Langit Indonesia akan dilewati hujan meteor mulai 21-22 November 2024. Bagaimana cara melihatnya?
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Antariksa, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin mengatakan akan ada hujan meteor Alfa Monocerotid pada 15-22 November 2024. Adapun puncak hujan meteor dapat dilihat pada 21-22 November.
"Hujan meteor Alfa Monocerotid dapat dilihat di Indonesia. Alfa Monocerotid puncaknya 21-22 November," ujar Thomas dalam CNN Indonesia dikutip Kamis (21/11/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Titik radian Monocerotid akan berada pada posisi tertinggi di langit setelah fajar. Jadi, hujan meteor akan menghasilkan tampilan terbaiknya sesaat sebelum fajar.
Hujan Meteor Alfa Monocerotid
Hujan meteor Alfa Monocerotid adalah hujan meteor yang titik radian atau titik asal kemunculan meteornya terletak di konstelasi Canis Minor, dekat bintang Alfa Monocerotis, konstelasi Monoceros.
Hujan meteor ini aktif sejak 15-25 November. Intensitasnya bervariasi antara 1-5 meteor/jam saat di zenit pada 22 November. Peristiwanya bisa dilihat di Indonesia, dikutip dari akun X Organisasi Penerbangan dan Antariksa (ORPA) BRIN.
Alfa Monocerotid berasal dari sisa debu komet C/1917 F1 (Mellish) yang mengorbit Matahari dengan periode 143,5 tahun. Kelajuan geosentrik meteor ini bisa mencapai 234.000 km/jam.
Termasuk Hujan Meteor yang Jarang Terlihat
Hujan meteor Alfa Monocerotid termasuk hujan yang jarang terlihat atau hujan meteor kelas III. Sebagai informasi, ada empat kelas hujan meteor yang dikelompokkan oleh Robert Lunsford berdasarkan Zenith Hourly Rate (ZHR), yaitu:
Kelas I: Hujan meteor tahunan yang terbesar di mana tingkat ZHR yakni bernilai 10 atau lebih.
Kelas II: Hujan meteor tahunan berskala medium dengan tingkat ZHR biasanya bernilai 2 hingga 10.
Kelas III: Hujan meteor yang jarang terjadi setiap tahun, tapi memiliki potensi hujan berskala besar jika terjadi.
Kelas IV: Hujan meteor yang paling jarang terjadi dengan skala sangat kecil yakni bernilai hampir tidak mencapai angka 2 dalam tingkat ZHR-nya.
Melansir American Meteor Society, sejumlah hujan meteor Alfa Monocerotid terakhir terjadi pada 1925, 1935, 1985, 1995, dan 2019. Uniknya, hujan meteor ini juga 'menyapa' Bumi di tanggal yang sama setahun lalu.
Mengapa Bisa Terjadi Hujan Meteor?
Proses terjadinya hujan meteor bermula dari sebuah batuan di luar angkasa yang berpapasan dengan Bumi. Batuan tersebut merupakan serpihan komet yang telah hancur.
Gaya gravitasi Bumi yang lebih besar menarik batuan tersebut, sehingga batuan itu bertemu dan bergesekan dengan atmosfer Bumi. Gesekan yang terjadi di atmosfer Bumi dengan batuan menyebabkan timbulnya tekanan pada batuan tersebut dan akan menimbulkan panas.
Karena adanya panas yang ditimbulkan oleh batuan tersebut, muncullah api ataupun pembakaran pada batuan tersebut. Hal inilah yang dapat menimbulkan cahaya menyerupai bintang jatuh.
Bagaimana Cara Mengamati Hujan Meteor AlfaMonocerotid?
Untuk mengamati hujan meteor Alfa Monocerotid, Earth Sky menyarankan pengamat untuk mencari lokasi yang jauh dari kota, lampu jalan maupun lokasi-lokasi yang berpolusi cahaya. Lalu pengamat dapat mengarahkan pandangan ke langit sesegera mungkin setelah berada di wilayah tersebut.
Dalam waktu kurang dari 30 menit dalam kegelapan, mata pengamat akan beradaptasi dan hujan meteor Alfa Monocerotid akan terlihat dengan mata telanjang. Untuk memastikan arah datangnya hujan meteor, pengamat dapat menggunakan aplikasi peta bintang.
Selain itu, detikers juga bisa mengamati hujan meteor Alfa Monocerotid di rumah melalui teleskop virtual melalui situs-situs tertentu. Teleskop virtual biasanya menyiarkan secara langsung hujan meteor via live streaming.
(nir/twu)