Jepang menjajah wilayah di Indonesia hanya sekitar tiga tahun dari 1942 sampai 1945. Namun, kenapa bisa begitu cepat menguasai banyak wilayah di Indonesia?
Pada 11 Januari 1942, Jepang mendarat pertama kali di wilayah Indonesia tepatnya di Tarakan, yang kini masuk Kalimantan Timur. Tak lama kemudian, serbuan Jepang membuat wilayah tersebut dikuasai secara militer.
Setelah itu, wilayah lain juga berhasil dikuasai, mulai dari Kota Balikpapan (24 Januari 1942), Pontianak (29 Januari 1942), Samarinda (3 Februari 1942), Banjarmasin (10 Februari 1942), lalu Ambon (4 Februari 1942), Palembang (16 Februari 1942), Teluk Banten, Eretan Wetan, dan Kragen (28 Februari 1942), demikian dilansir Modul Sejarah Kelas XI oleh Irma Samrotul.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Serbuan Jepang dan penguasaan atas beberapa wilayah membuat Belanda yang tengah menduduki Indonesia, menjadi terancam. Sampai akhirnya, pihak Belanda melalui Gubernur Jenderal A.W.L.Tjarda van Starkenborgh Stachouwer mengaku menyerah tanpa syarat kepada Jepang lewat perjanjian Kalijati pada 8 Maret 1942.
Sejak itu Indonesia penjajahan Belanda berakhir, dan dimulailah pendudukan Jepang. Namun, bagaimana cara Jepang bisa menguasai berbagai wilayah Indonesia dengan cepat?
Cara Jepang Menguasai Indonesia pada Zaman Penjajahan
1. Melakukan Penyerbuan atau Serangan Militer
Kedatangan Jepang di wilayah Kalimantan Timur dan Indonesia bagian timur, dilakukan dengan penyerangan militer. Jepang ingin menguasai wilayah tersebut karena alasan sumber daya dan minyak bumi.
Jepang dikenal memiliki militer yang kuat, bahkan berhasil menghancurkan pangkalan militer Amerika Serikat di Pearl Harbour, Hawaii, pada Desember 1941. Langkah ini yang kemudian membuat Jepang percaya diri untuk melakukan ekspansi ke wilayah Asia Pasifik lain, termasuk Indonesia.
2. Membangun Narasi Kebebasan Bangsa Asia dari Kolonialisme Barat
Berbeda dengan Belanda, Jepang memulai pendudukannya di Pulau Jawa dengan pendekatan yang lebih simpatik. Jepang membangun narasi yang seolah-olah memberikan pencerahan akan kebebasan Indonesia dari kolonialisme Barat, demikian menurut Maman S Mahayana dalam jurnal tahun 2013 yang berjudul "Japanese Occupation Government Policy in Indonesia on Culture and Literature: A Case Study of Asia Raja Newspaper (1942-1945)".
Selain itu, Jepang juga melakukan upaya untuk mendapatkan dukungan dari para pemimpin nasionalis dan Islam. Ini dilakukan agar kebijakan pemerintahan militer diterima posisinya oleh Indonesia.
Pendekatan-pendekatan ini membuat masyarakat belum bisa menentukan apakah mereka pro atau kontra terhadap kedatangan Jepang. Mereka masih penasaran bagaimana mereka akan menjalankan pemerintahan di Indonesia.
3. Gerakan Propaganda
Jepang menerapkan Gerakan "Triple A". Semboyannya yaitu "Jepang sebagai Pemimpin, Jepang sebagai Pelindung, dan Jepang sebagai Penerang atau Cahaya Asia".
Untuk melancarkan gerakan ini, Jepang mengundang para perwira propaganda yang tergabung dalam Kelompok Propaganda (Sendenhan) yang terdiri dari 11 perwira militer, 100 perwira sipil, dan 87 perwira dinas militer.
Gerakan ini juga bertujuan agar bangsa tidak hanya menerima tetapi juga mendukung kebijakan pemerintah di wilayah jajahan dengan memberikan apa saja. Mulai dari harta benda dan sumber daya manusia kepada kolonial Jepang, dalam menghadapi perang melawan negara-negara sekutu pada perang Pasifik.
Pada akhirnya, kebijakan Jepang yang berfluktuasi sesuai dengan keadaan darurat perang, membuat Hindia Timur atau Indonesia melayani kebutuhan perang Jepang. Di sisi lain, para pemimpin nasionalis Indonesia merasa mampu menukar dukungan mereka dengan konsesi politik.
4. Menjanjikan Kemerdekaan
Pada akhir 1944, perdana menteri Jepang mengumumkan niatnya untuk mempersiapkan Hindia Timur untuk pemerintahan sendiri. Janji ini berisikan bahwa jika Indonesia terus mendukung Jepang dalam perang Pasifik, maka suatu saat Indonesia akan diberi kemerdekaan.
(faz/pal)