Minat siswa Indonesia terhadap sains disebut mengalami penurunan. Hal ini disampaikan oleh Direktur Diseminasi dan Pemanfaatan Sains dan Teknologi (Minatsaintek), Direktorat Jenderal Sains dan Teknologi (Ditjen Saintek) Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek), Yudi Darma.
"Sekarang mahasiswa, ini mohon maaf nih, informasi dari teman-teman dekan MIPA, jadi peminat MIPA itu menurun sekarang, khususnya fisika. Ada beberapa kampus yang udah tutup prodi fisikanya," tuturnya dalam arsip detikEdu.
Yudi cukup khawatir tentang hal ini, lantaran untuk mengembangkan teknologi di Indonesia dibutuhkan sumber daya manusia yang punya basis pengetahuan fisika. Bidang ini diperlukan untuk merancang teknologi besar hingga yang paling dibutuhkan seperti handphone.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Metode Pengajaran Sains Kurang Menarik
Wakil Dekan Bidang Penelitian dan Kerjasama FMIPA Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr rer nat. Wiwit Suryanto, S Si M Si, berpendapat, ada beberapa sebab yang membuat minat siswa terhadap sains menurun.
Salah satunya metode pengajaran yang kurang menarik. Ia melihat sistem belajar sains di Indonesia masih berfokus pada hafalan rumus dan teori tanpa pengalaman eksplorasi.
"Belum lagi, kurangnya eksperimen dan praktik langsung membuat sains terasa abstrak dan sulit dipahami," kata Wiwit dikutip dari laman UGM, Senin (24/2/2025).
Keterbatasan laboratorium pun menjadi sebab siswa lebih banyak memahami teori saja dibandingkan praktik. Padahal kunci agar siswa mudah memahami sains adalah praktik dan eksperimen secara langsung.
"Evaluasi berbasis ujian, bukan pemahaman konseptual. Model ujian masih mengutamakan hafalan, bukan kreativitas dan pemahaman yang mendalam," urainya.
Sains Dianggap Tak Relevan dengan Kehidupan Sehari-hari
Wiwit menyampaikan sebab lain kurangnya minat siswa terhadap sains dikarenakan sains dinilai tak bersinggungan langsung dengan kehidupan sehari-hari. Anggapan ini merupakan hal yang kurang tepat.
Menurutnya, masih banyak siswa yang belum tahu manfaat belajar sains dan mengaku sains sulit. Padahal, hal-hal terdekat mereka seperti internet, handphone hingga kendaraan sangat erat dengan ilmu sains.
"Ketidakmampuan melihat manfaat langsung dari ilmu sains membuat mereka kehilangan motivasi untuk mempelajarinya. Banyak siswa merasa takut terhadap simbol, angka, dan persamaan matematika yang kompleks. Narasi hanya orang jenius yang bisa memahami membuat banyak siswa menyerah sebelum mencoba," jelasnya.
Kurangnya Figur Inspiratif di Bidang Sains
Wiwit mengatakan siswa di tanah air perlu mengenal sosok-sosok inspiratif dalam sains yang mengubah peradaban dunia. Salah seorang contohnya adalah Michael Faraday.
Ia adalah bapak elektromagnetik yang handal matematika dan fisika. Andil Faraday bagi dunia telah dibuktikan lewat pengembangan teori elektromagnetik yang jadi dasar energi listrik.
"Sains jarang dipromosikan melalui media populer, sementara profesi di bidang bisnis, seni, dan hiburan lebih banyak mendapat sorotan. Akibatnya, siswa kurang memiliki role model ilmuwan atau inovator yang dapat menginspirasi mereka. Mungkin jaman saya dulu ada Pak Habibie yang begitu saya idolakan seorang teknokrat hebat. Nampaknya kita perlu figur-figur ahli sains yang sering ditampilkan di media," ucap Wiwit.
Indonesia Bisa Terus Bergantung pada Teknologi Impor
Wiwit khawatir jika minat siswa terhadap fisika semakin menurun, Indonesia akan terus ketergantungan terhadap teknologi dari luar. Padahal saat ini, beberapa negara tengah berinvestasi besar-besaran terhadap riset sains dan teknologi seperti China, Jepang hingga Amerika Serikat.
"Tanpa ilmuwan dan peneliti muda, sulit bagi Indonesia untuk menemukan solusi inovatif bagi masalah-masalah ini," paparnya.
Atas permasalahan ini, Wiwit memberikan solusi agar minat siswa terhadap sains meningkat lagi. Salah satunya dengan pembelajaran berbasis eksperimen dan proyek.
Pembelajaran sains bisa mulai menerapkan teknologi digital seperti coding interaktif dan augmented reality.
"Sesekali, siswa juga bisa diajak melakukan kunjungan industri ke perusahaan teknologi untuk meningkatkan rasa penasaran dan minat mereka," tuturnya.
Jika memungkinkan, lanjut Wiwit, pembelajaran bisa menghadirkan role model agar menginspirasi para siswa. Misal dengan menghadirkan ilmuwan dan inovator Indonesia yang sukses di bidang sains dan teknologi.
Selain itu, juga bisa dengan mengadakan program mentorship dan seminar inspiratif tentang karier di bidang sains dengan disertai perbaikan kurikulum dan lainnya.
(cyu/faz)