Siapa Pencetus Sistem Zonasi? Begini Awal Mula dan Nasibnya Kini

ADVERTISEMENT

Siapa Pencetus Sistem Zonasi? Begini Awal Mula dan Nasibnya Kini

Fahri Zulfikar - detikEdu
Selasa, 26 Nov 2024 13:30 WIB
Sejumlah siswa dan orang tua wali murid berunjuk rasa di depan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan teknologi, Jl Sudirman, Jakarta, Jumat (11/8/2023).
Foto: Ari Saputra/Sejumlah siswa dan orang tua wali murid berunjuk rasa di depan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan teknologi, Jl Sudirman, Jakarta, Jumat (11/8/2023).
Jakarta -

Polemik sistem zonasi kembali mencuat setelah Wakil Presiden Gibran Rakabuming meminta Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti menghapus jalur zonasi dalam sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Permintaan ini pun menuai respons dari berbagai pihak. Lantas bagaimana awal mula sistem zonasi muncul?

Sistem zonasi adalah seleksi penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang lebih menekankan pada jarak/radius antara rumah siswa dengan sekolah (terdekat). Sistem ini membuat siswa bisa mendapatkan layanan pendidikan dari sekolah yang lebih dekat.

Sistem zonasi ini dicetuskan pada masa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy. Pada 2017, sistem zonasi pertama kali diterapkan dalam PPDB sesuai Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 tentang PPDB. Kemudian disempurnakan pada 2018 melalui Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018, sebagaimana dilansir dari situs Kemdikbud RI.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Alasan Sistem Zonasi Diterapkan

Kala itu, Muhadjir Effendy menjelaskan bahwa penerapan sistem zonasi dalam PPDB merupakan upaya mempercepat pemerataan di sektor pendidikan. Inti dari sistem zonasi adalah membuat anak mendapatkan layanan pendidikan yang terdekat dari rumah/tempat tinggalnya.

Dalam situs kemdikbud.go.id, dijelaskan bahwa tujuan dari sistem zonasi antara lain:

ADVERTISEMENT

- Menjamin pemerataan akses layanan pendidikan bagi siswa

- Mendekatkan lingkungan sekolah dengan lingkungan keluarga

- Menghilangkan eksklusivitas dan diskriminasi di sekolah, khususnya sekolah negeri

- Membantu analisis perhitungan kebutuhan dan distribusi guru

- Mendorong kreativitas pendidik dalam pembelajaran dengan kondisi siswa yang heterogen

- Membantu pemerintah daerah dalam memberikan bantuan/afirmasi agar lebih tepat sasaran, baik berupa sarana prasarana sekolah, maupun peningkatan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan.

Setelah diterapkan, Kemendikbud terus mendorong sistem zonasi dengan mengedepankan prinsip akuntabilitas, objektivitas, transparansi, nondiskriminatif, dan berkeadilan dalam rangka mendorong peningkatan akses layanan pendidikan. Muhadjir Effendy menekankan bahwa dalam PPDB jangan sampai ada praktik jual beli kursi dan pungutan liar.

"Zonasi ini melampaui wilayah administrasi. Karena itu perlu ada kerja sama antara dinas pendidikan pemerintah kabupaten/kota, maupun provinsi untuk menetapkan zona. Dengan zonasi, pemerintah daerah sejak jauh hari sudah bisa membuat perhitungan tentang alokasi dan distribusi siswa," terang Mendikbud dalam rilis 25 Juni 2018, yang dilihat kembali, Selasa (26/11/2024).


Fakta di Lapangan: Sistem Zonasi Tak Sesuai Tujuannya

Kenyataannya, sistem zonasi tak semulus yang dibayangkan. Di beberapa daerah, sekolah tidak mengalami peningkatan kualitas. Padahal, sistem zonasi salah satu tujuannya untuk pemerataan kualitas.

Dalam studi yang terbit di Humanika, Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum, Vol. 24. No. 1. (2024), Fajar Sidik dari Universitas Negeri Yogyakarta menunjukkan hasil evaluasi kebijakan zonasi sekolah di Kabupaten Sleman, yakni dari 15 sekolah 'non-favorit'.

Hasilnya, sebagian besar dari sekolah-sekolah tersebut ternyata tidak mengalami peningkatan kualitas yang signifikan. Dengan kata lain, kebijakan zonasi sekolah tidak memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah non-favorit, jika ditinjau dari perbedaan input sekolah antara sebelum dan sesudah sistem zonasi diterapkan.

"Berdasarkan temuan ini, pemerataan distribusi mutu sekolah berbasis nilai input siswa bagi sekolah-sekolah non favorit tidak signifikan terjadi meski sudah menerapkan kebijakan zonasi," tulis studi tersebut.

Pada PPDB 2022, Ombudsman RI melaporkan kasus kecurangan karena penetapan zonasi belum optimal. Ada banyak sekolah yang berada di wilayah padat siswa, sedangkan yang sekolah lain ada yang sedikit. Akibatnya, ada siswa yang tidak kebagian sekolah dan di sisi lain ada sekolah yang tidak mendapatkan siswa.

Kekurangan siswa ini, bahkan masih terjadi pada 2023 di SMA Negeri 7 Merangin, Jambi. Pada PPDB 2023, sekolah tersebut hanya mendapatkan empat siswa/i akibat sistem zonasi sekolah yang berdekatan dengan SMA Negeri yang lain.

