Tidak asing ditelinga anak muda, gabut menjadi istilah yang kerap digunakan ketika seseorang tidak melakukan apa-apa. Apa kepanjangannya?
Gabut pada dasarnya merupakan akronim dari gaji buta. Kata ini populer sebagai bahasa gaul atau slang dan kerap digunakan dalam komunikasi informal.
Namun, kenapa tidak melakukan kegiatan apapun dikaitkan dengan gaji? Dirangkum detikEdu, ternyata begini pengertiannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Asal-usul Gabut
Asal-usul kata gabut pada dasarnya tidak diketahui secara pasti. Tetapi penggunaan istilah gabut erat kaitannya dengan perkembangan bahasa gaul.
Auva Rif'at Azizah dalam Jurnal Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas PGRI Yogyakarta menjelaskan bahasa gaul adalah sejumlah kata atau istilah yang mempunyai arti yang khusus, unik, menyimpang atau bahkan bertentangan.
Terutama dengan kata yang lazim digunakan oleh kelompok-kelompok subkultural tertentu. Selain bahasa gaul dahulu masyarakat populer dengan bahasa prokem.
Bahasa prokem bisa juga disebut sebagai bahasa sandi, yaitu bahasa yang dipakai dan digemari oleh kalangan remaja tertentu. Bahasa gaul menjadi salah satu cabang dari bahasa Indonesia yang muncul pada 1980-an.
Meski begitu, pada saat itu bahasa gaul lebih dikenal dengan bahasa prokem. Makna dari bahasa tersebut hanya diketahui oleh anggota kelompok tertentu saja.
Sehingga pada awalnya penggunaan bahasa prokem bertujuan untuk merahasiakan isi obrolan dari kelompok tertentu. Seiring dengan perkembangan zaman, bahasa gaul juga ikut berkembang dengan cepat.
Kini, bahasa gaul dikenal sebagai bahasa santai yang sifatnya tidak resmi. Kosa katanya juga tercipta dari bahasa sehari-hari yang kemudian dimodifikasi.
Karenanya, bahasa gaul masuk ke dalam ragam bahasa non-formal. Ragam ini harus diakui keberadaannya. Apabila dilihat dari segi kebahasaan, bahasa gaul bisa menambah kekayaan perbendaharaan kata untuk kalangan remaja dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Istilah gabut sendiri semakin sering digunakan ketika media sosial sudah berkembang. Menurut hasil studi Fahmi Nur Fawaid, dkk dalam jurnal Literasi (2021) menyatakan gabut termasuk dalam 101 kata yang sering digunakan di media sosial.
Kata gabut ini termasuk dalam bentuk akronim yang dibentuk dengan cara pengambilan suku kata tertentu disertai dengan modifikasi yang tampak tidak beraturan. Namun, masih dengan memperhatikan "keindahan" bunyi dalam penyebutannya.
Kepanjangan dan Makna Gabut
Seperti yang disebutkan sebelumnya, kata gabut merupakan akronim dari "gaji buta". Kata gaji berkaitan dengan penghasilan seseorang dan buta berkaitan dengan tidak melakukan kegiatan apapun.
Sandi Irwan, dkk dalam Jurnal Bastrindo (2020) menjelaskan berbagai gabut memiliki makna konotasi. Makna konotasi adalah makna bukan sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah kata.
Penggunaan kata gabut bila dimaknai perkata berarti menerima gaji dengan tidak dapat dilihat. Makna itu tidak dapat dijadikan sebagai landasan untuk memaknai kata tersebut.
Sehingga kata gabut kerap dimaknai dengan tidak adanya kegiatan produktif yang dapat dilakukan.
Selain itu Sandi juga menjelaskan adanya fungsi informatif dalam penggunaan kata gabut. Fungsi informatif berarti fungsi yang dimanfaatkan oleh pemakai kata untuk memberikan informasi sesuatu kepada lawan bicaranya.
Kini, kata gabut juga sudah masuk dalam entri Kamus Bahasa Besar Bahasa Indonesia (KBBI) VI Daring milik Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), yakni:
Gabut:
ga.but
a cak (cakapan) akr (akronim) gaji buta; tidak melakukan apa pun, sehingga menjadi bosan.
Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, Drs Imam Budi Utomo MHum menjelaskan di setiap penjelasan bahasa gaul dalam KBBI ada keterangan berbunyi 'Cak' atau cakapan.
Hal ini menunjukkan bahwa kata-kata tersebut adalah kata cakapan yang biasa digunakan dalam percakapan langsung.
Meski sudah hadir di KBBI, gabut kemungkinan besar belum bisa digunakan sebagai kata baku. Penandaan cakapan atau cak dilakukan untuk memudahkan orang asing dalam menggunakan bahasa Indonesia.
"Karena kalau tidak seperti itu orang asing akan bingung sendiri. Ketika (ia) menggunakan kata-kata yang biasa digunakan oleh masyarakat tetapi tidak ada di dalam KBBI," jelas Imam dikutip dari arsip detikEdu.
(det/nah)