
(nir/twu)