4 Tips agar Tidak Terkena Brain Rot Menurut Praktisi, Ayo Coba Lakukan!

ADVERTISEMENT

4 Tips agar Tidak Terkena Brain Rot Menurut Praktisi, Ayo Coba Lakukan!

Devita Savitri - detikEdu
Sabtu, 23 Agu 2025 18:30 WIB
IFLS 2025 yang digelar di Hotel Episode, Gading Serpong, Sabtu (23/8/2025)
Foto: (Devita Savitri/detikcom)
Gading Serpong -

Brain rot menjadi kondisi psikologi yang banyak terjadi pada masyarakat masa kini. Tapi, apakah ada cara untuk mengurangi efeknya?

Mengutip arsip detikEdu, Oxford University Press menjelaskan, brain rot adalah kemerosotan pada kondisi mental atau intelektual seseorang. Terutama sebagai akibat dari konsumsi berlebihan materi yang remeh dan tidak menantang, yang sekarang terutama merupakan konten daring. Kondisi yang dimaksud timbul akibat gaya hidup digital tanpa henti.

Perilaku ini menyebabkan berbagai hal yang juga berkaitan dengan psikologis seperti, kelelahan mental, fokus berkurang, hingga mengubah preferensi otak terhadap stimulasi yang cepat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penulis sekaligus praktisi dengan latar belakang psikologi, Okki Sutanto menyebut brain rot bisa terjadi pada siapa saja, baik anak-anak maupun orang dewasa yang menggunakan teknologi secara berlebihan. Tidak selalu buruk, teknologi adalah suatu hal yang penting untuk generasi muda.

ADVERTISEMENT

"Perdana Menteri Singapura Lawrence Wong memperingatkan, penting bagi generasi muda, anak-anak sekolah untuk belajar tentang Artificial Intelligence. Jadi bukan berarti kita harus anti dengan teknologi, tapi lebih ketahu batasan," tutur Okki dalam acara Indonesia Future of Learning Summit 2025 di Hotel Episode, Gading Serpong, Sabtu (23/8/2025).

4 Tips agar Tidak Terkena Brain Rot

Agar tidak terkena brain rot, ada 4 tips yang disarankan Okki, yakni

1. Eliminasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti pengeluaran, penghilangan, penyingkiran, pengasingan, dan penyisihan. Berkaitan dengan hal ini, Okki menyebut brain rot bisa dihindari jika seseorang tidak lagi menggunakan aplikasi yang membuatnya merasa kecanduan.

2. Batasi

Jika mengeliminasi secara tiba-tiba adalah hal yang sulit, Okki menyatakan detikers bisa memulainya dengan mengurangi penggunaan gadget. Pengurangan waktu bermain gadget bisa dilakukan secara bertahap dari 6 jam, 5 jam, hingga di bawah 3 jam.

"Tapi ketika kita tidak bisa mengeliminasi, kita bisa selalu membatasi. Jadi kalau sehari kita merasa 6 jam screen time itu udah terlalu banyak dan gak sehat, coba kurangin pelan-pelan. Kurangin ke 5 jam, kurangin ke 4 jam, kalau bisa di bawah 3 jam itu bagus," imbuhnya.

3. Kurasi

Kurasi dalam hal ini bermakna memilih tentang apa saja yang seseorang konsumsi di media sosial dan gadget. Okki mengingatkan agar manusia tidak mudah diatur oleh algoritma yang membuat kita berdiam diri di waktu sangat lama pada sebuah media sosial.

"Apa hal-hal yang kita konsumsi, apa hal-hal yang kita nonton di gadget kita itu kita kurasi. Jangan diatur oleh algoritma, jadi kita buka, lalu scroll-scroll tanpa henti, itu yang harus dihindari," pesannya.

4. Banyak Membaca dan Menulis

Tips terakhir yang Okki berikan adalah banyak membaca buku dan menulis. Membaca buku dapat memberi banyak manfaat dibandingkan membaca melalui gadget.

Sedangkan menulis, digambarkan Okki sebagai seni untuk merapihkan pikiran yang berserakan. Dengan menulis, detikers bisa memiliki waktu untuk mengembangkan ide dan refleksi diri.

"Selama kita terbiasa membangun kebiasaan untuk membaca dan menulis, itu akan sangat membantu untuk tidak ketergantungan," tandasnya.




(det/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads