Akhir kehidupan bagi makhluk hidup di planet Bumi atau kiamat disebut akan terjadi sebentar lagi. Namun, perhitungan dari ilmuwan temukan sebaliknya.
Teori kiamat yang sebentar lagi ini, dikemukakan oleh seorang fisikawan Universitas Illinois, Heinz von Foerster. Ia melakukan perhitungan ilmiah dan menetapkan kiamat akan terjadi pada 2026.
Profesor von Foerster melakukan perhitungan matematika apa yang akan terjadi jika spesies manusia menghindari bencana berskala besar, mendirikan masyarakat dunia yang kooperatif, dan mengembangkan metode teknis yang menghasilkan pasokan makanan tak terbatas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, puncak kiamat akan datang pada tanggal yang dapat dihitung.
"Untuk alasan yang jelas akan disebut 'kiamat,' karena pada tanggal itulah N (jumlah 'elemen,' atau orang) menjadi tak terbatas, dan populasi yang cerdas memusnahkan dirinya sendiri," ujar Foerster dalam majalah TIME, dikutip Sabtu (11/1/2025).
Persamaannya mengatakan bahwa kiamat akan datang dengan sangat cepat. Tanggal yang paling mungkin adalah Jumat, 13 November 2026.
Namun hal ini berbeda dengan perhitungan ilmuwan lain. Pada studi yang berbeda, para ilmuwan menghitung rentang hidup yang bisa dicapai oleh kehidupan di bumi atau biosfer dan itu diprediksi masih akan berlangsung lama.
Biosfer sendiri merupakan sistem ekologis global yang menyatukan seluruh makhluk hidup, termasuk interaksinya dengan unsur litosfer (batuan), hidrosfer (air), dan atmosfer (udara) Bumi.
Kehidupan di Bumi Tergantung pada Matahari
Kehidupan di planet Bumi tak lepas dari ancaman dari luar angkasa, termasuk Matahari. Seiring bertambahnya usia, Matahari akan mengganggu siklus karbon planet Bumi. Hal ini akan memicu penipisan karbon dioksida atmosfer hingga ke titik di mana tanaman akan mati kelaparan.
Namun, hal ini tidak akan terjadi hingga setidaknya 1,6 miliar tahun dari sekarang, menurut penelitian baru dari ahli geofisika Universitas Chicago RJ Graham dan rekan-rekannya. Hal itu berpotensi menggandakan rentang hidup tanaman dan hewan di bumi.
Biosfer Masih Bertahan hingga 1,6 Miliar Tahun Lagi
Biosfer yang masih bertahan hingga 1,6 miliar tahun lagi, membuat ilmuwan menantikan evolusi selanjutnya dari kehidupan kita.
"Hasilnya akan menunjukkan bahwa kemunculan kehidupan cerdas mungkin merupakan proses yang tidak terlalu sulit (dan akibatnya lebih umum) daripada yang dikemukakan oleh beberapa penulis sebelumnya," tulis Graham dan tim dalam makalah mereka dikutip dari Science Alert, Minggu (12/1/2025).
"Meskipun langkah-langkah sulit tersebut memiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk terjadi, kehidupan cerdas tetap bisa sangat langka bahkan hanya dengan satu langkah sulit," imbuh mereka.
Evolusi Kehidupan Baru
Apabila kita melihat situasi saat ini, mungkin tampak berlawanan dengan konsep Matahari yang menghangat dapat mendorong penurunan karbon atmosfer. Namun, laju pemanasan akan jauh lebih lambat daripada saat ini, yang menekankan proses geologi yang berbeda.
Seiring waktu, pelapukan batuan silikat bumi oleh angin dan hujan menyebabkannya menyerap CO2, yang sering terkubur oleh proses geologi, untuk kemudian dilepaskan ke atmosfer oleh aktivitas vulkanik. Ini adalah siklus karbon anorganik utama bumi, dan ini menggeser CO2 atmosfer planet Bumi dalam skala waktu jutaan tahun.
Namun, saat Matahari menjadi 10 persen lebih terang setiap miliar tahun, ia secara bertahap menghangatkan Bumi, memicu pelapukan yang lebih besar dan menarik lebih banyak CO2 dari atmosfer. Kondisi ini merupakan berita buruk bagi tanaman dan semua kehidupan lain yang bergantung padanya.
"Hal ini akan menciptakan lingkungan yang semakin menegangkan bagi tanaman darat, yang pada akhirnya akan menyebabkan kepunahan melalui kekurangan CO2, pada titik kompensasi CO2, atau melalui panas berlebih, pada ambang batas suhu atasnya," para peneliti menjelaskan.
Namun Graham dan tim menemukan jika dengan pelapukan yang hanya bergantung pada suhu secara lemah seperti yang ditunjukkan oleh data terkini, interaksi antara iklim, produktivitas, dan pelapukan menyebabkan penurunan CO2 melambat dan bahkan berbalik sementara. Ini artinya, justru bisa menunda kepunahan tanaman hingga 1,86 miliar tahun dari sekarang.
Tidak Memperhitungkan Semua Variabel
Namun, para peneliti memperingatkan jika model mereka tidak memperhitungkan semua variabel, seperti umpan balik awan dan siklus air, yang dapat mengubah hasilnya.
"Kerangka kerja pemodelan yang lebih intensif secara komputasional, misalnya model iklim global yang digabungkan dengan model lahan interaktif dengan vegetasi dinamis, akan diperlukan untuk mengatasi efek seperti ini dan mengukur dampaknya terhadap masa hidup biosfer di masa mendatang," jelas mereka.
Di berbagai skenario, Graham dan tim menemukan tanaman C3, mayoritas kehidupan tanaman bumi, yang fotosintesisnya kehilangan efisiensi dalam kondisi yang lebih terang dan lebih panas akan punah sebelum tanaman C4. Itu berarti sekitar 500 juta tahun lagi hanya akan ada tanaman C4 seperti tebu dan jagung.
Penurunan jumlah tumbuhan tentu saja akan mengurangi jumlah hewan. Namun, beberapa mikroba anaerobik akan bertahan hidup hingga Matahari menjadi lebih kuat dan membakar lautan.
(nir/faz)