Sejarah Peristiwa Rengasdengklok di Rumah Djiauw Kie Siong

ADVERTISEMENT

Sejarah Peristiwa Rengasdengklok di Rumah Djiauw Kie Siong

Callan Rahmadyvi Triyunanto - detikEdu
Kamis, 15 Agu 2024 08:30 WIB
Rumah Djiauw Kie Siong yang menjadi saksi bisu Peristiwa Rengasdengklok
Peristiwa Rengasdengklok terjadi di rumah petani keturunan China bernama Djiauw Kie Siong. Begini sejarah dan arti pentingnya bagi kemerdekaan Indonesia. Foto: dok. Buku Peristiwa Rengasdengklok karya Her Suganda
Jakarta -

Peristiwa Rengasdengkok bisa jadi tak berujung pada proklamasi Indonesia jika tidak dilakukan di rumah Djiauw Kie Siong. Sang pemilik rumah kelak diberi penghargaan atas kontribusinya.

Bagaimana arti penting rumah Djiaw Kie Siong dan seperti apa sejarah Peristiwa Rengasdengkok di sana?

Peristiwa Rengasdengklok

Para pemuda berpendapat bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia harus segera dilaksanakan oleh kekuatan bangsa sendiri, bukan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dibentuk Jepang. Sutan Syahrir, salah satu tokoh pemuda, mencoba mendesak agar Soekarno dan Mohammad Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada Rabu, 15 Agustus 1945, sekitar pukul 20.00, para pemuda mengadakan pertemuan di belakang Laboratorium Biologi Pegangsaan Timur 17 (sekarang Universitas Indonesia Kampus Salemba, Jakarta). Mereka berusaha mencapai kesepakatan agar Soekarno dan Hatta menyatakan proklamasi, tetapi upaya pemuda dan Sutan Sjahrir belum berhasil.

Sekitar pukul 22.00, Wikana dan Darwis datang ke rumah Soekarno di Pegangsaan Timur 56 untuk mendesak proklamasi Kemerdekaan segera diaksanakan. Namun, Soekarno tetap berpendapat bahwa Jepang masih berkuasa secara de facto.

ADVERTISEMENT

Akibat perbedaan pendapat ini, para pemuda meninggalkan kediaman Soekarno pada pukul 24.00. Kemudian berdasarkan hasil rapat larut malam di Jl Cikini 71 Jakarta, para golongan muda sepakat dengan usulan Djohar Nur untuk segera membawa Soekarno dan Hatta dari rumah mereka.

Chaerul Saleh, yang memimpin rapat, menegaskan keputusan tersebut dengan mengatakan, "Kita harus segera membawa Bung Karno dan Bung Hatta dari tangan Jepang dan melaksanakan proklamasi pada 16 Agustus 1945," seperti dikutip dari Nasionalisme Pemuda oleh Seto Galih Pratomo.

Pada dini hari sekitar pukul 03.00 WIB, para pemuda melaksanakan rencana mereka. Singgih meminta Soekarno bergabung dengan mereka.

Soekarno setuju, meminta agar Fatmawati, Guntur (yang saat itu berusia sekitar delapan bulan), serta Hatta ikut serta. Menjelang subuh (sekitar pukul 04.00 WIB) pada 16 Agustus 1945, mereka menuju Rengasdengklok.

Di hari yang sama, seharusnya diadakan pertemuan PPKI di Jakart. Soekarno dan Hatta yang dibawa ke Rengasdenglok praktis tidak hadir. Ahmad Soebardjo segera mencari kedua tokoh tersebut. Setelah bertemu dengan Yusuf Kunto dan Wikana, terjadi kesepakatan. Ahmad Soebardjo diantar ke Rengasdengklok oleh Yusuf Kunto.

Rumah Rengasdengklok

Riders KTM mengunjungi Museum Sejarah Rengasdengklok di Karawang, Jawa Barat.Museum Sejarah Rengasdengklok di Karawang, Jawa Barat yang merupakan rumah Djiauw Kie Siong. Foto: Pradita Utama

Rumah yang mereka tuju terletak di Dusun Kalijaga, RT 1/RW 04, Nomor 1533, Desa Rengasdengklok Utara, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.

Rumah di tepi Sungai Citarum itu berdiri diri atas tanah 10 x 30 meter persegi, dengan ata penting, tanpa dinding beranda depan, dinding rumah campuran papan dan bambu, serta lantai ubin rumah yang merah terkelupas dan tak rata, seperti dikutip dari Tokoh-Tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia oleh Sam Setyautama dan Suma Mihardja

Rumah Djiauw Kie Siong itu dianggap aman dari pengawasan Jepang. Namun, bukan berarti mereka yang dalam perjalanan ke sana pasti aman dari pantauan Jepang.

Jika ketahuan, Djiauw Kie Siong si pemilik rumah juga berisiko jadi target tentara Jepang. Risiko ini yang diambilnya maupun para pemuda. Harapannya, mereka dapat mengamankan Soekarno dan Hatta untuk memberikan tekanan tanpa menyakiti, sehingga memungkinkan diskusi yang lebih bebas dan menyegerakan proklamasi.

