Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sampaikan prediksi musim kemarau di Indonesia yang dipastikan mundur dari jadwal. Tak hanya mundur, durasinya diperkirakan akan lebih pendek dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menjelaskan, masa peralihan dari musim hujan ke musim kemarau seharusnya terjadi selama periode April hingga Mei 2025. Dengan kata lain, di bulan Juni mayoritas wilayah RI seharusnya sudah masuk musim kemarau.
Hal itu juga tertera dalam kalender klimatologis BMKG, di mana kemarau seharusnya telah dimulai di banyak daerah pada periode ini. Namun, kenyataan iklim berbeda dengan data.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pantauan BMKG hingga awal Juni, baru sekitar 19% zona musim di Indonesia yang telah memasuki musim kemarau. Sebagian besar wilayah lainnya, masih berada dalam kategori hujan.
Dengan begitu, musim kemarau di Indonesia pada 2025 dinyatakan mengalami kemunduran.
"Kemunduran awal musim kemarau tahun ini terutama disebabkan oleh kondisi curah hujan yang lebih tinggi dari biasanya (atas normal) selama periode April hingga Mei 2025," ujarnya dikutip dari rilis yang diterima detikEdu, Sabtu (21/6/2025).
Ada Anomali Curah Hujan
Pada Maret 2025 lalu, BMKG merilis perkiraan iklim bulanan. Dalam prediksti tersebut, BMKG menyebut ada peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia bagian selatan.
Sehingga wilayah tersebut belum bisa bertransisi ke musim kemarau sebagaimana biasanya. Wilayah yang dimaksud seperti Sumatera bagian selatan, Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Dwikorita menyebut, keadaan ini adalah anomali curah hujan di atas normal, yang juga jadi dasar BMKG dalam memprediksi mundurnya musim kemarau.
"Prediksi musim dan bulanan yang kami rilis sejak Maret lalu menunjukkan adanya anomali curah hujan yang diatas normal di wilayah-wilayah tersebut, dan ini menjadi dasar utama dalam memprediksi mundurnya musim kemarau tahun ini," ungkap Dwikorita.
Berdurasi Lebih Pendek
Meski belum sepenuhnya beralih, BMKG menyebutkan sifat hujan di berbagai wilayah RI pada Dasarian I (sepuluh hari pertama) Juni 2025 mulai menunjukkan tanda-tanda pergeseran ke kemarau. Hal ini terlihat dari analisis BMKG terhadap curah hujan, yang hasilnya:
- Sebanyak 72 persen wilayah berada dalam kategori Normal
- Sebanyak 23 persen dalam kategori Bawa Normal (lebih kering dari biasanya)
- Sekitar 5 persen wilayah mengalami curah hujan Atas Normal.
"Ini berarti bahwa tren pengurangan curah hujan mulai dirasakan di sebagian besar wilayah Indonesia, meskipun secara spasial belum merata," tutur Dwikorita.
Sebagian besar wilayah Sumatera dan Kalimantan menjadi lokasi yang mengalami curah hujan lebih rendah dari normal. Sehingga, awal musim kemarau lebih cepat terjadi di sana.
Dengan membandingkan keadaan curah hujan di wilayah tersebut dengan wilayah Indonesia bagian selatan, BMKG menarik kesimpulan bila transisi musim kemarau 2025 tidak berlangsung seragam.
BMKG juga sudah mengeluarkan prediksi cuaca bulanan terbaru. Hasilnya, kondisi curah hujan kategori Atas Normal masih akan berlanjut di sebagian wilayah hingga bulan Oktober 2025.
Oleh karena itu, BMKG menegaskan bahwa musim kemarau 2025 akan memiliki durasi yang lebih pendek dibanding tahun sebelumnya, ditambah dengan sifat hujan di atas normal.
Untuk itu, Dwikorita menekankan informasi dan analisis ini harus menjadi landasan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah. Terutama dalam menyusun kebijakan dan strategi adaptasi di berbagai sektor.
"Mulai dari pertanian, pengelolaan sumber daya air, hingga penanggulangan bencana," urainya.
Ia juga menegaskan meski berjalan mundur dengan durasi pendek, musim kemarau 2025 tetaplah sebuah tantangan sekaligus peluang. Terutama untuk menguji kemampuan adaptasi nasional terhadap dinamika iklim yang semakin kompleks.
"BMKG akan terus berkomitmen mendampingi masyarakat dan pemangku kepentingan dalam membaca perubahan cuaca dan iklim dengan lebih presisi, agar setiap langkah ke depan bisa lebih bijak dan berbasis data," pungkasnya.
(det/faz)