Riwayat Pendidikan Bung Tomo: Sempat Putus Sekolah hingga Kuliah Ekonomi di UI

ADVERTISEMENT

Riwayat Pendidikan Bung Tomo: Sempat Putus Sekolah hingga Kuliah Ekonomi di UI

Muhammad Alfathir - detikEdu
Minggu, 10 Nov 2024 15:00 WIB
Bung Tomo pahlawan perang surabaya 10 november 1945
Foto: Alex Mendur via Wikimedia Commons/Ilustrasi Bung Tomo, sosok penting dalam Pertempuran Surabaya 10 November 1945
Jakarta -

Bung Tomo atau Sutomo adalah sosok yang sangat berpengaruh dalam Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Dia dikenal karena orasinya yang menyatakan "merdeka atau mati!" melalui radio yang disiarkan secara langsung.

Orasi Bung Tomo pada 10 November 1945 berhasil membangkitkan semangat "arek-arek Suroboyo" atau rakyat Surabaya dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan melawan pasukan Sekutu dan Belanda.

Peran Bung Tomo sangat krusial hingga dikenang sebagai pahlawan nasional. Perjuangannya bersama rakyat Surabaya pada 10 November juga diabadikan menjadi Hari Pahlawan Nasional.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, sebelum dikenal sebagai tokoh pejuang Surabaya, seperti apa sebenarnya pendidikan Bung Tomo?

Riwayat Pendidikan Bung Tomo

Bung Tomo memiliki nama asli Sutomo dan lahir di Kampung Bluran, Surabaya, pada 3 Oktober 1920. Pada masa kolonial, ia sempat putus sekolah akibat krisis ekonomi, tetapi ia terus berjuang hingga berhasil meraih sarjana dan menjadi wartawan di beberapa surat kabar.

ADVERTISEMENT

Menurut studi yang terbit di Jurnal Pendidikan dan Penelitian Sejarah, Vol. 2, No. 2, Oktober 2021 oleh Choirani Fika Purmeica dan kawan-kawan, Bung Tomo memulai pendidikannya di HIS (Hollands Inlandse School) ketika ia berusia enam tahun.

Setelah lulus dari HIS, Bung Tomo kemudian melanjutkan pendidikannya di MULO (Meer Uitgebreid Large Onderwijs). Namun, ia terpaksa putus sekolah pada usianya yang ke-12 tahun karena adanya krisis ekonomi yang membuat keluarga Sutomo kesulitan membiayai sekolahnya.

Setelah krisis ekonomi, Bung Tomo kemudian didorong oleh keluarganya untuk melanjutkan pendidikan yang sempat terputus. Saat itu, ia dimasukan oleh keluarganya ke HBS (Hogere Burger School), meskipun tidak pernah lulus secara resmi akibat ketidaksukaan Pemerintah Kolonial Belanda kepada Bung Tomo.

Pada saat Indonesia merdeka, Bung Tomo kembali didesak oleh keluarganya untuk melanjutkan pendidikan di tingkat universitas. Keluarga Bung Tomo saat itu mengatakan padanya bahwa menjadi pejuang tidak akan sempurna bila tidak ditopang dengan pendidikan tinggi.

Atas dasar tersebut, Bung Tomo kemudian menyelesaikan pendidikannya di jurusan ekonomi, Universitas Indonesia pada 1968. Ia menulis skripsi berjudul "Pengaruh Agama pada Pembangunan Ekonomi di Daerah Pedesaan Indonesia", sebagaimana keterangan yang dikutip dari situs Kemdikbud RI.

Selain belajar melalui pendidikan formal, Bung Tomo juga sempat bergabung di Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI), yakni sebuah organisasi yang berasaskan kebangsaan. Di sini, ia belajar mengenai semangat nasionalisme dan perjuangan.

Riwayat Karier Bung Tomo: Menulis, Menjadi Wartawan, hingga DPR

Mengutip buku "Bung Tomo" pada 2019 karya Abdul Waid, Bung Tomo adalah salah satu sosok yang memiliki kecintaan dan bakat dalam bidang kepenulisan. Ia bahkan sudah mulai menulis sejak masa remaja. Tulisan pertamanya berhasil diterbitkan di surat kabar di Soeara Oemoem di Surabaya pada 1937.

Menurut Abdul Waid, tulisan Bung Tomo dinilai sangat kritis, mudah dicerna atau dipahami, dan ditulis secara apa adanya.

Bakat menulisnya ini mendorong Bung Tomo untuk berkarier di dunia Jurnalistik. Ia memulai karirnya sebagai wartawan lepas di beberapa surat kabar harian dan mingguan, dari mulai Soeara Oemoem, Express, Pembela Rakyat, hingga Majalah Poestaka Timoer.

Selang tiga tahun, Bung Tomo kemudian menjadi wartawan di kantor media Antara, tepatnya di bagian bahasa Indonesia untuk wilayah Jawa Timur. Pada saat usianya menginjak 25 tahun, ia diangkat sebagai kepala kantor berita Antara di Surabaya, menurut keterangan yang dikutip dari Universitas Insan Cita Indonesia.

Sebagai seorang wartawan, Bung Tomo kerap menulis dan menyiarkan berita yang mendukung kemerdekaan Indonesia. Selain itu, pekerjaannya ini memudahkannya untuk mendapatkan akses radio, salah satunya adalah orasi yang disiarkan pada saat Pertempuran 10 November di Surabaya.

Beberapa tahun setelah pertempuran selesai, Bung Tomo diangkat sebagai Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Bersenjata sekaligus merangkap sebagai Menteri Sosial Ad Interim pada 1950.

Selain itu, pada 1955, Bung Tomo juga terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat melalui Partai Rakyat Indonesia (PRI), yakni partai yang didirikan dan dipimpin langsung oleh Sutomo selama masa revolusi.

Bung Tomo dikenal sebagai sosok yang kritis dan kerap kali mengkritik pemerintah, baik pada masa orde lama maupun orde baru. Akibatnya, pada 11 April 1978, Bung Tomo ditangkap dan dipenjara selama satu tahun dengan tuduhan melakukan tindakan subversif atau upaya pemberontakan.

Bung Tomo meninggal dunia pada 7 Oktober 1981 di Padang Arafah, Arab Saudi saat menunaikan ibadah haji. Jenazahnya kemudian dibawa pulang ke Indonesia, lalu dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum di wilayah Ngagel di Surabaya.




(faz/faz)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads