Setiap tanggal 30 September, bangsa Indonesia diingatkan dengan peristiwa kelam yang melibatkan pembunuhan enam perwira tinggi Angkatan Darat. Peristiwa ini dikenal sebagai Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia atau G30S/PKI.
Kala itu, gerakan dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam upaya kudeta pemerintahan Presiden Soekarno. PKI adalah kekuatan politik besar di Indonesia pada 1960-an dan memiliki pengaruh yang kuat dalam politik Indonesia, terutama melalui dukungan dari buruh dan petani.
Namun, pada 1965, ketegangan antara PKI dan TNI Angkatan Darat memuncak. Ketegangan ini mencapai puncaknya dengan terjadinya peristiwa G30S/PKI.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Latar Belakang G30S/PKI
Secara umum, G30S/PKI dilatarbelakangi oleh munculnya konsep ideologi Nasionalisme, Agama, dan Komunisme (Nasakom) yang pertama kali dicetuskan oleh Presiden Soekarno.
Konsep ini sebenarnya pertama kali muncul pada tahun 1926 dalam surat kabar Soeloeh Indonesia Moeda. Dalam tulisannya, Soekarno menyatakan: "Dengan cara yang kurang sempurna, kita mencoba membuktikan bahwa paham Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme dalam negeri jajahan saling menutupi satu sama lain".
Soekarno menilai bahwa terdapat tiga aliran politik utama yang menjadi pilar pergerakan nasional pada masa penjajahan Belanda. Aliran tersebut meliputi kelompok nasionalis yang tergabung dalam Indische Partij (IP), kelompok muslimun yang tergabung dalam Sarekat Islam (SI), dan kelompok komunis yang tergabung dalam Partai Komunis Indonesia (PKI).
Namun, konsep ini baru mulai populer ketika Presiden Soekarno mengumandangkan kembali gagasan ini pada tahun 1956. Pada saat itu, Soekarno mengkritik sistem Demokrasi Parlementer yang dinilai tidak cocok diterapkan di Indonesia karena hanya akan melindungi sistem kapitalisme.
Menurutnya, parlemen tidak akan bisa memakmurkan rakyat karena akan dikuasai oleh kelompok borjuis saja, sebagaimana dikutip dari buku "Demokrasi untuk Indonesia: Pemikiran Politik Bung Hatta" (2010) karya Zulfikri Suleman.
Berdasarkan pandangan ini, Presiden Soekarno mengusulkan sistem pemerintahan baru bernama Demokrasi Terpimpin dengan tiga pilar utama yang diwujudkan melalui konsep Nasakom. Gagasan ini menimbulkan penolakan, terutama dari kelompok TNI AD yang tidak setuju dengan digunakannya paham komunis dalam tiga pilar tersebut.
Namun, kondisi ini akhirnya memicu ketidakharmonisan hubungan antara TNI AD dan PKI. Pertentangan ini semakin memanas ketika kondisi kesehatan Presiden Soekarno memburuk. Akibatnya, terjadi peristiwa G30S PKI pada 30 September 1965.
Tujuan G30S/PKI
Dikutip dari buku "Sejarah untuk SMK Kelas IX" karya Prawoto, tujuan dari peristiwa G30S/PKI antara lain:
1. Menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menjadikannya sebagai negara komunis.
2. Menyingkirkan TNI Angkatan Darat dan merebut kekuasaan pemerintahan.
3. Mewujudkan ideologi komunis dalam membentuk sistem pemerintahan
4. Ideologi komunis jadi pengganti ideologi Pancasila
5. Kudeta yang dilakukan kepada Presiden Soekarno tak lepas dari rangkaian kegiatan komunisme internasional.
Kronologi Singkat G30S/PKI
Peristiwa G30S PKI dimulai pada hari Kamis malam, tepatnya pada tanggal 30 September 1965. PKI di bawah pimpinan Dipa Nusantara Aidit atau DN Aidit, melancarkan aksinya dengan menculik para jenderal dan perwira tinggi untuk melemahkan kekuatan militer Indonesia.
Merangkum arsip detikEdu, berikut kronologi awal pemberontakan G30SPKI:
1. Letkol Untung dari Komando Batalion I resimen Cakrabirawa mengendalikan gerakan 30 September 1965
2. Lettu Dul Arief ditunjuk oleh Letkol Untung menjadi ketua pelaksanaan penculikan para jendral
3. Pasukan bergerak mulai pukul 03.00, enam jenderal menjadi korban penculikan dan pembunuhan yakni Letjen. Ahmad Yani, Mayjen. R. Soeprapto, Mayjen. Harjono, Mayjen. S. Parman, Brigjen D.I. Panjaitan dan Brigjen Sutoyo dan satu perwira yakni Lettu Pierre Tendean.
4. Seluruh jendral dimasukkan ke dalam lubang di kawasan Pondok Gede, Jakarta.
5. Satu jendral selamat dalam penculikan ini yakni Jenderal A.H. Nasution, tetapi putrinya menjadi korban yakni Ade Irma Suryani serta ajudannya Lettu Pierre Tendean.
6. Brigadir Polisi K.S. Tubun menjadi korban selanjutnya yang wafat ketika mengawal rumah Dr. J. Leimena.
7. Gerakan ini menyebar juga di Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta. Kemudian Kolonel Katamso dan Letkol Sugiono menjadi korban karena tidak mendukung gerakan ini.
8. Setelah membunuh para perwira tinggi, PKI menguasai gedung Radio Republik Indonesia (RRI). Mereka mengumumkan sebuah Dekrit yang diberi nama Dekrit no.1, yakni pernyataan bahwa gerakan G30S adalah upaya penyelamatan negara dari dewan jenderal yang ingin mengambil alih negara.
(faz/faz)