Pendidikan di Indonesia mengenal beberapa asesmen untuk berbagai kepentingan, baik untuk guru maupun siswa. Salah satu yang dikenal adalah ujian masuk perguruan tinggi dan ujian nasional untuk jenjang sekolah menengah atas.
Selain keduanya, ada juga Asesmen Nasional (AN) yang digunakan oleh pemerintah dalam rangka memonitor sistem pendidikan di tingkat sekolah maupun pemerintahan.
"Untuk Indonesia sampai saat ini ada berbagai asesmen yang telah dilaksanakan untuk berbagai kepentingan dan tujuan, antara lainnya adalah untuk kepentingan atau tujuan seleksi, di mana penilaiannya adalah untuk seleksi. Contohnya adalah seleksi guru yang sudah dilaksanakan, dan seleksi murid untuk masuk perguruan tinggi negeri (SNBP-SNBT)," ucap Direktur Australian Council for Educational Research (ACER) Indonesia Mariam Kartikatresni kepada detikEdu ditulis Selasa (15/10/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
ACER global adalah organisasi nirlaba global yang ditunjuk oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) untuk memimpin penyelenggaraan dan pengembangan 2025 Programme for International Student Assessment (PISA) di lebih dari 90 negara di dunia.
Apakah Asesmen di Indonesia Sudah Efektif?
Menurut Direktur ACER Indonesia Mariam, efektivitas dari asesmen bergantung pada tujuan dan penggunaannya. Misal dalam AN, tujuannya untuk memonitor sekolah-sekolah dan untuk hasil asesmennya akan digunakan untuk memperbaiki kinerja.
Sementara untuk siswa, asesmen berarti sebuah alat ukur yang tidak dapat membuat siswa bersaing secara 'stand alone'.
"Alat ukur harus yang akurat dan yang tepat dalam menjelaskan tingkat kemampuan siswa dengan benar dan diikuti dan selaras dengan pengembangan faktor lain dalam sistem pendidikan, antara lain kurikulum, kemampuan guru, education leadership dll," papar Mariam.
Dalam hal ini, jika yang ingin dicapai adalah kemampuan di tingkat global, maka perlu dilihat apa isi asesmen yang dilakukan secara global. Salah satunya PISA dari OECD yang digunakan untuk mengukur kemampuan murid usia 15 tahun dalam literasi dan numerasi di berbagai negara.
Menurutnya, apabila target negara adalah untuk mencapai tingkat numerasi dan literasi yang bersaing secara global maka itu yang perlu diuji.
"Kalau beda, kita tidak mendapatkan informasi 'evidence' (bukti) yang relevan dan bermanfaat yang dapat digunakan untuk perbaikan kemampuan siswa di dua hal tersebut," paparnya.
Apabila yang diuji adalah penguasaan materi matematika misalnya, maka hasil pengukuran akan beda dan tidak sesuai dengan tujuan pelaksanaan asesmen di atas. Namun apabila yang ingin kita ketahui adalah kemampuan penguasaan materi saja, maka ujian akan berbeda.
"Asesmen harus diikuti dengan program pengajaran yang dapat membantu siswa untuk bertambah baik.Untuk membangun siswa, harus ada alignment antara semua faktor penentu dalam ekosistem pendidikan," imbuh Mariam.
Bagaimana dengan Standar Asesmen yang Dilakukan Pemerintah?
Dalam pandangan ACER, Mariam mengatakan untuk melihat apakah alat ukur pemerintah sekarang sudah baik atau belum standardnya, perlu melihat pengembangan sistem asesmen yang ada.
"Kami melihat bahwa metode pengembangan asesmen sudah mulai mengikuti standard proses pembuatan asesmen 'best practice' dan dibuat sesuai kebutuhan kebijakan dan tujuannya. Dan pemerintah senantiasa mencari jalan terbaik sesuai 'best practice' yang berlaku," katanya.
Ke depan, menurutnya, asesmen yang masih dapat terus dikembangkan oleh pemerintah Indonesia adalah asesmen diagnostik untuk kebutuhan murid dan guru guna mendukung 'differentiated learning', yang berfokus pada karakter dan minat siswa yang berbeda-beda.
(faz/nwk)