Situs Bongal, yang terletak di Desa Jagojago, Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatra Utara menyimpan potensi sejarah yang menarik perhatian para arkeolog. Kawasan yang terletak di pantai barat Pulau Sumatra ini menyimpan jejak peradaban kuno lintas zaman berupa artefak dari Timur Tengah, Eropa, India, China, Sriwijaya, dan lokal.
Salah satu jenis artefak menjadi bukti arkeologis yang mengubah narasi sejarah soal masuknya Islam ke Nusantara atau kini dikenal sebagai Indonesia.
Sejarawan dari Universitas Negeri Medan (Unimed) Ichwan Azhari mengungkapkan dalam studi tentang penyebaran Islam di Nusantara, terdapat berbagai teori yang mencoba menjelaskan asal-usul dan waktu kedatangannya. Salah satu pandangan menyebutkan Islam telah hadir di Nusantara sejak abad pertama hijriah atau abad ke-7 Masehi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Teori ini mengemuka dalam seminar Masuknya Islam ke Indonesia di Medan pada tahun 1963 yang dihadiri para ahli seperti Buya Hamka, Abdul Mukti Ali, Dada Meuraxa, dan lain-lain. Mereka mengkaji berbagai sumber dari perspektif sejarah, epigrafi, arkeologi, dan sastra. Namun, teori ini dipertanyakan karena hanya bertumpu pada sumber-sumber historis tanpa didukung bukti arkeologis yang memadai.
Temuan arkeologis di Situs Bongal sejak 2020 akhirnya menjadi bukti menguatkan pandangan tersebut. Artefak yang ditemukan adalah sejumlah koin Islam Dinasti Umayyah dan Abbasiyah dari abad ke-7 dan ke-8 Masehi. Koin dinasti Umayyah yang dicetak di Basrah, Irak bertarikh 79 Hijriah (698 Masehi) yang ditemukan di Situs Bongal merupakan bukti tertua masuknya peradaban Islam di Indonesia.
"Dapat disimpulkan bahwa peradaban Islam abad pertama Hijriah sudah sampai di Pantai Barat Sumatera, tepatnya di Situs Bongal, Provinsi Sumatra Utara," ujar guru besar Ilmu Sejarah Unimed itu pada detikEdu.
Fakta Situs Bongal
Ichwan mengungkapkan Situs Bongal dulunya merupakan Kota Kosmopolitan Kuno yang diduga lenyap terbenam karena tsunami besar abad ke-10. Ia pun menyebut Situs Bongal jauh lebih tua dibandingkan Situs Lobu Tua di Barus. Kedua situs ini hanya berjarak 60 km. Hanya saja situs di Barus lebih dulu menjadi objek riset para peneliti asing dan arkeolog Indonesia.
"Situs Bongal lebih tua dari Barus. Koin Umayyah dan Abbasiyah tidak ditemukan di Barus," ujar Ichwan.
Lokasi situs di kaki Bukit Bongal tak jauh dari Kota Pandan, pusat pemerintahan kabupaten, dan berada di kawasan Teluk Tapanuli atau yang lebih dikenal sebagai Teluk Sibolga. Bukit Bongal sendiri menjulang setinggi 320 meter. Di kaki bukit ini mengalir Sungai Lumut atau Sungai Pinangsori, yang bermuara langsung ke Teluk Sibolga.
Area ini kini dipenuhi vegetasi nipah (Nypa fruticans). Sebagian wilayahnya dimanfaatkan oleh warga setempat untuk budidaya tanaman karet dan kelapa sawit.
Jejak peninggalan kuno di kawasan Bongal mulai terdengar sejak 2001. Ketika itu, tim Balai Arkeologi Medan tengah melakukan survei dan pendataan warisan sejarah di wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga. Informasi dari warga Jagojago mengarahkan mereka pada temuan menarik yakni sebuah arca batu di lereng Bukit Bongal.
Berkat bantuan warga, tim berhasil menemukan dan meneliti langsung arca yang dimaksud. Hasilnya, mereka mengidentifikasi sosok Ganesa dari batu andesit, meskipun dalam kondisi tidak utuh karena bagian kepala telah hilang. Di waktu yang sama, tim juga mencatat adanya aktivitas penambangan emas di sepanjang tepian Sungai Lumut, tepat di kaki Bukit Bongal.
Menurut Ichwan pada 2016 masyarakat yang banyak melakukan penambangan di daerah tersebut mulai mengirimkan artefak temuan dari dataran rendah Bongal ke Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-Ilmu Pengetahuan Sosial Unimed. Artefak tersebut berupa manik-manik, keramik, koin, gerabah, dan artefak logam.
Museum Uang Sumatera pada 2019 kemudian mendapat kiriman dan melaporkan penemuan koin Islam dalam jumlah banyak dari Bongal. Tim Museum Sejarah Al-Quran melakukan penelitian epigrafi menyimpulkan koin-koin itu berasal dari Dinasti Umayyah dan Abbasiyah. Tahun itu pula Balai Arkeologi Sumut mulai melakukan survei ke Bongal mengingat banyaknya artefak kuno ditemukan masyarakat penambang.
Dikutip dari artikel "History of the west coast of North Sumatra before Barus: Preliminary results of archaeological research at the Bongal settlement site" yang dikerjakan Ery Soedewo dkk selain koin, dari situs tersebut terdapat pula temuan arkeologis tak terduga yang terbagi dalam berbagai kategori seperti gerabah, periuk dan porselen, batu, potongan kayu, berbagai logam (emas, perak, timah, tembaga, paduan tembaga). Benda-benda ini berasal dari berbagai daerah, terutama Nusantara, Timur Tengah, Asia Selatan, dan China.
Arkeolog juga melakukan penggalian di beberapa titik. Temuannya antara lain bangkai kapal diperkirakan berasal dari abad ke-10 Masehi berdasarkan keberadaan tembikar dan porselen Tang, pecahan tembikar glasir Timur Tengah, manik-manik, resin dan biji-biji rempah-rempah seperti pala, kemiri, kapulaga.
"Kami menduga bahwa pendudukan situs Bongal kemungkinan dimulai pada abad ke-4 M dan berlanjut hingga abad ke-10 M. Selama enam abad tersebut, Bongal merupakan pelabuhan yang dikunjungi oleh para pelaut dan pedagang dari Nusantara dan dari daerah-daerah yang lebih jauh di Asia," tulis Ery dkk.
Para pelaut dan pedagang ini mengunjungi Teluk Tapanuli, dan khususnya Bongal, untuk mendapatkan komoditas yang tersedia di sana terutama emas dan resin aromatik.
(pal/nwk)