Minat masyarakat ke prodi-prodi matematika dan ilmu pengetahuan alam (IPA) turun, khususnya pada prodi fisika. Akibatnya, sejumlah prodi fisika tutup di sejumlah perguruan tinggi.
Hal tersebut disampaikan Direktur Diseminasi dan Pemanfaatan Sains dan Teknologi (Minatsaintek), Direktorat Jenderal Sains dan Teknologi (Ditjen Saintek) Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) Yudi Darma di kantor Kemendiktisaintek, Selasa (18/2/2025).
"Sekarang mahasiswa, ini mohon maaf nih, informasi dari teman-teman dekan MIPA, jadi peminat MIPA itu menurun sekarang, khususnya fisika. Ada beberapa kampus yang udah tutup prodi fisikanya," kata Guru Besar bidang keahlian Fisika Material di Departemen Fisika, Institut Teknologi Bandung (ITB) tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yudi menegaskan, sementara itu teknologi tak bisa berdiri tanpa basis fisika. Penerapannya di berbagai perangkat memudahkan manusia hari ini, mulai dari penerapan fisika kuantum untuk peningkatan memori handphone dan pengurangan ukurannya hingga sebesar kuku, serta penerapan ilmu material yang maju melalui layar sentuh.
"Kalau misalkan adik-adik kita, anak-anak kita nggak mau belajar itu, kita akhirnya jadi pemakai saja," ucapnya.
Rapsodi Sains dan Teknologi
Merespons isu ini, Yudi mengatakan pihaknya tengah membuat program rapsodi sains dan teknologi. Pada program ini, sains dan teknologi diakrabkan pada masyarakat melalui pendekatan sejarah hingga seni.
"Mungkin kalau mungkin langsung ini konferensi tentang fisika quantum fisik atau apa itu, mungkin nggak ada yang dekat. Nah kita mungkin mencoba cari cara gitu, mungkin ada pertunjukan seninya, kita cari sejarahnya," tuturnya.
Ia mencontohkan, penemuan dioda pemancar cahaya (LED) biru membuat penemunya diganjar Hadiah Nobel Fisika 2014. Penemuan Isamu Akasaki, Hiroshi Amano, dan Shuji Nakamura ini melengkapi LED hijau dan merah sehingga menghasilkan sumber cahaya putih hemat energi dan layar LED berwarna.
"Laser-laser yang dipakai untuk perayaan tahun baru, konser, atau semacam itu ya; di samping ada yang nyanyi-nyanyi, ya kenapa tidak kita tampilkan juga: ini loh fisik behind the laser. Jadi pelan-pelan kita kita ceritakan. Jadi tahun 2014, di saat penyerahan Nobel ke Amano (dan rekan-rekan) itu Tokyo Rainbow Bridge di Tokyo (Jepang) itu tuh warna-warni itu lampunya, salah satu mereka mensosialisasikan (lewat) itu," terang Yudi.
Contoh lainnya, benda sesederhana cat menjadi penting untuk ditelisik lebih dalam dari kacamata sains.
"Intensitas cahaya, kapan dia pudar, berapa tahun itu bertahan. Itu mungkin bukan orang bukan pelukis yang mencari, mungkin orang kimia mungkin ya, tentang merahnya bagusnya gimana, biru ketahanannya ada yang lebih tahan ditelan masa, tahan terhadap perubahan temperatur gitu ya. Itu kan di belakang itu ada sains dan teknologinya," imbuhnya.
Diplomasi Sains
Yudi mengatakan direktoratnya sendiri berfokus pada diseminasi atau menyebarluaskan informasi, ide, gagasan, atau pemikiran dan mendekatkannya pada masyarakat. Tujuannya untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan literasi sains dan teknologi warga.
"Perangai ilmiahnya yang kita ingin perbaiki gitu ya," ucapnya.
Ketua Tim Diseminasi, Pemanfaatan, dan Program Kolaborasi, Iradhatie Wurinanda mengatakan Direktorat Minatsaintek akan menjalankan program diplomasi sains dengan menggandeng komunitas-komunitas dan asosiasi ilmuwan. Point of view (POV) para scientists diharapkan dapat menyuarakan sains dan teknologi dari sosok yang terpercaya.
"Trust-nya itu; mereka lebih dipercaya oleh masyarakat," tutur Ira pada kesempatan yang sama.
(twu/faz)