BMKG Sebut Salju Abadi di Jayawijaya Akan Punah Beberapa Tahun Mendatang

ADVERTISEMENT

BMKG Sebut Salju Abadi di Jayawijaya Akan Punah Beberapa Tahun Mendatang

Novia Aisyah - detikEdu
Rabu, 04 Des 2024 11:00 WIB
salju
Salju abadi di Papua. Foto: (Afif/detikTravel)
Jakarta -

Salju abadi yang ada di Puncak Sudirman, Pegunungan Jayawijaya mengalami penurunan yang signifikan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan ada penurunan signifikan baik luasan maupun ketebalan salju abadi di sana.

BMKG telah melakukan monitoring gletser di Puncak Sudirman pada 11-15 November 2024. Hasilnya, luasan es menyusut menjadi 0,11-0,16 kilometer persegi pada 2024 dari yang semula 0,23 kilometer persegi pada 2022.

Salju Abadi Diperkirakan Punah

BMKG menuturkan menyusutnya lapisan es ini merupakan sinyal buruk untuk Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hal ini menjadi sinyal buruk bagi Indonesia karena tidak lama lagi salju abadi di Pegunungan jayawijaya akan punah dalam beberapa tahun mendatang,'" ungkap BMKG dikutip dari Instagram resmi pada Rabu (4/12/2024).

BMKG mengungkap ketebalan es juga hanya tersisa 4 meter saja. Data tersebut didapat setelah pada 2023 sebanyak 14 stake atau alat pengukur ketebalan es) telah tersingkap.

ADVERTISEMENT

BMKG mengatakan monitoring ini adalah bukti nyata pemanasan global dan berpotensi mengancam ikon berharga milik Indonesia.

"Oleh karenanya, BMKG terus berkomitmen untuk mengawal dan mendokumentasikan jelang kepunahan salju abadi di masa yang akan datang," ujar BMKG.

Penyebab Utama Salju Abadi Mencair

BMKG memaparkan penyebab utama cairnya es di Pegunungan Jayawijaya adalah laju perubahan iklim yang semakin tidak terkendali. Di samping itu, fenomena El Nino juga mempercepat punahnya tutupan es.

Staf Bidang Standardisasi Instrumen Meteorologi BMKG Najib Habibie, seperti dikutip dari laman resmi BMKG mengatakan, ketebalan es di Puncak Sudirman menyusut signifikan.

Pada 2010 ketebalan es awalnya 32 meter, lalu menjadi 5,6 meter pada November 2015-Mei 2016.

Pemantauan gletser tersebut sudah dilakukan sejak 2010 melalui kerja sama BMKG dengan PT Freeport Indonesia. Kerja sama dilakukan dengan memasang stake berupa potongan pipa yang disambung dengan tali, lalu dimonitor secara berkala.

Beberapa potongan pipa telah terekspos ke permukaan, menandakan luasan dan ketebalan es yang sudah hilang.

Kemudian pada 2010 hingga 2017 monitoring dilakukan langsung hingga Puncak Sudirman. Namun, setelah 2017 monitoring hanya dilakukan secara visual melalui udara menggunakan flyover, sebab akses ke Puncak Sudirman sudah tidak memungkinkan.




(nah/nwy)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads