Studi: Penyebaran Pengetahuan pada Abad Pertengahan Banyak Dilakukan Perempuan

ADVERTISEMENT

Studi: Penyebaran Pengetahuan pada Abad Pertengahan Banyak Dilakukan Perempuan

Novia Aisyah - detikEdu
Minggu, 16 Mar 2025 19:00 WIB
Kolofon ditulis oleh seorang juru tulis wanita bernama pada abad ke-15
Kolofon ditulis oleh seorang juru tulis wanita bernama pada abad ke-15. Foto: Γ…slaug Ommundsen et al/Nature
Jakarta -

Sebuah penelitian terbaru mengungkapkan fakta yang menarik mengenai peran perempuan dalam penyebaran pengetahuan pada abad pertengahan. Penelitian tersebut mengungkap juru tulis perempuan memainkan peran yang jauh lebih signifikan dalam produksi buku pada abad pertengahan, daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Para peneliti dari Universitas Bergen di Norwegia telah melakukan analisis skala besar pertama terhadap naskah-naskah abad pertengahan untuk mengukur peran perempuan dalam pekerjaan juru tulis. Mereka memeriksa lebih dari 23.000 kolofon, catatan singkat yang terkadang ditinggalkan juru tulis di akhir naskah. Mereka menemukan setidaknya 1,1% dari teks-teks ini disalin oleh perempuan.

Meskipun jumlah ini mungkin tampak kecil, jumlah tersebut setara dengan sekitar 110.000 manuskrip yang diproduksi oleh juru tulis perempuan di seluruh wilayah Latin Barat (Italia, Galia, Hispania, Afrika Utara, Balkan utara, wilayah di Eropa Tengah, dan Kepulauan Inggris), dengan sekitar 8.000 yang masih bertahan hingga saat ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ini adalah perkiraan konservatif, menurut para peneliti yang dipimpin oleh Aslaug Ommundsen. Jumlah sebenarnya bisa jauh lebih tinggi.

Fakta Diungkap Melalui Kolofon

Penelitian ini mengandalkan katalog besar kolofon yang disusun oleh para biarawan Benediktin pada pertengahan abad ke-20. Kolofon sering kali menyertakan nama juru tulis, tanggal dan tempat produksi, dan terkadang bahkan refleksi pribadi.

ADVERTISEMENT

Bagi juru tulis perempuan, identifikasi dimungkinkan ketika mereka menandatangani nama mereka atau menggunakan istilah feminin seperti scriptrix (juru tulis perempuan) atau soror (suster).

Salah satu kolofon tersebut ditulis pada abad ke-15 oleh seorang biarawati bernama Birgitta. Bunyinya: "Saya, putri Birgitta Sigfus, biarawati di biara Munkeliv di Bergen, menulis mazmur ini dengan inisial, meskipun tidak sebaik yang seharusnya. Berdoalah untuk saya, seorang pendosa."

Sebagian besar juru tulis perempuan tetap anonim. Banyak yang mungkin bekerja di biara atau workshop awam. Kontribusi mereka dibayangi oleh lembaga yang didominasi laki-laki saat itu.

Beberapa bahkan mungkin menyembunyikan jenis kelamin mereka, menandatangani pekerjaan mereka dengan nama laki-laki atau netral gender untuk menghindari pengawasan, seperti dikutip dari ZME Science.

Para peneliti menemukan bukti juru tulis perempuan sejak abad ke-9 hingga abad ke-16. Menariknya, jumlah kolofon yang ditulis oleh perempuan melonjak sekitar tahun 1400.

Tren tersebut bertepatan dengan peningkatan manuskrip vernakular, buku yang ditulis dalam bahasa lokal daripada bahasa Latin.

Juru Tulis Perempuan Hidup Lebih Keras dari Rekan Laki-lakinya

Perempuan mungkin menemukan lebih banyak kesempatan untuk berpartisipasi dalam pekerjaan juru tulis karena permintaan akan teks non-Latin yang mudah diakses meningkat. Kebutuhan mengalahkan prasangka.

Namun, bahkan pada puncaknya, juru tulis perempuan tetap merupakan sebagian kecil dari keseluruhan produksi manuskrip. Studi tersebut memperkirakan perempuan menyalin lebih dari 1% manuskrip abad pertengahan, meskipun lebih banyak lagi yang mungkin ditulis oleh nama samaran laki-laki.

Naskah dari lembaga keagamaan perempuan sering kali kurang mampu bertahan dari pergolakan Reformasi dan pembubaran biara, yang merupakan hal lain yang perlu dipertimbangkan, tulis para peneliti dalam studi mereka yang muncul di Nature's Humanities and Social Sciences Communications.

Menurut ahli media asal Wales, Elaine Treharne, sebagian besar naskah abad pertengahan ditulis secara anonim dan tidak ditandatangani. Karya Treharne dalam proyek digital Medieval Networks of Memory telah menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pendidikan, pelatihan, pendanaan, dan sumber daya yang diterima oleh juru tulis perempuan dibandingkan dengan juru tulis laki-laki.

Juru tulis perempuan pada periode abad pertengahan hidup dalam kondisi yang jauh lebih keras daripada rekan-rekan laki-laki mereka dan harus puas dengan lebih sedikit fasilitas mulai dari pelatihan, makanan, hingga pendanaan.

Salah satu penemuan mengejutkan dari seorang juru tulis perempuan Abad Pertengahan terjadi pada 2019. Para ilmuwan menemukan banyak partikel biru laut di plak gigi seorang wanita yang dimakamkan pada abad ke-11 atau ke-12 di sebuah biara Jerman.

Pigmen biru cemerlang itu bernilai lebih dari emas. Pigmen itu dibuat dari mineral lapis lazuli, yang pada saat itu hanya ditambang di daerah terpencil Afghanistan.

"Kami bertanya-tanya bagaimana mungkin seorang perempuan pada masa awal ini, di lokasi terpencil, bersentuhan dengan mineral yang sangat mahal ini," kata Christina Warinner, seorang arkeolog molekuler di Universitas Harvard dan Institut Max Planck untuk Ilmu Sejarah Manusia.

Mereka menjelaskan perempuan itu adalah seorang juru tulis yang menggunakan pigmen itu untuk mengilustrasikan manuskrip suci.

"Meskipun jumlah juru tulis wanita yang dapat diverifikasi rendah, pada saat yang sama penelitian kami menunjukkan pasti ada beberapa juru tulis wanita dan komunitas penghasil buku yang belum teridentifikasi," simpul para peneliti dari penelitian baru yang muncul minggu ini di Nature dengan judul "How many medieval and early modern manuscripts were copied by female scribes? A bibliometric analysis based on colophons".




(nah/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads