Salah satu kejadian penting yang terjadi jelang proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 adalah peristiwa Rengasdengklok. Peristiwa ini melibatkan ketegangan antara golongan tua dan golongan muda.
Peristiwa Rengasdengklok bertujuan menjauhkan dua proklamator Indonesia, Sukarno dan Hatta, dari pengaruh Jepang. Siapa saja tokoh yang terlibat di dalamnya dan bagaimana peristiwa ini terjadi?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Latar Belakang Peristiwa Rengasdengklok
Peristiwa Rengasdengklok dilatarbelakangi oleh perbedaan pendapat antara golongan tua dan golongan muda terkait proklamasi kemerdekaan. Dikatakan dalam buku Sejarah SMA Kelas XII Program Ilmu Sosial oleh Drs Sardiman, golongan muda ingin proklamasi segera dilaksanakan tanpa melibatkan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Golongan muda menilai proklamasi harus dilakukan oleh kekuatan bangsa sendiri, bukan PPKI. Peristiwa Rengasdengklok merupakan kejadian penting yang mendorong percepatan proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Tokoh-tokoh Rengasdengklok
Tokoh-tokoh golongan muda dalam peristiwa Rengasdengklok seperti dikatakan dalam buku Pengetahuan Sosial: Kenali Lingkungan Sosialmu untuk Kelas VI oleh Nana Supriatna adalah:
- Chaerul Saleh
- Darwis
- Wikana
- Sayuti Melik.
Sementara tokoh-tokoh golongan tua adalah:
- Sukarno
- Hatta
- Ahmad Soebardjo.
Isi Singkat Peristiwa Rengasdengklok
Para pemuda dengan dipimpin oleh Chaerul Saleh melakukan pertemuan di Gedung Lembaga Bakteriologi, Jalan Pegangsaan Timur Nomor 17, Jakarta pada 15 Agustus 1945. Pertemuan tersebut bersamaan dengan menyerahnya Jepang kepada sekutu, seperti dijelaskan dalam buku IPS Terpadu 2B SMP Kelas VIII oleh Anwar Kurnia.
Pada pertemuan tersebut golongan muda memutuskan beberapa hal. Salah satunya yakni untuk mendesak Sukarno dan Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan.
Wikana dan lainnya menemui Sukarno di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta pada 22.00 WIB. Akan tetapi, Sukarno menolak kedatangan Wikana dan yang lain dengan alasan tidak dapat melepaskan tanggung jawab sebagai ketua PPKI sekaligus akan menanyakan hal ini kepada wakil-wakil PPKI esok harinya.
Para pemuda akhirnya kembali bertemu di Asrama Baperpi, Jalan Cikini Nomor 71 Jakarta pada 24.00 WIB. Dari pertemuan itu, mereka memutuskan akan membawa Sukarno dan Hatta ke Rengasdengklok.
Sukarno dan Hatta Dibawa ke Rengasdengklok
Kedua proklamator dibawa ke Rengasdengklok pada 16 Agustus pukul 04.00 WIB oleh para pemuda. Golongan pemuda yang membawa Sukarno-Hatta ke Rengasdengklok dipimpin oleh anggota Pembela Tanah Air (PETA) Shodanco Singgih.
Agar tidak dicurigai Jepang, Sukarno dan Hatta beserta para pengawal mengenakan seragam PETA.
Setibanya di Rengasdengklok, para pemuda mendesak agar proklamasi bebas dari pengaruh Jepang. Desakan ini tak terlaksana. Para pemuda pun segan untuk terus mendesak.
Achmad Soebardjo sebagai Penjamin
Shodanco Singgih juga berusaha berbicara kembali dengan Sukarno hingga ia pun setuju proklamasi akan dilakukan tanpa adanya campur tangan Jepang. Namun, Sukarno setuju dengan catatan, proklamasi akan diselenggarakan setelah kembali ke Jakarta.
Oleh sebab itu para pemuda segera merencanakan kembali ke Jakarta. Pada waktu bersamaan, diadakan pula pertemuan di Jakarta antara golongan tua yang diwakili Achmad Soebardjo serta golongan muda yang diwakili Wikana. Keduanya sepakat agar proklamasi harus dilakukan di Jakarta.
Soebardjo akhirnya menjemput Sukarno. Rombongan diantar oleh Yusuf Kunto dari golongan muda serta Sudiro yang merupakan sekretarisnya.
Rombongan Achmad Soebardjo tiba di Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945 pukul 17.30 WIB. Ketika itu Soebardjo menjamin dengan nyawanya, proklamasi akan dilakukan pada 17 Agustus 1945. Dengan jaminan ini kemudian para pemuda bersedia mengembalikan Sukarno dan Hatta ke Jakarta.
(nah/twu)