Tahun 2020 lalu viral foto realistik beberapa kaisar Romawi yang diambil dari gambaran patung dadanya dan diolah dengan teknologi artificial intelligence (AI). Seberapa handal cara rekonstruksi ini?
Saat membaca tentang sejarah dari peradaban besar dan para penguasanya, tentu rasa penasaran muncul, seperti apa sih wajah-wajah manusia berkuasa pada masanya itu? Namun, bagaimana cara mengetahuinya?
Metode Rekonstruksi Wajah
Cara rekonstruksi wajah yang paling sederhana melibatkan penambahan kulit, mata, dan rambut yang tampak realistis pada patung dada Yunani atau Romawi. Metode lain bisa lebih rumit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu rekonstruksi wajah paling terkenal dari individu mana pun dari dunia Yunani-Romawi adalah kasus Hermione Grammatike. Hermione adalah seorang guru berusia 20-an yang meninggal di Mesir pada awal abad ke-1 Masehi.
Potret kuno dan kerangka Hermione sama-sama bertahan bersama muminya. Jadi, setiap upaya untuk merekonstruksi wajahnya berdasarkan sisa-sisa kerangka dapat dibandingkan dengan potret dirinya.
Pada tahun 1997, peneliti British Museum menggunakan pemindaian CT (computed tomography) untuk membuat gambar 3D wajah Hermione. Setelah merekonstruksi permukaan wajah menggunakan tengkorak, para peneliti kemudian mencocokkan potret pada peti mati Hermione untuk memberikan nuansa pada detailnya.
Meskipun menggunakan kombinasi metode yang ketat ini, mereka mengakui adanya kesulitan untuk merekonstruksi wajah Hermione. Hal ini karena tengkorak tidak membawa cukup informasi untuk menentukan permukaan wajah secara lengkap. Rekonstruksi wajah dari tengkorak akan selalu mengandung unsur seni.
Wajah yang direkonstruksi kemungkinan besar menyerupai wajah orang yang masih hidup tetapi sangat tidak mungkin merupakan replika yang tepat. Jadi, bahkan dengan teknik yang cermat, masih ada beberapa keraguan tentang rekonstruksi wajah.
Namun, rekonstruksi semacam itu menjadi lebih akurat. Hal ini sebagian besar berkat metode baru ekstraksi dan analisis DNA, yang memungkinkan untuk mengetahui warna rambut, kulit, dan mata orang dengan lebih presisi, demikian dituliskanpeneliti sejarah Yunani-Romawi kuno dari Universitas Melbourne,Konstantine Panegyresdilansir dari The Conversation.
Seberapa Handal dan Akurat Potret Orang-orang Kuno?
Mendasarkan rekonstruksi wajah orang-orang pada patung dada atau potret mereka yang masih ada bukanlah prosedur yang sepenuhnya aman. Dalam beberapa kasus, terdapat perbedaan antara potret orang-orang kuno dan deskripsi sastra kuno tentang seperti apa rupa mereka.
Misalnya, menurut teks-teks kuno, filsuf Aristoteles berkepala botak atau (atau) berambut pendek dan berjanggut pendek, serta bermata kecil. Ia mengenakan cincin di jari-jarinya dan pakaian mewah. Namun, patung dada kuno yang telah diidentifikasi menggambarkan Aristoteles memperlihatkannya dengan janggut lebat dan banyak rambut.
Hal ini menimbulkan masalah baru: informasi mana yang lebih andal - karya seni kuno atau deskripsi sastra kuno? Dalam kasus seperti ini, tampaknya hampir mustahil untuk memutuskan.
Namun, beberapa potret kuno pasti merupakan penggambaran yang cukup akurat dari subjeknya.
Penulis Romawi Claudius Aelianus pernah menuliskan di masanya bahwa di Thebes berlaku hukum yang memerintahkan para seniman - baik pelukis maupun pematung - untuk membuat potret mereka menarik. Kalau pematung dan pelukis itu 'memotret' karya yang kurang menarik dari aslinya, seniman itu akan didenda dengan sejumlah uang yang jumlahnya lumayan banyak.
Orang Kuno dan Modern Berkeinginan Sama untuk Melihat Potret Wajah
Sekitar tahun 39 SM, sarjana Romawi Marcus Terentius Varro menerbitkan koleksi potret orang-orang terkenal. Koleksi Varro rupanya mencakup 700 potret tokoh-tokoh Yunani dan Romawi yang terkenal. Setiap potret disertai dengan epigram (syair/ungkapan pendek) dan biografi singkat tentang sosok itu. Koleksi ini pasti telah memenuhi keinginan masyarakat untuk mengetahui seperti apa rupa wajah-wajah orang terkenal. Jelas, orang-orang kuno dan modern memiliki ketertarikan yang sama.
Orang modern zaman kiwari tentu dapat menikmati rekonstruksi wajah orang-orang dari zaman kuno. Namun, ingat dua hal penting ini.
Pertama, potret dan patung dada kuno itu sendiri tidak selalu dapat diandalkan, sehingga rekonstruksi yang didasarkan pada potret dan patung dada tersebut tidak dapat dipastikan keakuratannya. Kedua, peneliti modern mengakui bahwa rekonstruksi yang didasarkan pada tengkorak memiliki keterbatasan, meskipun keakuratan metode ini meningkat pesat.
Jadi, lain kali saat melihat rekonstruksi wajah orang kuno, bisa jadi itu mirip dengan wajah sebenarnya, bisa juga nggak mirip sama sekali.
(nwk/nwk)