Tak Lagi Abadi, Es di Puncak Jayawijaya Diprediksi Punah pada 2026

ADVERTISEMENT

Tak Lagi Abadi, Es di Puncak Jayawijaya Diprediksi Punah pada 2026

Nikita Rosa - detikEdu
Senin, 24 Mar 2025 14:00 WIB
Puncak Jayawijaya (Carstensz Pyramid)
Puncak Jayawijaya. (Foto: Situs Satpol PP Provinsi Papua)
Jakarta -

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi 'es abadi' di Puncak Jayawijaya, Papua, akan lenyap tahun 2026. Fenomena ini dipicu oleh perubahan iklim yang semakin marak.

KepalaBMKG,DwikoritaKarnawati, mengatakan jikamencairnya es ini juga terjadi di Pegunungan Himalaya. Wilayah pegunungan itu diketahui membentang luas di negara Pakistan, Bhutan, India, Nepal, dan China. Adapun Himalaya merupakan rumah dari puncak tertinggi di dunia, Gunung Everest.

Lebih lanjut, perubahan iklim ini diakibatkan oleh kenaikan gas rumah kaca dari terbukanya hutan. Dwikorita menjelaskan jika hutan-hutan yang terbuka ini melepaskan karbon dioksida

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hutan-hutannya sudah mulai terbuka di Papua. Tapi kalau sudah mulai terbuka, maka karbon dioksida itu juga semakin melompat dan itu akan meningkatkan lompatan suhu udara permukaan," jelas Dwikorita dalam Webinar Refleksi Banjir JABODETABEK: Strategi Tata Ruang dan Mitigasi Cuaca Ekstrem disiarkan via Youtube Info BMKG pada Senin (24/3/2025).

"Riset yang dilakukan BMKG oleh Tim Klimatologi memprediksi di tahun 2026 dikhawatirkan es ini sudah punah," tegasnya.

ADVERTISEMENT

Cairnya Es Abadi PuncakJayawijaya dari Masa ke Masa

Sejak tahun 2010, BMKG bekerja sama dengan PT Freeport Indonesia sudah mulai memantau cairnya es abadi Puncak Jayawijaya. Tim memasang stake berupa potongan pipa yang disambung dengan tali, lalu dimonitor secara berkala.

Pada 2010 ketebalan es awalnya 32 meter, lalu menjadi 5,6 meter pada November 2015-Mei 2016. Beberapa potongan pipa telah muncul ke permukaan, menandakan luasan dan ketebalan es yang sudah hilang.

Kemudian pada 2010 hingga 2017 monitoring dilakukan langsung hingga Puncak Sudirman. Namun, setelah 2017 monitoring hanya dilakukan secara visual melalui udara menggunakan flyover, sebab akses ke Puncak Sudirman sudah tidak memungkinkan.

BMKG kembali melakukan monitoring gletser di Puncak Sudirman pada 11-15 November 2024. Hasilnya, luasan es menyusut menjadi 0,11-0,16 kilometer persegi pada 2024 dari yang semula 0,23 kilometer persegi pada 2022.




(nir/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads