Ragu dengan Manfaat Kuliah? Kata Studi, Kuliah Bagus untuk Kesehatan Mental Lho!

ADVERTISEMENT

Ragu dengan Manfaat Kuliah? Kata Studi, Kuliah Bagus untuk Kesehatan Mental Lho!

Novia Aisyah - detikEdu
Senin, 07 Okt 2024 09:00 WIB
Ilustrasi kuliah di luar negeri
Ilustrasi kuliah. Foto: Dok. Getty Images
Jakarta -

Sebagian orang masih ada yang menyangsikan pentingnya pendidikan tinggi. Sementara, berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh University of Surrey, pendidikan tinggi berdampak pada kesehatan mental yang lebih baik bagi kaum muda.

Penelitian pada 2022 lalu ini juga menunjukkan lingkungan universitas memiliki pengaruh positif terhadap hasil profesional bagi mereka yang memiliki riwayat tekanan mental.

Para peneliti juga menemukan orang kulit hitam dan Asia cenderung tidak menyatakan memiliki penyakit mental dibandingkan dengan orang kulit putih. Lebih jauh lagi, kaum muda yang tumbuh di daerah yang lebih miskin dan tidak pernah kuliah lebih mungkin mengalami masalah kesehatan mental.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pendidikan Tinggi Bisa Dilihat sebagai Ruang Inklusif

Dr Anesa Hosein dari University of Surrey dan kepala peneliti dari penelitian yang didanai oleh Economic and Social Research Council ini, mengatakan, mengalami masalah kesehatan mental pada awal kehidupan dapat menyebabkan konsekuensi buruk yang mendalam bagi hasil kesehatan mental seseorang saat dewasa. Selain itu, ada potensi dampak negatif lebih lanjut pada hasil kehidupan pendidikan dan pekerjaan mereka.

"Efek kesehatan mental ini juga dibentuk oleh keanggotaan kelompok sosial. Misalnya, paparan trauma dan viktimisasi individu kulit hitam meningkatkan risiko psikosis mereka," jelasnya, dikutip dari University of Surrey.

ADVERTISEMENT

Tim peneliti menganalisis data dari Longitudinal Study of Young People in England yang mensurvei orang-orang yang lahir antara 1989 dan 1990. Tim kemudian menggunakan metode analisis multilevel heterogenitas individu dan akurasi diskriminatif untuk memprediksi peluang apakah hal-hal seperti identitas seksual, etnis, gender, dan status sosial ekonomi berkaitan dengan hasil kesehatan mental anak muda pada usia 25 tahun, dan apakah berbeda berdasarkan kehadiran di universitas.

Temuan tersebut juga menunjukkan meskipun menjadi perempuan atau mengidentifikasi diri sebagai minoritas seksual meningkatkan peluang anak muda mengalami masalah kesehatan mental pada usia 25 tahun, di antara kaum minoritas seksual, peluang melukai diri sendiri pada mereka yang kuliah dibandingkan dengan mereka yang tidak kuliah hanyalah setengahnya.

"Bagi kaum minoritas seksual, pendidikan tinggi dapat dilihat sebagai lingkungan yang terbuka dan inklusif, tempat individu lebih bebas mengeksplorasi identitas seksual mereka. Oleh karena itu, memiliki ruang untuk mengekspresikan identitas seksual mereka yang sebenarnya dapat mengurangi risiko perilaku menyakiti diri sendiri di masa mendatang," terang Hosein.

"Penelitian ini mengingatkan kita pada konteks yang lebih luas; masa dewasa muda merupakan masa yang menantang bagi kesehatan mental. Sering kali lebih mudah untuk mengidentifikasi tantangan ini dalam populasi universitas, tetapi mengakui konteks yang lebih luas sangat penting jika kita berupaya mengurangi beban kesehatan mental yang buruk di kalangan dewasa muda," imbuh Dr Nicola Byrom salah satu penulis studi tersebut.




(nah/nwk)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads