Menyebar Berlian ke Atmosfer Bisa Mendinginkan Bumi, Ini Kata Studi

ADVERTISEMENT

Menyebar Berlian ke Atmosfer Bisa Mendinginkan Bumi, Ini Kata Studi

Muhammad Alfathir - detikEdu
Minggu, 03 Nov 2024 08:00 WIB
Botswanas President Mokgweetsi Masisi holds the 2,492-carat diamond that was unearthed at one of its mines and will be put on show, Thursday, Aug. 22, 2024, in Gaborone. (AP Photo)
Foto: AP Photo
Jakarta -

Dalam film Ocean's Eleven, terdapat adegan ketika tokoh utamanya, George Clooney melaju kencang di jalan raya membawa truk penuh berlian curian, dan mengatakan "Hei, mari kita hancurkan berlian-berlian berkilau ini menjadi bubuk dan sebarkan melalui stratosfer (lapisan kedua atmosfer) untuk mendinginkan planet," ujarnya.

Namun, siapa sangka bahwa ungkapan mendinginkan planet menggunakan berlian ternyata berfungsi secara sains.

Sebuah studi yang diterbitkan oleh Geophysical Research Letters, Vol. 51, No. 19 pada tahun 2024, karya Sandro Vattioni dan kawan-kawan, menunjukkan bahwa berlian merupakan material paling cocok untuk mendinginkan planet melalui metode Stratospheric Aerosol Injection (SAI). Apa alasannya?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk itu, simak penjelasan ahli berikut ini.

Metode Stratospheric Aerosol Injection (SAI)

Metode Stratospheric Aerosol Injection (SAI) adalah teknik untuk mengurangi pemanasan global dengan menyuntikan partikel aerosol ke stratosfer. Teknik ini bertujuan untuk memantulkan sebagian sinar matahari kembali ke luar angkasa sehingga mengurangi jumlah panas yang mencapai permukaan bumi.

ADVERTISEMENT

Dalam studi ini, para peneliti menemukan bahwa berlian yang diproses menjadi nanopartikel bisa menjadi alternatif yang lebih efektif dibandingkan aerosol konvensional. Berlian, berdasarkan temuan mereka, memiliki karakteristik yang paling cocok untuk digunakan dalam model SAI.

"SAI merupakan cara yang lebih baik untuk menghindari bencana iklim di masa mendatang," kata ilmuwan iklim dari ETH Zurich di Swiss, Sandro Vattioni, kepada Science Alert.

Kendati demikian, berlian adalah salah satu batu permata yang memiliki nilai tinggi karena kelangkaannya. Hal ini menjadi alasan mengapa berlian belum digunakan sebagai pengganti aerosol konvensional.

Menurut Vattioni, percobaan SAI menggunakan nanopartikel pada berlian perlu untuk diuji karena berpotensi mendinginkan planet, meskipun mungkin sedikit lebih mahal dibandingkan pilihan lainnya.

Perbandingan Gas Sulfur Dioksida dengan Berlian

Selama beberapa dekade, para ilmuwan telah lama memikirkan apakah menambahkan partikel reflektif ke atmosfer dapat membantu mengurangi dampak pemanasan global yang disebabkan oleh gas rumah kaca.

Salah satu pilihan yang banyak dibahas adalah gas sulfur dioksida (SO2) yang terbentuk dari pembakaran bahan bakar fosil, dan letusan gunung berapi. SO2 menarik para peneliti karena mampu mengeluarkan puluhan juta ton gas ke atmosfer yang berdampak pada penurunan suhu Bumi dengan cara memantulkan sinar matahari.

Namun, metode ini memiliki efek samping seperti penipisan ozon, pemanasan stratosfer, dan hujan asam. Kekurangan ini mendorong Vattioni dan timnya untuk mencari alternatif yang lebih aman dan efektif dalam menurunkan suhu Bumi.

Vattioni melakukan penelitian terhadap tujuh jenis aerosol dengan menggunakan beberapa kriteria seperti penyerapan panas, reaktivitas, dan refleksivitas.

Setelah melakukan penelitian, ia mengatakan bahwa "salah satu faktor utama yang jarang dipertimbangkan adalah kecenderungan partikel untuk menggumpal atau mengendap saat tersuspensi dalam cairan seperti atmosfer," ujarnya kepada Science Alert.

Dari tujuh jenis aerosol yang diteliti, hanya partikel berlian yang mampu bertahan di atmosfer lebih lama. Selain itu, partikel berlian tidak menggumpal, serta tidak menyebabkan hujan asam atau reaksi kimia berbahaya lainnya.

"Jika diberi pilihan antara dua jenis titanium dioksida, alumina, kalsit, berlian, silikon karbida, dan sulfur dioksida, tidak ada pilihan lain selain menyuntikkan 5 juta ton kepingan berlian selebar 150 nanometer ke langit untuk mencapai pendinginan yang memadai," tulis para peneliti sebagaimana dikutip dari studi Geophysical Research Letters, Vol. 51, No. 19 yang diterbitkan pada tahun 2024.




(nwy/nwy)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads