Sebuah ungkapan terkenal menyebutkan bila buku adalah jendela dunia, dan perpustakaan bermakna sebagai rumahnya. Perpustakaan di hidup Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti memiliki makna mendalam.
Menurutnya, perpustakaan menjadi bagian penting dari perjalanan intelektual dan akademiknya. Bahkan sejak ia menjadi seorang mahasiswa hingga kini menduduki takhta tertinggi di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen).
"Pengalaman saya pribadi, kalau boleh menyebut perpustakaan itu adalah bagian dari perjalanan intelektual dan perjalanan akademik saya dari sejak mahasiswa sampai sekarang ini," tutur Mu'ti.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu disampaikan Menteri Mu'ti di acara Gelar Wicara dalam Memperingati Hari Pustakawan Indonesia dan Hari Ulang Tahun ke-52 Ikatan Pustakawan Indonesia di Perpustakaan Nasional RI, Jakarta Pusat, Senin (7/7/2025).
Pustakawan yang Tidak Bersertifikat
Saat berstatus mahasiswa, Mu'ti bercerita bila ia pernah menjadi pengelola perpustakaan desa. Untuk bisa mengklasifikasikan buku, ia belajar tentang sistem Dewey Decimal Classification (DDC).
"Buku-buku yang dikirim pemerintah itu dikelola dan saya adalah pustakawan yang tidak bersertifikat pada waktu itu, berani saja gitu," kenang Mu'ti.
Beranjak ke kehidupannya sata menjadi dosen pada 1993, Mu'ti saat itu ditugaskan di perpustakaan. Momen itu sangat bersejarah baginya, karena ia adalah pegawai yang pertama kali membuka perpustakaan di Fakultas Tarbiyah IAIN Wali Songo, Semarang.
"Dan sampai sekarang, mohon maaf kalau boleh bercerita, sebagian besar isi rumah saya adalah buku," sambungnya.
Ya, perpustakaan juga ada di rumah pribadi Sekretaris Umum (Sekum) PP Muhammadiyah itu. Mu'ti mengaku kini di rumahnya ada sekitar 5 ribu koleksi buku yang disusun dengan sistem DDC.
Istri Ikut Jadi Pustakawan Tak Resmi
Buku bagi Menteri Mu'ti bukan benda mati semata, melainkan sebuah gerbang agar seseorang bisa tetap berkembang dengan ilmu. Saking tak terpisahkan hidupnya dengan buku, buku juga kerap jadi alasan ia bersitegang dengan sang istri, Masmidah.
"Kadang-kadang saya agak bersitegang dengan istri (tentang) di mana lagi saya taruh buku," urainya.
Ketika kunjungan ke luar negeri, Mu'ti suka menyempatkan diri untuk mengunjungi toko buku. Kegiatan ini ternyata mampu membuat sang istri khawatir karena buku yang dibeli terlalu banyak.
"Terakhir saya ke Inggris, ke (toko buku) Waterstones di London. Itu sedang banyak sekali buku-buku tentang Artificial Intelligence, buku AI itu hampir satu lantai. Saya kemudian ambil-ambi begitu, sudah ngambil mau bayar," ungkap Mu'ti.
"Bukan persoalan bayarnya berapa, tapi saya membayangkan wajah istri saya, karena tidak tahu lagi harus ditaruh di mana," sambungnya tertawa.
Pentingnya perpustakaan dan buku membuat Kemendikdasmen menetapkan 7 Juli sebagai Hari Pustakawan Indonesia. Momentum ini menjadi bagian dari kebangkitan bangsa Indonesia yang terus berusaha untuk meningkatkan minat baca dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan koleksi kepustakaan menjadi sumbernya.
Walaupun sering bersitegang tentang buku, Mu'ti menyebut istrinya diam-diam menjadi pustakawan tidak resmi. Di mana ia bisa mengetahui lokasi buku bila Mu'ti tiba-tiba membutuhkan.
"Kalau saya sedang menulis makalah, kemudian saya ingat judul bukunya tetapi seringkali lupa detail penerbitnya. Saya minta tolong dicarikan. Jadi, diam-diam istri saya juga menjadi pustakawan tidak resmi di rumah saya," kata Mu'ti.
Di kesempatan itu, Mu'ti juga mengucapkan terima kasih kepada istrinya. Terutama karena sudah menerima buku yang selalu Mu'ti bawa dan menjadi pustakawan tak resmi jika dibutuhkan.
"Terima kasih kepada istri saya yang walaupun kadang-kadang agak bingung harus menaruh di mana buku-buku yang selalu saya bawa itu," tandasnya.
(det/pal)