"Seringnya terjadi rem blong dan kecelakaan lalu lintas yang melibatkan truk gandeng dan trailer di Indonesia disebabkan oleh kombinasi faktor teknis, regulasi, dan lingkungan," tutur Guru Besar Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL) ITB, Prof Harun Al Rasyid dalam keterangan tertulis yang diterima, Rabu (13/11/2024).
Harun memaparkan beberapa alasan utama yang menyebabkan kecelakaan yang melibatkan 17 kendaraan, membuat nyawa seorang melayang dan 29 orang terluka itu.
1. Perawatan Kendaraan yang Buruk
Banyak truk gandeng dan trailer yang beroperasi di Indonesia tidak menjalani perawatan rutin. Kelalaian ini sering kali mencakup sistem rem, yang sangat penting bagi kendaraan berat. Kurangnya perawatan dapat menyebabkan bantalan rem aus, kebocoran cairan, atau komponen tidak berfungsi dengan baik, yang mengakibatkan rem blong di jalan.
"Beberapa operator truk, terutama yang lebih kecil, mungkin mencoba menghemat biaya dengan menunda atau melewatkan perbaikan yang diperlukan, yang berkontribusi pada risiko masalah terkait rem," tulisnya.
2. Kelebihan Muatan dan Salah Kelola Kargo
Kelebihan muatan merupakan masalah yang terus-menerus terjadi di Indonesia. Truk sering kali memuat melebihi kapasitas yang disarankan untuk memaksimalkan keuntungan, yang membebani sistem pengereman melebihi batas desainnya.
Kendaraan yang kelebihan muatan memerlukan gaya pengereman yang lebih besar, yang meningkatkan kemungkinan rem blong, terutama saat menuruni lereng curam atau berhenti mendadak.
"Selain itu, keseimbangan muatan yang tidak tepat dapat menggeser beban secara tidak terduga, yang memengaruhi kinerja rem dan meningkatkan risiko kecelakaan," imbuhnya.
3. Medan yang Terjal dan Menantang
Kecelakaan di Tol Cipularang KM 92 terjadi di lintasan turunan. Lereng yang curam dapat memberikan tekanan berlebihan pada rem, menyebabkannya menjadi terlalu panas dan blong, terutama saat pengemudi mengandalkan pengereman terus-menerus tanpa interval pendinginan.
"Pada ruas jalan tol yang sangat rawan seperti KM 92 B perlu diperbanyak fitur keselamatan dan lakukan tΔ±ndakan penegakan hukum yang tegas bagi kendaraan yang melanggar rambu lalu lintas," imbaunya.
Khusus sepanjang KM 90 sd 100 B Cipularang, lanjut Harun, desain geometri dan rambu pembatasan kecepatan, bisa jadi sudah memenuhi persyaratan. Namun karena mayoritas pengendara melampaui batas kecepatan (80 km/jam), hal ini menjadi hazard (ancaman) baru bagi pengguna tol lainnya.
4. Kelelahan Pengemudi dan Kekurangan Pelatihan
Faktor pengemudi bisa juga berpengaruh. Jam kerja yang panjang, sering kali dengan sedikit waktu istirahat, menyebabkan kelelahan pengemudi, mengurangi waktu reaksi dan meningkatkan kemungkinan kecelakaan.
"Selain itu, beberapa pengemudi truk mungkin kurang memiliki pelatihan yang memadai tentang teknik manajemen rem, seperti pengereman mesin, yang penting untuk mempertahankan kendali saat menuruni lereng curam," urainya.
5. Penegakan Peraturan Keselamatan yang Tidak Memadai
Meskipun ada peraturan tentang batas beban kendaraan, standar perawatan, dan kelaikan jalan, penegakannya sering kali tidak konsisten. Badan pengawas mungkin menghadapi tantangan dalam menegakkan hukum ini secara ketat, yang menyebabkan standar keselamatan yang longgar di seluruh industri.
Menurut Harun, korupsi dan inspeksi yang tidak memadai dapat memperburuk masalah ini, yang memungkinkan kendaraan dalam kondisi buruk tetap beroperasi di jalan umum.
6. Armada Kendaraan yang Menua
Usia kendaraan juga menyumbangkan faktor pengaruh. Banyak truk dan trailer yang beroperasi di Indonesia sudah tua usianya, sampai beberapa dekade, ketinggalan zaman dari segi teknologi.
"Kendaraan yang lebih tua lebih rentan terhadap kegagalan mekanis, termasuk malfungsi sistem rem, karena komponen yang aus dan teknologi yang sudah usang," urai Harun.
7. Kemacetan Lalu Lintas dan Kondisi Jalan
Kemacetan lalu lintas dan kondisi jalan juga tak kalah berpengaruh. Macet memberikan tekanan tambahan pada rem truk karena gerakan berhenti-jalan yang konstan.
"Kondisi jalan yang buruk, seperti lubang dan permukaan yang tidak rata, juga berkontribusi terhadap peningkatan keausan pada sistem pengereman, yang mempercepat risiko kerusakan," tuturnya.
Langkah-langkah Mitigasi
Prof Harun pun memberikan beberapa langkah-langkah mitigasi yakni:
1. Pemeriksaan kendaraan secara teratur dan ketat untuk kendaraan berat.
2. Menegakkan peraturan beban untuk mencegah kelebihan muatan.
3. Pemerintah wajib menyelenggarakan program pelatihan pengemudi untuk meningkatkan pengetahuan tentang praktik pengereman yang aman dan manajemen kelelahan.
4. Meningkatkan infrastruktur jalan, terutama di daerah perbukitan, dengan jalur keluar darurat dan desain jalan yang lebih aman.
5. Kendaraan berat dan bus pastikan diatur hanya boleh menggunakan lajur paling kiri.
"Langkah-langkah ini akan meningkatkan keselamatan operasi truk di Indonesia, membantu mengurangi frekuensi kecelakaan terkait rem," saran dia.
(nwk/faz)