Secara tidak langsung, laporan juga menunjukkan sistem zonasi juga memunculkan kecurangan oleh beberapa oknum. Hal ini terutama terkait dengan penitipan calon peserta didik ke sekolah tertentu, yang membuat persaingan tidak sehat.

Permintaan Wapres hingga Respons Berbagai Pihak

Setelah berjalan 7 tahun, Wapres Gibran Rakabuming kemudian meminta Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti menghapus jalur zonasi dalam sistem PPDB. Menurut Gibran, pendidikan menjadi kunci untuk menuju Indonesia Emas 2045.

"Kalau kita bicara generasi emas, Indonesia 2045, ini kuncinya ada di pendidikan, kuncinya ini ada di anak-anak muda. Makanya kemarin pas rakor dengan para kepala dinas pendidikan, saya sampaikan secara tegas ke Pak Menteri Pendidikan, sistem zonasi harus dihilangkan," kata Gibran saat sambutan dalam acara Tanwir I Pemuda Muhammadiyah di Aryaduta, Jakarta Pusat, Kamis (21/11/2024) lalu.

Permintaan ini pun direspons oleh berbagai pihak, salah satunya pihak Ombudsman RI. Menurut anggota Ombudsman, Indraza Marzuki Rais, sistem zonasi masih sangat relevan, khususnya untuk mendorong pemerataan kualitas dan fasilitas pendidikan.

"Jika PPDB zonasi dihapuskan, fenomena sekolah favorit bisa muncul lagi. Adanya 'sekolah favorit' akan memperparah ketimpangan kualitas kualitas pendidikan," jelasnya, yang dikutip dari laman resmi Ombudsman, Selasa (26/11/2024).

Menurut mantan Gubernur DKI Jakarta tahun 2012-2017, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, sistem zonasi tetap perlu ada tapi perlu ada perbaikan dalam pelaksanaannya. Ia bercerita bahwa semasa menjadi gubernur, ada banyak laporan siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu sulit bersekolah meski tinggal di dekat sekolah.

Ahok menuturkan bahwa berbagai permasalahan zonasi yang terus berulang harus ditangani oleh pemimpin yang pro rakyat. Terutama yang mau membuka diri, mau mendengar keluhan, dan mengeluarkan kebijakan yang mendukung rakyatnya.

Sementara itu, anggota Komisi X DPR RI, Habib Syarief Muhammad, mengatakan bahwa Kemendikdasmen harus mengkaji ulang kekurangan dan kelebihan dari penerapan sistem zonasi pada PPDB. Menurutnya, pengkajian ini harus secara serius agar manfaat dan dampaknya bisa dipertimbangkan.

Senada dengan Syarief, Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian memandang penghapusan sistem zonasi dalam PPDB perlu menempuh diskusi dan mendengar pendapat publik serta stakeholder.

"Mendengar pendapat publik dan stakeholder, dengan mengundang para pemangku kepentingan, termasuk Mendikdasmen, dinas-dinas pendidikan, guru, orang tua siswa, dan pemerhati pendidikan, untuk membahas efektivitas zonasi serta keluhan masyarakat," ucapnya dalam detikNews, dikutip Selasa (26/11/2024).

Menurutnya, terkait sistem zonasi, perlu ada solusi yang baik. Terutama dengan memperhatikan langkah, yakni memastikan kebijakan pendidikan tetap menjunjung prinsip keadilan, aksesibilitas, dan peningkatan mutu pendidikan.

Nasib Sistem Zonasi Kini

Pada era Nadiem Makarim, PPDB sistem zonasi dilanjutkan karena dianggap mampu mengatasi kesenjangan antarpeserta didik. Hanya saja, sistem zonasi tak hanya dilanjutkan tapi juga disempurnakan.

Menurut Nadiem, PPDB zonasi bisa memperhatikan kebutuhan peserta didik untuk bisa sekolah di dekat rumah, sehingga tercipta gerakan gotong royong dalam membangun sekolah bersama-sama dengan tenaga kependidikan, komite sekolah, dan seluruh warga sekolah.

"Zonasi adalah contoh 'legacy' kebijakan pendidikan yang perlu diteruskan dan disempurnakan. Nah, itu salah satu contoh di mana keberlanjutan itu sangat penting," ungkapnya pada 30 Juli 2023.

Namun kini, pada era baru Mendikdasmen Abdul Mu'ti, nasib sistem zonasi belum diputuskan. Mu'ti menegaskan pihaknya belum ada keputusan apakah sistem zonasi akan dilanjutkan, diubah, atau dihapuskan. Pihak Mendikdasmen masih terus mengkaji kebijakan PPDB Zonasi. Pengkajian ini dilakukan sebanyak tiga kali.

"Pertama, kami mengundang para kepala dinas pendidikan seluruh Indonesia. Kemudian yang kedua, kami mengundang para pakar untuk melakukan pengkajian. Dan yang ketiga juga kami meminta masukan dari organisasi-organisasi masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan maupun organisasi profesi," jelas Abdul Mu'ti kepada wartawan usai Upacara Hari Guru Nasional 2024 di Gedung A Komplek Kemendikbudristek, Jakarta, Senin (25/11/2024).

Ia berharap, keputusan dari sistem PPDB Zonasi bisa diumumkan selambat-lambatnya pada Februari 2025.

"Mudah-mudahan pada bulan Februari sudah bisa kita umumkan," tuturnya.




(faz/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads