Ini Reaksi Tubuh saat Berpuasa, Ada Banyak Manfaatnya!

ADVERTISEMENT

Ini Reaksi Tubuh saat Berpuasa, Ada Banyak Manfaatnya!

ilham fikriansyah - detikEdu
Minggu, 16 Feb 2025 06:00 WIB
Ilustrasi puasa
Ilustrasi puasa. Foto: Getty Images/ferlistockphoto
Jakarta -

Bagi umat muslim, puasa merupakan ibadah yang wajib dilakukan selama bulan Ramadan. Meski harus menahan makan dan minum, ternyata berpuasa dapat memberikan sejumlah manfaat bagi kesehatan.

Oleh sebab itu, sudah banyak masyarakat yang kini mulai rutin menjalankan puasa. Selain meraih pahala dan keberkahan, puasa menjadi salah satu cara untuk menurunkan berat badan.

Ingin tahu lebih banyak mengenai manfaat puasa? Simak pembahasannya dalam artikel ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Manfaat Puasa bagi Tubuh

Sebuah studi yang dipublikasikan oleh Nature Metabolism mengungkapkan, manfaat kesehatan dari puasa lebih lambat dari perkiraan para ahli. Diketahui bahwa selain menurunkan berat badan, manfaat puasa baru terasa setelah tiga hari pembatasan kalori total.

Para peneliti dari Precision Healthcare University Research Institute (PHURI) Queen Mary University of London dan Norwegia School of Sports Sciences, melakukan penelitian tentang apa manfaat puasa bagi tubuh.

ADVERTISEMENT

Tujuannya adalah untuk memberikan jalan bagi penelitian di masa depan mengenai penanganan terapi yang tepat untuk pasien dengan puasa.

Menurut para ahli, saat ini masih sedikit yang diketahui tentang bagaimana tubuh merespons tanpa makanan dalam waktu lama. Selain itu, masih sedikit juga yang diketahui tentang apakah muncul dampak positif atau negatif dari berpuasa.

"Teknik baru yang memungkinkan para peneliti mengukur ribuan protein yang beredar dalam darah kita memberikan kesempatan untuk mempelajari secara sistematis adaptasi molekuler terhadap puasa pada manusia dengan sangat rinci," kata para peneliti dilansir EurekAlert.

Para peneliti mengungkapkan, selama puasa tubuh mengubah sumber dan jenis energinya, dengan beralih dari kalori yang dikonsumsi ke penggunaan simpanan lemaknya sendiri.

Penelitian dilanjutkan dengan meneliti 12 sukarelawan yang kondisinya sehat. Mereka melakukan puasa selama tujuh hari hanya dengan air.

Lalu, para relawan dipantau secara ketat setiap hari untuk mencatat perubahan kada sekitar 3.000 protein dalam darah mereka saat sebelum, selama, dan setelah berpuasa.

"Dengan mengidentifikasi protein mana yang terlibat dalam respons tubuh, para peneliti kemudian dapat memprediksi potensi dampak kesehatan dari puasa berkepanjangan dengan mengintegrasikan informasi genetik dari penelitian skala besar," ujar peneliti.

Hasilnya, para peneliti mampu memprediksi potensi hasil kesehatan dari puasa yang berkepanjangan dengan mengintegrasikan informasi genetik dari penelitian berskala besar.

Para peneliti mengamati sumber energi yang berawal dari glukosa ke lemak, lalu tersimpan dalam jaringan tubuh selama 2-3 hari pertama puasa. Hasilnya, para relawan kehilangan rata-rata 5,7 kg massa lemak dan massa tanpa lemak.

Reaksi Tubuh saat Puasa Lebih dari 3 Hari

Hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa setelah tiga hari makan usai berpuasa, berat badan pun tetap turun. Para peneliti juga melihat adanya perubahan yang berbeda pada protein setelah sekitar tiga hari berpuasa.

Untuk pertama kalinya, para peneliti mengamati tubuh mengalami perubahan nyata dalam kadar protein setelah sekitar tiga hari berpuasa.

Secara keseluruhan, satu dari tiga protein yang diukur berubah secara signifikan selama puasa di seluruh organ utama. Selain itu, terdapat perubahan pada protein yang membentuk struktur pendukung neuron otak.

"Untuk pertama kalinya, kita dapat melihat apa yang terjadi pada tingkat molekuler di seluruh tubuh ketika kita berpuasa. Puasa, jika dilakukan dengan aman, adalah intervensi penurunan berat badan yang efektif," kata Claudia Langenberg, Direktur Institut Penelitian Universitas Kesehatan Presisi Queen Mary (PHURI).

Menurut Claudia, diet populer yang menggabungkan puasa, seperti puasa intermiten diklaim memiliki manfaat kesehatan selain berat badan turun.

"Hasil penelitian kami memberikan bukti manfaat kesehatan dari puasa selain penurunan berat badan, tetapi ini hanya terlihat setelah tiga hari pembatasan kalori total, lebih lama dari yang kami duga sebelumnya," paparnya.

Ketua Data Kesehatan PHURI dan salah satu pemimpin Kelompok Kedokteran Komputasi di Institut Kesehatan Berlin di Charite, Maik Pietzner mengatakan, penemuan ini telah memberikan dasar untuk beberapa pengetahuan kuno tentang mengapa puasa digunakan untuk kondisi tertentu.

Meski puasa mungkin bermanfaat untuk mengobati beberapa kondisi, tetapi seringkali puasa tidak menjadi pilihan bagi pasien yang sedang menderita sakit.

"Kami berharap temuan ini dapat memberikan informasi tentang mengapa puasa bermanfaat dalam kasus-kasus tertentu, yang kemudian dapat digunakan untuk mengembangkan pengobatan yang dapat dilakukan oleh pasien," pungkasnya.

Manfaat Lain yang Dirasakan Tubuh saat Puasa

Dilansir situs Medical News Today, ada beberapa manfaat lain yang dirasakan tubuh saat berpuasa, yaitu:

1. Mencegah Diabetes Tipe 2

Sering melakukan puasa ternyata dapat membantu mencegah diabetes. Penelitian menunjukkan bahwa puasa dapat mengurangi resistensi insulin yang merupakan ciri utama diabetes tipe 2.

Sebuah studi pada 2022 mengungkapkan, puasa intermiten dapat mengurangi resistensi insulin. Namun, tinjauan ini juga menyebut bahwa tidak ada bukti ilmiah yang mengatakan puasa intermiten lebih efektif daripada membatasi asupan kalori.

2. Meningkatkan Kesehatan Jantung

Para peneliti mengungkapkan bahwa puasa intermiten dapat meningkatkan kesehatan kardiovaskular. Sebuah penelitian pada 2016 lalu menunjukkan bahwa puasa intermiten dapat menurunkan tekanan darah, mencegah kolesterol, dan trigliserida, yakni jenis lemak di dalam darah yang dikaitkan dengan penyakit jantung.

3. Meningkatkan Kesehatan Otak

Manfaat lain dari puasa adalah dapat meningkatkan kesehatan otak. Studi pada 2019 lalu mengungkapkan bahwa puasa intermiten dapat meningkatkan pertumbuhan sel saraf baru serta mengurangi risiko gangguan neurologis, seperti penyakit Alzheimer dan penyakit parkinson.




(ilf/fds)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads