Pakar Duga Ini Sebab Jatuhnya Boeing 787-Dreamliner Air India

ADVERTISEMENT

Pakar Duga Ini Sebab Jatuhnya Boeing 787-Dreamliner Air India

Novia Aisyah - detikEdu
Jumat, 13 Jun 2025 11:30 WIB
Wreckage of a Boeing 787 Dreamliner lies at the site, showing part of its registration
PEnampakan Boeing 787-Dreamliner Air India yang jatuh di permukiman. Foto: REUTERS/Amit Dave
Jakarta -

Pesawat Boeing 787-Dreamliner yang dimiliki maskapai Air India jatuh tak lama setelah lepas landas di Kota Ahmedabad, India. Pesawat berusia 12 tahun ini berangkat dari kota tersebut pada 13.38 waktu setempat.

Kemungkinan penyebabnya disebut-sebut dapat mencakup perubahan angin yang cepat yang menyebabkan mesin mati atau burung menabrak kedua mesin.

Petugas dari Biro Investigasi Kecelakaan Pesawat India kini tengah melakukan analisis mengenai kecelakaan ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Letnan Kolonel John R Davidson, mantan pilot Angkatan Udara AS dan konsultan keselamatan penerbangan komersial, mengatakan pesawat tersebut tampaknya telah mencapai kecepatan lepas landas, tetapi belum mencapai ketinggian menurut data penerbangan. Ini menunjukkan rotasi yang sangat lambat atau mati sesaat setelah lepas landas.

"Ada sejumlah kemungkinan skenario: masalah daya dorong atau kinerja mesin, berat pesawat yang berlebihan, konfigurasi trim atau flap yang buruk, atau kegagalan yang lebih kritis yang memengaruhi kemampuan pesawat untuk menanjak," jelasnya, dikutip dari Daily Mail pada Jumat (13/6/2025).

ADVERTISEMENT

"Cuaca, pergeseran angin, atau bahkan tabrakan burung juga tidak dapat dikesampingkan pada tahap awal ini," jelasnya.

Mantan pilot senior, Kapten Saurabh Bhatnagar mengatakan kepada NDTV, rekaman yang beredar memperlihatkan penurunan pesawat yang mengerikan itu tampak seperti kasus beberapa kali tertabrak burung yang menyebabkan kedua mesin kehilangan tenaga.

"Lepas landasnya sempurna," katanya.

"Dan, saya yakin, sebelum roda pendaratan dinaikkan, pesawat mulai turun, yang hanya dapat terjadi jika mesin kehilangan tenaga atau pesawat berhenti menghasilkan daya angkat," terangnya.

Kembali ke Davidson, ia menjelaskan pembacaan ketinggian rendah dan kecepatan tinggi pada saat terakhir mungkin mengindikasikan lintasan hidung pesawat yang curam atau kejadian stall tepat setelah lepas landas.

"Hal ini konsisten dengan kecelakaan seperti Penerbangan Spanair 5022 dan Penerbangan Flydubai 981, di mana faktor mekanis atau lingkungan, dikombinasikan dengan kinerja daya angkat yang terganggu, menyebabkan hilangnya kendali selama atau tepat setelah lepas landas," bebernya.

Davidson menggarisbawahi, data penerbangan saja tidak cukup untuk menentukan kesalahan yang terjadi. Namun, data ini menunjukkan adanya masalah saat pesawat mengudara.

"Data tersebut memberi tahu kita bahwa pesawat ini tidak pernah benar-benar mengudara dengan cara yang serius," ungkapnya.

"Apa pun yang terjadi, itu terjadi dengan cepat, dan tepat pada fase penerbangan yang paling kritis," imbuhnya.

Apa Kata Pakar Aviasi?

Dalam forum pilot, para pakar penerbangan mengatakan dalam tragedi ini kedengarannya seperti Turbin Udara Ram (RAT) pesawat, turbin angin darurat telah digunakan sesaat sebelum kecelakaan.

Catatan data yang direkam pada interval 30 detik menunjukkan pesawat tetap di darat atau meluncur perlahan selama lebih dari empat menit setelah pertama kali terdaftar pada pelacak publik.

Data pelacakan penerbangan awal dari flightradar24 mengungkapkan pesawat mencapai ketinggian hanya 625 kaki setelah lepas landas. Ketinggian ini jauh di bawah standar untuk pesawat komersial beberapa menit setelah lepas landas.

Direktorat Jenderal Penerbangan Sipil India mengatakan pesawat mengirimkan panggilan mayday beberapa saat sebelum tragedi itu terjadi.

Profesor Universitas Reading: Tidak Ada Cuaca Buruk Saat Berangkat

Profesor Ilmu Atmosfer Universitas Reading, Prof Paul Williams, mengamati pada saat keberangkatan, kondisi cuaca di bandara tampaknya sangat baik. Menurutnya jarak pandang juga bagus, ada angin sepoi-sepoi dari barat, dan tidak ada cuaca buruk di sekitarnya.

"Saat itu cuaca sedang kering dan cerah di Ahmedabad, dengan suhu mendekati 40Β°C," ujarnya.

"Tidak ada indikasi pada tahap ini bahwa turbulensi atau kondisi cuaca lainnya menjadi faktor dalam kecelakaan itu," imbuhnya.

Ketua Keselamatan Lloyd's Register, Universitas York, Prof John McDermid menilai kecelakaan ini mengejutkan lantaran terjadi bahkan sebelum pesawat mencapai ketinggian 200 meter.

"Pilot dapat membatalkan lepas landas hingga cukup lama dalam putaran lepas landas, jadi tampaknya masalah tersebut terjadi sangat tiba-tiba di bagian akhir putaran lepas landas, atau segera setelah lepas landas, dan cukup serius hingga tidak dapat ditangani," paparnya.

Ia menyebut kejadian ini mengejutkan, mengingat tingkat redundansi dalam sistem dengan fakta pesawat ini dirancang untuk lepas landas hanya dengan satu mesin dan sebagainya dalam pandangan pertama.




(nah/twu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads