Studi terbaru mengungkap bagaimana misinformasi, kemarahan, dan perilaku berbagi di media sosial saling berkaitan. Ternyata, emosi kita bisa mempengaruhi keputusan untuk membagikan informasi yang kita temui di online.
Mengapa Misinformasi Bisa Memicu Kemarahan?
Misinformasi adalah informasi yang salah atau menyesatkan. Informasi seperti ini dapat menyebar di media sosial dengan cepat. Penelitian menunjukkan bahwa misinformasi cenderung memicu kemarahan lebih banyak dibandingkan dengan berita yang akurat.
"Ada jenis misinformasi yang harus kita perhatikan secara khusus, karena faktanya hal itu cenderung menempatkan kita dalam kondisi motivasional di mana kita tidak akan terlalu memperhatikan keakuratan. Dan ini akan menjadi misinformasi yang membangkitkan kemarahan moral," kata asisten profesor di Kollegg School of Management, William Brady.
Studi yang dilakukan oleh Brady dan timnya di Pricenton dan Yale, mengamati lebih dari satu juta unggahan media sosial untuk menggali bagaimana misinformasi mempengaruhi reaksi orang. Hasilnya jelas menunjukkan bahwa misinformasi lebih mungkin memicu kemarahan daripada berita yang dapat dipercaya.
Hal ini berlaku di berbagai platform media sosial, seperti facebook dan X. Di mana konten yang menimbulkan kemarahan sering kali lebih cepat tersebar bahkan jika konten tersebut salah.
Bagaimana Kemarahan Mengarah ke Perilaku Berbagi Konten?
Kemarahan bisa mengubah cara kita berinteraksi dengan informasi yang kita lihat di online. Ketika seseorang merasa marah terhadap suatu topik, mereka cenderung lebih impulsif dalam berbagai informasi.
"Kemarahan yang dikombinasikan dengan konteks media sosial cenderung menempatkan seseorang dalam mode berbagi impulsif semacam ini," jelas Brady.
Artinya, kita akan lebih mungkin membagikan postingan yang menimbulkan kemarahan tanpa memeriksa kebenarannya terlebih dahulu.
Penelitian juga menemukan bahwa meskipun orang-orang bisa dengan mudah membedakan antara misinformasi dan berita yang dapat dipercaya. Kemarahan membuat kita cenderung mengabaikan keakuratan.
Hal ini menunjukkan bahwa emosi seperti kemarahan bisa menutupi kemampuan kita untuk berpikir kritis tentang apa yang kita bagikan.
Kemarahan di Media Sosial Berefek pada Interaksi
Para peneliti menganalisis reaksi terhadap lebih dari satu juta unggahan di Facebook dan lebih dari 40.000 tweet di X dan mengidentifikasi hubungan yang jelas antara misinformasi dan reaksi kemarahan.
Misinformasi di Facebook cenderung menerima lebih banyak emosi kemarahan, sementara di X, postingan dengan misinfomrasi memicu lebih banyak komentar emosional.
"Kemarahan yang dikombinasikan dengan konteks media sosial cenderung menempatkan orang dalam mode berbagi impulsif semacam ini," kata Brady.
Hal ini juga berlaku bagi mereka yang menganggap infomrasi tersebut salah. Meski mereka tahu itu salah, mereka tetap cenderung membagikan informasi yang memicu kemarahan karena alasan afiliasi politik atau identitas kelompok.
"Saat kita berada dalam konteks di mana identitas kelompok politik kita menjadi menonjol, kita lebih fokus pada kemarahan kelompok daripada keakuratan informasi," ujar Brady.
Misinformasi dan Algoritma Media Sosial
Algoritma media sosial juga berperan dalam penyebaran misinformasi. Ketika kita berinteraksi dengan konten yang salah, bahkan jika kita tidak setuju dengan isinya, kita sebenarnya memberikan sinyal kepada algoritma bahwa konten tersebut menarik perhatian.
"Ekosistem misinformasi tidak hanya didorong oleh perilaku pengguna, tetapi juga didorong oleh algoritma. Ini berarti interaksi kita, baik kita setuju atau tidak, dapat memperkuat misinformasi di media sosial," tambah Brady.
Penting untuk menyadari bagaimana emosi kita dapat mempengaruhi perilaku online. Ketika kita merasa marah, kita lebih cenderung untuk membagikan konten tanpa memeriksa kebenarannya.
Misinformasi yang memicu kemarahan sering kali mendapatkan lebih banyak perhatian dan keterlibatan daripada berita yang akurat, bahkan jika kita tahu itu salah.
Misinformasi yang mengandung elemen kemarahan sering kali menyebar lebih cepat dan kita sebagai pengguna perlu lebih bijak membagikan sesuatu yang kita lihat di media sosial.
Seperti yang disarankan oleh Brady, kita perlu berpikir dua kali sebelum menekan tombol bagikan ketika kita merasa marah. Mengontrol emosi kita dan berpikir kritis sebelum berinteraksi dengan konten dapat membantu mengurangi dampak misinformasi di dunia maya.
(nah/nah)