Pakar: Sebelum Konflik Thailand - Kamboja Makin Serius, ASEAN Perlu Mediasi

ADVERTISEMENT

Pakar: Sebelum Konflik Thailand - Kamboja Makin Serius, ASEAN Perlu Mediasi

Novia Aisyah - detikEdu
Minggu, 27 Jul 2025 13:00 WIB
Warga Thailand mengungsi ke tempat perlindungan akibat bentrokan artileri dengan Kamboja. Konflik semakin memanas, gencatan senjata belum tercapai.
Warga perbatasan Thailand-Kamboja mengungsi. Foto: REUTERS/Athit Perawongmetha
Jakarta -

Pertempuran di perbatasan Thailand-Kamboja memunculkan titik-titik konflik baru pada Sabtu (26/7/2025). Lebih dari 100.000 orang mengungsi dalam pertempuran terburuk antara kedua negara tersebut selama 13 tahun, seperti dilaporkan oleh Reuters.

Kedua negara tersebut telah bertikai sejak tewasnya seorang tentara Kamboja pada akhir Mei lalu dalam sebuah pertempuran kecil. Saling serang antara Thailand dan Kamboja itu tentunya turut menjadi sorotan negara-negara ASEAN lainya.

Menurut Dosen Departemen Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr Muhadi Sugiono, saat konflik seperti ini terjadi, yang rusak tidak hanya di perbatasan kedua negara itu saja, melainkan juga keseluruhan ASEAN.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pasalnya, ia memaparkan, ASEAN memiliki upaya-upaya membangun kebersamaan. Terlebih kawasan ini juga sempat disorot sebagai contoh sukses konflik-konflik pada 1960-an tidak lagi terjadi.

ADVERTISEMENT

"ASEAN kan punya kesepakatan untuk menjadikan Asia Tenggara sebagai zone of peace," kata Dr Muhadi kepada detikEdu pada Jumat (25/7/2025), dikutip Sabtu (26/7/2025).

"Kemudian beberapa waktu yang lalu banyak orang mengamati ASEAN sebagai contoh sukses di mana konflik-konflik yang terjadi tahun '60-an itu tidak terjadi lagi, antara Indonesia-Malaysia dan sebagainya. Semuanya berkaitan dengan perbatasan dan oleh karenanya orang tidak lagi akan membayangkan akan ada perang. Nah, ini membalik semua itu kalau terjadi," lanjutnya.

Sebelum Konflik Makin Serius..

Dr Muhadi menilai sebelum konflik antara Thailand dan Kamboja menjadi lebih serius, maka sebaiknya ASEAN segera memediasi keduanya untuk duduk dan bertemu.

"Kalau dulu kan kita (ada) Pak Marty Natalegawa yang melakukan diplomasi," ujarnya.

"Yang menarik bagi saya sekarang adalah Kamboja itu tidak melirik ke ASEAN. Jadi ketika terjadi konflik ini dia minta Dewan Keamanan PBB untuk bertindak, dan bukan ASEAN. Saya tidak tahu ada apa ini. Dan itu kan secara implisit juga mengindikasikan bahwa ASEAN kehilangan pengaruh di situ," imbuhnya.

Ia menyebut, masyarakat di Asia Tenggara mungkin memang sudah lama tidak menyaksikan perang. Namun, ia menilai perang besar tidak akan terjadi.

"Mungkin bagi banyak pengamat ini kemudian akan dilihat sebagai perang yang besar. Saya kira tidak akan terjadi," ungkap Dr Muhadi.

"Ada mekanisme yang cukup solid di Asia Tenggara untuk menyelesaikan itu," ucapnya.

Menurutnya, jika Indonesia ingin membantu penyelesaian konflik antara Thailand dan Kamboja maka perlu lebih dari mendamaikan dalam arti menghentikan konflik bersenjatanya saja. Indonesia juga perlu memfasilitasi agar di lapangan tidak lagi ada saling kecurigaan antara kedua pihak.

"Konteks antara Kamboja dan Thailand sebenarnya juga pernah terjadi dan kita di Indonesia sudah berusaha keras untuk membantu memfasilitasi penyelesaiannya, tapi nampaknya yang dilakukan baru sebatas pada penghentian konflik terbuka, belum sampai ke pemahaman yang lebih baik yang memungkinkan konflik militer itu tidak terjadi," terangnya.

"Oleh karenanya belajar dari pengalaman sebelumnya, Indonesia harus, kalau ingin membantu menyelesaikan itu ya harus tuntas," tutur Dr Muhadi.




(nah/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads