Kereta api adalah salah satu moda transportasi umum yang populer di Indonesia. Pada 28 September, Hari Kereta Api Nasional dirayakan sebagai bagian dari sejarah Indonesia. Lantas kapan pertama kali kereta api ada di Indonesia?
Kini, kereta api telah menghubungkan wilayah dari ujung Banyuwangi di timur hingga Banten di ujung Barat. Selain itu, juga ada jalur kereta api aktif di Pulau Sumatra dan Sulawesi.
Pada 2023, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penumpang kereta api di Indonesia secara akumulatif mencapai 371 juta orang. Jumlah ini meningkat dibanding tahun 2022 dengan 277 juta penumpang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejarah Perkeretaapian di Indonesia: Awal Mula Kemunculannya
Mengutip situs resmi Kereta Api Indonesia (KAI), sejarah perkeretaapian di Indonesia dimulai pada 17 Juni 1864 dengan pembangunan rel pertama yang menghubungkan Semarang dan Vorstenlanden (Solo-Yogyakarta).
Semarang dipilih sebagai awal pembangunan rel kereta api di Indonesia karena memiliki peran penting bagi pemerintah Kolonial Belanda. Selain sebagai kota administrasi, Semarang juga merupakan pusat perdagangan, terutama gula yang merupakan salah satu komoditas utama.
Kala itu, pembangunan jalur rel dilakukan dengan cara mencangkul lahan di Desa Kemijen, oleh perusahaan swasta. Salah satu pelopor perkeretaapian di Indonesia adalah NV Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM), sebuah badan usaha swasta yang didirikan pada 1862.
NISM kemudian membuka jalur kereta api pertama yang menghubungkan antara Semarang dan Vorstenlanden. Pembukaan jalur kereta api inilah yang menandai dimulainya sejarah perkeretaapian di Indonesia.
Rute Kereta Api Antarkota Pertama di Indonesia
Setelah keberhasilan NISM, pemerintah Kolonial turut membangun jalur kereta api negara melalui Staatsspoorwegen (SS) dengan rute pertama yang meliputi Surabaya-Pasuruan-Malang.
Setelah pembangunan berhasil dilakukan di wilayah Jawa, banyak investor swasta yang ikut membangun jalur kereta untuk rute lain di Indonesia, seperti di Aceh pada 1876, Sumatera Utara pada 1889, Sumatera Barat pada 1891, Sumatera Selatan pada 1914, dan Sulawesi pada 1922.
Perkembangan pembangunan kereta api pada masa pendudukan Belanda terbilang sangat pesat. Sampai akhir 1928, panjang jalan kereta api dan trem di Indonesia mencapai 7.464 km, dengan rincian rel milik pemerintah sepanjang 4.089 km dan milik swasta sepanjang 3.375 km.
Dari Belanda ke Jepang Lalu Dikelola Indonesia
Pada 1942, pemerintah Kolonial Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Hal ini juga membuat pengelolaan perkeretaapian yang sebelumnya dimiliki Belanda diambil alih oleh Jepang.
Perkeretaapian pada masa Jepang dikenal dengan nama Rikuyu Sokyoku (Dinas Kereta Api). Berbeda dengan Belanda, selama penguasaan Jepang, kereta api difokuskan untuk keperluan perang
Tak berselang lama, pada 1945, beberapa hari setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, rakyat Indonesia berhasil merebut Kantor Pusat Kereta Api di Bandung dari Jepang. Peristiwa ini terjadi pada 28 September 1945, dan kemudian diabadikan sebagai Hari Kereta Api Indonesia.
Melalui perjanjian damai Konferensi Meja Bundar (KMB) pada Desember 1949, aset-aset yang sebelumnya dimiliki oleh pemerintah Kolonial Belanda dan Jepang secara resmi diserahkan kepada Indonesia. Hal ini berujung pada pembentukan Djawatan Kereta Api (DKA) pada 1950.
DKA mengalami beberapa kali pergantian nama, dari mulai Perusahaan Negara Api (PNKA), Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka) pada 1991, Perseroan Terbatas, P.T Kereta Api (Persero) pada 1998, dan sejak 2011 sampai sekarang adalah PT Kereta Api Indonesia (Persero).
(faz/faz)