Tradisi Idul Fitri di Indonesia semakin istimewa karena ada beberapa istilah khas pada momen ini. Kita mengenal istilah mudik, Lebaran, hingga halalbihalal.
Nah, apakah detikers mengetahui asal usul istilah-istilah tersebut? Jika belum tahu, yuk simak ulasannya!
Asal Usul Istilah dalam Idul Fitri
1. Mudik
Istilah mudik di Indonesia muncul pada 1970-an, menurut situs Kementerian Perhubungan, seperti dikutip dari RRI. Bagi masyarakat Jawa, istilah mudik berasal dari kata Jawa ngoko yaitu mulih dilik yang berarti pulang sebentar setelah merantau.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada waktu itu banyak masyarakat dari Pulau Jawa dan wilayah lain bekerja di Jakarta. Lantas mereka menjadikan momen lebaran untuk pulang kampung dan menjalin silaturahmi. Maka dari itulah istilah mudik eksis hingga sekarang.
Sementara, dikutip dari situs resmi Universitas Gadjah Mada (UGM), mudik diambil dari bahasa Melayu udik yang berarti hulu atau ujung.
Pasalnya, masyarakat Melayu yang tinggal di hulu sungai pada zaman dahulu sering pergi ke hilir sungai menggunakan perahu atau biduk. Setelah selesai urusannya, mereka kembali ke hulu pada sore harinya.
"Berasal dari bahasa Melayu, udik. Konteksnya pergi ke muara dan kemudian pulang kampung. Saat orang mulai merantau karena ada pertumbuhan di kota, kata mudik mulai dikenal dan dipertahankan hingga sekarang saat mereka kembali ke kampungnya," jelas Antropolog UGM, Prof Heddy Shri Ahimsa-Putra pada 2022 lalu.
Prof Heddy menerangkan, istilah mudik dikenal luas pada 1970-an setelah Orde Baru melakukan pembangunan pusat pertumbuhan di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan.
Orang melakukan urbanisasi untuk menetap dan mencari pekerjaan.
"Karena kita di Indonesia masyarakat muslim yang paling banyak maka Lebaran Idul Fitri jadi pilihan. Berbeda di Amerika dan Eropa, warganya banyak pulang kampung saat perayaan Thanksgiving atau perayaan Natal. Sementara di kita ya Idul Fitri," ungkap Prof Heddy.
2. Lebaran
Istilah lebaran sebenarnya sudah dituturkan sejak zaman dahulu. Walau demikian, istilah ini sebenarnya tak terbatas di kalangan umat muslim.
Sebagaimana dijelaskan oleh Prof Endang Aminudin Aziz saat masih menjabat sebagai Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek (sekarang Kepala Perpustakaan Nasional RI), kata Lebaran mengalami penyempitan sehingga merujuk pada selesainya puasa Ramadan selama 29-30 hari.
Ia menjelaskan ada berbagai versi tentang asal-usul kata lebaran, salah satunya dari bahasa Kawi yang berkembang di Jawa. Dalam bahasa Kawi, lebaran artinya tuntas atau selesai.
Makna tersebut memiliki kaitan dengan kebiasaan orang Hindu setelah melakukan Upawasa. Tradisi tersebut merupakan akar dari kata puasa dalam bahasa Indonesia yang mengalami perubahan morfologis.
"Upawasa dikaitkan dengan menahan lapar-haus sesuai tradisi Hindu. Di Islam ada kebiasaan serupa yang disebut shaum atau puasa," terang Prof Endang pada 2022 lalu, dikutip dari arsip detikEdu.
Pada tradisi Hindu, Upawasa diakhiri perayaan yang melambangkan selesainya tugas atau niat dalam melaksanakan tradisi tersebut. Ini yang kemudian disebut sebagai lebaran.
Prof Endang juga mengatakan asal usul istilah lebaran berasal dari bahasa daerah lainnya. Misalnya, kata tersebut ditarik dari kata dalam bahasa Jawa kuno yang artinya tuntas atau tidak ada tuntutan.
"Dari bahasa Sunda yang artinya selesai. Ada juga lebur yang artinya hancur. Merujuk pada hancurnya dosa-dosa setelah puasa," ujar Prof Endang.
3. Halalbihalal
Ada sejumlah versi untuk asal usul istilah halalbihalal. Istilah itu berasal dari kata halal behalal dan masuk dalam kamus Jawa-Belanda karya Dr Th Pigeaud 1938.
Berdasarkan arsip Direktorat SMP Kemdikbud, dalam kamus tersebut halal behalal berarti salam (datang, pergi), untuk (saling memaafkan di waktu Lebaran).
Istilah tersebut bermula dari pedagang martabak dari India di Taman Sriwedari, Solo sekitar 1935-1936. Saat itu martabak termasuk makanan baru untuk penduduk Indonesia.
Pedagang martabak itu dibantu dengan asisten pribuminya mempromosikan dagangan dengan kata -kata "martabak Malabar, halal bin halal, halal bin halal".
Sejak itu istilah halal behalal mulai populer di masyarakat Solo.
Masyarakat kemudian memakai istilah tersebut untuk sebutan pergi ke Sriwedari pada hari lebaran atau silaturahmi pada hari Lebaran. Kegiatan halalbihalal pun berkembang jadi acara silaturahmi saling bermaafan saat Lebaran.
(nah/nwk)