Chaerul saleh, Wikana, Achmad Soebardjo, Sidik Kertapati, dan rekan-rekan membawa Soekarno dan Hatta ke rumah itu. Golongan pemuda berharap Soekarno dan Hatta akan bersedia menyatakan Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 16 Agustus 1945. Namun, Soekarno tetap pada pendiriannya untuk melaksanakan proklamasi kemerdekaan RI.

Ahmad Soebardjo memberikan jaminan kepada para pemuda bahwa proklamasi akan dilaksanakan tanggal 17 Agustus sebelum pukul 12.00. Akhirnya, Shodanco Subeno mewakili para pemuda melepas Soekarno, Hatta, dan rombongan kembali ke Jakarta; menandai berakhirnya Peristiwa Rengasdengklok.

Dialog di Rumah Djiaw Kie Siong

Dalam dialog di Rengasdengklok, Soekarno dan Hatta tetap tidak mau memenuhi tuntutan para pemuda. Mereka tetap berpegang teguh pada rencana dan perhitungan yang telah mereka tetapkan.

Seorang wakil pemuda dengan semangat berapi-api berkata, "Revolusi berada di tangan kami, dan sekarang kami memerintahkan."

"Kalau Soekarno tidak mulai revolusi malam ini, lalu...."

"Lalu apa?" teriak Soekarno, berdiri dari kursinya dengan kemarahan yang menyala-nyala.

Semua yang hadir terkejut, dan suasana menjadi hening. Setelah suasana tenang kembali dan Soekarno duduk, ia melanjutkan dengan suara lebih rendah.

"Angka 17 adalah angka keramat. 17 adalah angka suci. Kita berada di bulan Ramadhan, saat puasa. Ini berarti saat yang paling suci bagi kita. Hari Jumat itu adalah Jumat Legi, yaitu Jumat yang berbahagia, dan hari Jumat tersebut jatuh pada tanggal 17," ucapnya.

Arti Penting Rumah Djiauw Kie Siong & Peristiwa Rengasdengklok

Dikutip dari makalah Rumah Sejarah Djiauw Kie Siong: Tonggak Sejarah Proklamasi Kemerdekaan, Jurnal Ilmiah Karawang (JIKa) oleh Tyas Nurmaya Dewi dan rekan-rekan, rumah Djiauw Kie Siong kini terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan Nomor 33, Rengasdengklok Utara, Kecamatan Rengasdengklok, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat.

Rumah ini pertama kali dibangun oleh Djiauw Kie Siong pada tahun 1920. Dalam Peristiwa Rengasdengklok, rumah Djiauw Kie Siong menjadi titik lokasi aksi pengamanan yang dilakukan oleh golongan pemuda.

Rengasdengklok sendiri dipilih karena lokasinya yang strategis: dekat dengan Jakarta, tetapi akses jalannya sulit dijangkau oleh pengawasan Jepang. Awalnya, golongan muda membawa Soekarno dan Hatta ke markas Pembela Tanah Air (PETA) Karawang, tetapi tempat tersebut dianggap tidak aman. Akhirnya, mereka menemukan rumah Djiauw Kie Siong, yang terletak di pinggir sungai dan lebih sulit dijangkau oleh Jepang.

Selanjutnya, golongan tua yang terdiri dari Ahmad Soebardjo, Yusuf Kunto, dan Sudiro menjemput Soekarno dan Hatta dari Rengasdengklok dan kembali ke Jakarta pada tengah malam. Keesokan harinya, pada 17 Agustus 1945, proklamasi kemerdekaan diumumkan di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.

Penghargaan untuk Pemilik Rumah Djiauw Kie Siong

Riders KTM mengunjungi Museum Sejarah Rengasdengklok di Karawang, Jawa Barat.Djiauw Kie Siong meninggal pada 1964. Foto: Pradita Utama

Djiauw Kie Siong merupakan seorang petani keturunan China di antara dua bersaudara yang juga tergabung dalam tentara PETA. Ia lahir di Pisangsambo, Tirtajaya, Karawang, Jawa Barat, pada 1880 dan wafat pada tahun 1964.

Sekitar tiga tahun sebelum berpulang, Djiauw Kie Siong mendapat tanda penghargaan atas kesempatan keamanan selama peristiwa tersebut dari Panglima Daerah Siliwangi, Ibrahim Adjie pada 23 Agustus 1961. Penghargaan bernomor 03/TP/DK/61 itu bertulis "Rumah ini dipergunakan oleh Paduka Yang Mulia Presiden Republik Indonesia."

Pada 1961, barang-barang di rumah tersebut yang digunakan Soekarno dan Hatta rumah Djiauw Kie Siong dibawa pemerintah ke Museum Siliwangi, Bandung. Alhasil, meja segi empat untuk berunding, ranjang, dan empat bangku di Peristiwa Rengasdengklok di rumah ini kini adalah replikanya saja.




(twu/twu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads