Kenapa Banyak Keturunan Maluku di Belanda? Termasuk Ada di Timnas Indonesia

ADVERTISEMENT

Kenapa Banyak Keturunan Maluku di Belanda? Termasuk Ada di Timnas Indonesia

Fahri Zulfikar - detikEdu
Rabu, 04 Jun 2025 18:30 WIB
Pesepak bola Shayne Pattynama berpose dengan bendera Merah Putih usai pembacaan sumpah menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) di Jakarta, Selasa (24/1/2023). Atlet berdarah Maluku yang kini bermain di klub di Liga Norwegia, Viking FK tersebut diharapkan PSSI dapat menjadi andalan baru Timnas Indonesia dalam Piala Asia 2023. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.
Foto: ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA/Shayne Pattynama, pemain Timnas Indonesia berdarah Maluku
Jakarta -

Tim Nasional (Timnas) sepak bola Indonesia kini banyak yang memiliki keturunan Maluku-Belanda. Mereka sejak kecil tinggal di Belanda, tapi nenek moyang mereka berasal dari Maluku. Lantas kenapa banyak keturunan Maluku di Belanda?

Pemain-pemain Timnas Indonesia yang memiliki darah Maluku yakni Ragnar Oratmangoen, Shayne Pattynama, Eliano Reijnders Lekatompessy, Kevin Diks Bakarbessy, dan Joey Pelupessy. Selain itu, ada asisten pelatih Timnas, Denny Landzaat dan pencari bakat Simon Tahamata, yang juga berdarah Maluku.

Banyaknya orang Belanda yang memiliki keturunan Maluku berkaitan dengan sejarah pascakolonialisme di Indonesia. Tak lama setelah Indonesia merdeka, faktor politis membuat banyak orang-orang Maluku terpaksa harus migrasi ke Belanda.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Latar Belakang Migrasi Orang-orang Maluku ke Belanda

Setelah masa penjajahan, Belanda belum sepenuhnya angkat kaki dari Indonesia. Tentara kolonial Belanda yakni KNIL (Koninklijk Nederlands-Indisch Leger) masih tersebar di berbagai daerah termasuk di Ambon.

Ada banyak orang keturunan Maluku yang bergabung dengan KNIL. Namun, pada 1950, saat Republik Indonesia Serikat (RIS) berdiri, KNIL dibubarkan.

ADVERTISEMENT

Kondisi membuat prajurit KNIL yang berasal dari Maluku diberi dua pilihan yakni bergabung dengan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) atau didemobilisasi (dibebaskan dari tugas militer), sebagaimana dijelaskan dalam jurnal International Review of Humanities Studies: Vol 8: No 2, Article 13, Mei 2023 karya Indira Ismail dan Dhita Hapsarani.

Dalam peraturan KNIL, demobilisasi berarti memiliki kebebasan untuk memilih untuk tetap tinggal di daerah mana pun yang diinginkan setelah dibebaskan dari tugas militer. Demobilisasi juga dapat berarti 'kembali ke tempat asal'.

Akhirnya, beberapa prajurit ada yang bergabung dengan KNIL, sedangkan yang lainnya enggan bergabung. Alasannya karena APRIS pernah menjadi lawan mereka saat menjadi prajurit KNIL.

Mantan prajurit KNIL yang tidak bergabung dengan APRIS tidak diperbolehkan kembali ke Maluku. Hal ini karena pada momen yang sama, Republik Maluku Selatan (RMS) memproklamasikan kemerdekaannya.

Pemerintah RIS khawatir mereka akan bersatu dan memperkuat gerakan RMS. Nasib mantan prajurit KNIL ini, kemudian menjadi perundingan antara Pemerintah Indonesia dan Belanda.

"Upaya demobilisasi para mantan prajurit KNIL ke daerah-daerah di Jawa juga tidak dapat diterima. Karena alasan inilah pemerintah Belanda kemudian memberikan mereka status sementara KL (Koninklijke Landmacht), yaitu Tentara Kerajaan Belanda. Artinya, mereka masih terikat dengan dinas militer," tulis Indira dan Dhita, dikutip dari scholarhub.ui.ac.id.

Migrasi Orang-orang Maluku ke Belanda sejak 1951

Pasukan Belanda termasuk KNIL, harus mulai angkat kaki dari Indonesia pada April 1951. Ini membuat pemerintah Belanda mengusulkan kepada RIS untuk membawa para mantan prajurit KNIL beserta keluarga mereka ke Belanda.

Ada 12.500 orang Maluku, terdiri dari 4.000 mantan tentara KNIL (Royal Dutch Indische Leger) disertai 8.500 anggota keluarga mereka. Mereka dijanjikan masa tinggal mereka di Belanda hanya sementara sambil menunggu perkembangan politik selanjutnya.

Pada 21 Maret 1951, kapal pertama bernama Kota Inten, yang membawa orang-orang Maluku tiba di Pelabuhan Rotterdam, Belanda. Tak lama berselang, sepuluh kapal lainnya mengikuti keberangkatan ke Belanda.

Setiba di Belanda, orang-orang Maluku kemudian dibawa dari Amersfoort ke berbagai daerah, menyebar ke seluruh Belanda di lokasi-lokasi terpencil yang terisolasi dari wilayah penduduk Komunitas Belanda.

Permukiman terbesar orang Maluku di Belanda berada di bekas Schattenberg, kamp konsentrasi di Drenthe, dan kamp konsentrasi Lunetten di Brabantse Vught, dengan sekitar 3.000 orang di setiap pemukiman. Sisanya ditempatkan di pemukiman yang berbeda yang tersebar di seluruh Belanda.

Setelah itu berangsur-angsur masalah menerpa imigran Maluku. Mereka harus menelan pil pahit tidak bisa kembali ke Tanah Air karena perundingan yang buntu.

Sampai pada 1970, mereka akhirnya beradaptasi dengan kehidupan di Eropa, dengan iklim, makanan, dan bahasa yang berbeda dengan Maluku. Generasi pertama imigran Maluku hidup dengan tidak layak, dengan tinggal di rumah kayu kecil berukuran 6x3 meter persegi.

Generasi kedua dan ketiga, berangsur mulai memiliki keturunan yang lahir di Belanda. Anak-anak yang lahir memiliki orang tua atau kakek-nenek yang berdarah Maluku.

Kini, sudah sekitar 74 tahun sejak orang-orang Maluku tiba ke Belanda. Mereka telah melahirkan keturunan berdarah Maluku yang tinggal di Belanda.

Orang-orang Maluku itu, kini banyak yang sudah bisa kembali ke Tanah Air. Banyak di antaranya, telah membela Timnas sepak bola Indonesia.




(faz/nah)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads