Cerita Kampus UI pada Masa Kolonial Belanda, Dulunya Perkebunan Milik Petinggi VOC

ADVERTISEMENT

Cerita Kampus UI pada Masa Kolonial Belanda, Dulunya Perkebunan Milik Petinggi VOC

Novia Aisyah, Tim detikTravel - detikEdu
Selasa, 14 Jan 2025 19:00 WIB
Depok, Indonesia - August 19, 2018: The  rectorate building of the University of Indonesia in West Java.
UI. Foto: Getty Images/JokoHarismoyo
Jakarta -

Universitas Indonesia (UI) adalah salah satu kampus terbaik di Indonesia saat ini. Namun, siapa sangka jika lokasi di Depok yang sekarang dihuni kampus UI, dulunya merupakan sebuah perkebunan.

Kampus UI Depok memiliki cerita tersendiri pada era kolonialisme Belanda. Kawasan tersebut, dulunya adalah perkebunan produktif milik saudagar kaya Cornelis Chastelein. Ia merupakan akuntan sekaligus petinggi kongsi dagang Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).

Kini kampus UI dikenal sebagai tempat tumbuh kembangnya buah pikiran dan intelektualitas. Namun dahulu, semasa masih jadi perkebunan, tempat itu menjadi tempat tumbuhnya lada, kopi, dan karet, yang bahkan jadi andalan ekspor.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pisah dari VOC, Chastelein Membangun Wilayah Perkebunan

Pada abad 17, kongsi dagang VOC berhasil menguasai banyak wilayah di Nusantara. Namun, hal ini tak semerta-merta membuat Chastelein betah.

Dirinya kemudian meninggalkan VOC, lantaran tak akur dengan Gubernur Jenderal Joan van Horn. Ia pun melirik peluang lain di Tanah Air yang subur itu di bidang perkebunan.

ADVERTISEMENT

Pada 1696, Chastelein membeli sebidang tanah seluas 12,44 km persegi, yang sekarang menjadi Kecamatan Pancoran Mas, Depok. Berawal dari sini, ia selanjutnya fokus dalam mengembangkan perkebunan.

Chastelein mendatangkan 150-an budak dari Bali untuk mengurus perkebunannya itu. Ia juga memberikan marga kepada budak-budaknya itu.

Sejak saat itu juga, wilayah Depok menjadi perkebunan yang sangat produktif. Beberapa komoditas ekspor pun sukses besar ditanam di tanah tersebut.

Lada Paling Populer

Sebagai eks anggota VOC, Chastelein mahir merancang strategi dan paham soal seluk-beluk dagang, tak terkecuali peluangnya.

Koordinator Bidang Sejarah Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC), Boy Loen menyebutkan perkebunan Chastelein ditanami padi, kopi, hingga karet.

"Makanya waktu dia buka perkebunan di sini yang dia tanam itu ada lada, kopi, karet yang pada waktu itu ini komoditas ekspor yang paling besar," katanya kepada detikTravel beberapa waktu lalu, yang dikutip Selasa (14/1/2025).

Ia mengatakan, di Depok saat itu, lada yang ditanam di daerah Mamprang menjadi paling terkenal. Lada itu dikenal berkualitas tinggi. Namun, ia mengaku tak tahu jelas apakah yang dimaksud adalah lada hitam atau putih.

Boy mengatakan saat ini sulit untuk melihat sisa-sisa atau bekas perkebunan Chastelein. Ia menyebut yang paling mudah untuk mendapati sisa kejayaan perkebunan Chastelein adalah perkebunan karet.

"Misalnya di UI (kawasan Universitas Indonesia) di daerah Kukusan itu masih ada tuh, kita bisa ketemu eks perkebunan karet," ungkapnya.

Akhir Hayat Chastelein

Jejak perkebunan Chastelein pun masih tersisa. Boy sempat menyebut bahwa tempat Kantor YLCC berdiri merupakan pemukiman untuk para budak Chastelein yang menggarap kebun.

Selain sebagai pemukiman, Boy mengatakan dulu di Jalan Pemuda, terdapat perkebunan kopi Chastelein. Sayangnya, kini sulit untuk mencari sisa kebun kopi Chastelein.

"Perkebunannya ke arah sama, ke arah barat, naik ke Mampang terus sampai ke Cinere. Jadi di sini (Jalan Pemuda) pemukiman," jelasnya.

Lebih lanjut Boy menceritakan, bahwa pada akhir hayatnya, Chastelein memerdekakan budak-budaknya. Ia pun mewariskan tanah tersebut kepada budak-budaknya.

Sebelum meninggal, Chastelein dikatakan telah menunjukkan sebagai sosok yang tidak merendahkan budak-budaknya. Ia pun memberikan pendidikan ala Belanda kepada para budaknya, sekaligus mengajari membaca, menulis, serta berkomunikasi dengan bahasa Belanda.

Pembangunan Kampus UI Setelah Kemerdekaan

Berabad-abad kemudian, lanskap wilayah Depok mulai berubah. Di sana, mulai ada pembangunan tempat Nood-universiteit berada, nama kampus UI dulu. Lalu pada 1947, berganti nama menjadi Universiteit van IndonesiΓ« dan berpusat di Jakarta.

Kala itu, Ibu Kota Indonesia sempat pindah ke Yogyakarta. Kemudian kampus tersebut menjadi Universiteit van IndonesiΓ« di Yogyakarta.

Ketika Ibu Kota kembali ke Jakarta pada 1949, setelah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, Universiteit van IndonesiΓ« Yogyakarta ikut kembali ke Jakarta.

Universiteit van IndonesiΓ« lalu disatukan dan menjadi Universiteit Indonesia pada 1950. Universitas ini mempunyai Fakultas Kedokteran, Hukum, Sastra dan Filsafat di Jakarta, Fakultas Teknik terletak di Bandung, Fakultas Pertanian di Bogor, Fakultas Kedokteran Gigi di Surabaya, serta Fakultas Ekonomi ada di Makassar, demikian dilansir laman resmi UI.

Seiring waktu, 'cabang' fakultas di setiap wilayah itu menjadi kampus tersendiri di antara tahun 1954-1963. Cikal bakal kampus UI, pada akhirnya dibangun pada 1987.

UI mempunyai tiga lokasi kampus yakni Salemba, Rawamangun, dan Pegangsaan Timur. Setelah UI membangun kampus baru di lahan seluas 320 hektare di Depok, kampus Rawamangun yang mencakup sejumlah fakultas dipindah, sedangkan kampus Salemba saat itu masih dipertahankan untuk fakultas kedokteran, fakultas kedokteran gigi, dan pascasarjana.

Lalu tidak lama setelah tahun 2000, Universitas Indonesia pun menjadi satu dari beberapa universitas yang mempunyai status Badan Hukum Milik Negara di Indonesia.

Kini, UI telah berkembang dengan memiliki 14 Fakultas, 1 Program Vokasi, dan 2 Sekolah (SKSG dan SIL).




(nah/faz)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads