Badan Pusat Statistik (BPS) mengeluarkan laporan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) edisi Februari 2025. Dalam laporannya, disebutkan bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) menurun.
Tahun sebelumnya, TPT menginjak 4,82 persen. Sementara per Februari 2025, TPT sebesar 4,76 persen. Apakah ini pertanda baik bagi pasar tenaga kerja?
Pakar sekaligus dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) Qisha Quarina, SE MSc PhD menafsirkan berbeda. Ia mengatakan penurunan tersebut tak berarti kondisi pasar tenaga kerja benar-benar membaik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Meskipun data menunjukkan tingkat pengangguran terbuka menurun, tetapi jumlah pengangguran secara absolut justru mengalami peningkatan," ucapnya, dikutip dari laman UGM, Selasa (29/7/2025).
Pertumbuhan Jumlah Penduduk Cepat
Meski TPT menurun, Qisha menegaskan jumlah pengangguran bukan berarti tidak akan bertambah. Jumlah pengangguran terlihat menurun lantaran pertumbuhan penduduk Indonesia lebih cepat.
Qisha melihat masih banyak masyarakat yang salah menangkap data BPS tersebut. Menurutnya, isu soal pekerjaan yang layak seharusnya lebih jadi perhatian bersama.
"Masalah utama kita bukan hanya soal ada kerja atau tidak, tetapi juga soal pekerjaan yang layak," katanya.
Konsep Pekerjaan yang Layak
Koordinator Bidang Kajian Microeconomics Dashboard (Micdash) FEB UGM tersebut kemudian menjelaskan bagaimana konsep pekerjaan yang layak (decent job). Ia mengambil konsep dari International Labour Organization (ILO).
Konsep ILO memuat empat pilar kriteria pekerjaan layak, yakni penciptaan lapangan kerja, perlindungan sosial, hak-hak pekerja, dan dialog sosial. Namun, menurut Qisha, empat pilar tersebut masih jadi tantangan di Indonesia.
Dari data Sakernas Februari 2025, disebutkan ada 86,58 juta pekerja di sektor informal. Jumlah tersebut lebih banyak dari pekerja formal, yakni 59,19 juta.
Hal tersebut dikatakan Qisha menjadi sebuah kerentanan tersendiri dalam struktur ketenagakerjaan Indonesia. Pasalnya, data itu menunjukkan bahwa mayoritas pekerja di Indonesia masih belum punya perlindungan hukum.
Masih Rendahnya Kualitas Hubungan Kerja
Ketimbang soal angka pengangguran turun, menurut Qisha penting untuk menyorot kualitas hubungan kerja di Indonesia yang masih rendah. Buktinya, 11,57 juta pekerja memiliki Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), sedangkan 26 juta lainnya tanpa kontrak. Lalu, hanya 16 juta pekerja yang mengandalkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
"Kondisi ini tentunya menjadikan mereka dalam posisi yang sangat rentan. Tanpa adanya jaminan sosial, para pekerja tidak memiliki perlindungan finansial jika menghadapi risiko seperti sakit, kecelakaan kerja, atau pemutusan hubungan kerja", bebernya.
(cyu/twu)