Beberapa ratus juta tahun yang lalu, permukaan Bumi pernah tertutup es setebal 1 kilometer. Fenomena 'Bumi Bola Salju' (Snowball Earth) ini terjadi beberapa kali, tetapi peneliti selama ini belum tahu apa sebabnya.
Sebelumnya, peneliti juga tidak mengetahui bagaimana transisi Bumi 'Bola Salju' menjadi tanpa es terjadi. Yang diketahui adalah hilangnya es disebabkan oleh pemanasan global drastis.
Baru-baru ini, penelitian dari University of Washington (UW) berhasil mengungkap bagaimana Bumi 'Bola Salju' terakhir dapat berakhir. Hasil studi mereka di Nature Communications tersebut juga mengungkap bagaimana proses pencairan es dapat memicu perkembangan kehidupan di Bumi serta munculnya hewan-hewan pertama di dunia. Seperti apa?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penelitian Bumi Es
Petunjuk Batu Purba
Untuk mengungkap proses pencairan Bumi 'Bola Salju' dan munculnya makhluk hidup, peneliti mendalami studi pada batuan purba "karbonat tutup". Batuan ini dperkirakan terbentuk saat es gletser mencair.
Karbonat tutup adalah batuan kapur atau dolomit berlapis yang memiliki susunan kimia tertentu. Batuan ini ditemukan di lebih dari 50 lokasi di dunia, termasuk Death Valley, Namibia, Siberia, Irlandia, dan Australia.
Batuan purba ini diperkirakan terbentuk saat lapisan es yang mengelilingi Bumi mencair. Saat itu, terjadi perubahan dramatis dalam kimia atmosfer dan lautan, serta mengendapkan jenis sedimen unik ini ke dasar laut.
Karbonat tutup disebut "tutup" karena karena merupakan tutupan di atas endapan glasial yang tersisa setelah Bumi 'Bola Salju'. Sedangkan kata "karbonat" dipakai karena batu kapur dan dolomit merupakan batuan yang mengandung karbon. Memahami pembentukannya menurut peneliti dapat membantu menjelaskan siklus karbon selama periode perubahan iklim yang dramatis.
Peneliti Trent Thomas menjelaskan, batuan ini menyimpan petunjuk tentang atmosfer dan lautan Bumi sekitar 640 juta tahun yang lalu. Ini artinya batuan purba tersebut dapat merekam petunjuk keadaan alam jauh lebih awal daripada yang dapat direkam oleh inti es atau lingkaran pohon.
"Karbonat penutup mengandung informasi tentang sifat-sifat utama atmosfer Bumi dan lautan, seperti perubahan kadar karbon dioksida di udara, atau keasaman lautan," kata mahasiswa doktoral UW bidang ilmu Bumi dan antariksa, dikutip dari laman resmi kampus.
"Teori kami sekarang menunjukkan bagaimana sifat-sifat ini berubah selama dan setelah Bumi 'Bola Salju'," ucapnya.
Kehidupan Bumi Purba & Kemunculan Hewan
Penelitian tim UW membuat model perubahan lingkungan. Dalam studi, mereka juga dapat melihat evolusi kehidupan di Bumi sampai bisa muncul hewan-hewan setelah fenomena Bumi Bola Salju terakhir mencair.
Peneliti David Catling mengatakan, rupanya selama lebih dari 2 miliar tahun menjelang fenomena Bumi 'Bola Salju' tersebut, yang hidup hanyalah alga dan organisme air kecil. Belum ada hewan-hewan besar yang berlarian di atas permukaan Bumi, yang tertutup es tersebut.
"Kehidupan di Bumi sederhana--dalam bentuk mikroba, alga, atau organisme akuatik kecil lainnya--selama lebih dari 2 miliar tahun menjelang Bumi Bola Salju'," kata profesor ilmu Bumi dan antariksa di UW tersebut.
"Faktanya, 1 miliar tahun menjelang Bumi 'Bola Salju' disebut '1 miliar tahun yang membosankan' karena sangat sedikit yang terjadi. Kemudian dua peristiwa Bumi 'Bola Salju' terjadi. Dan segera setelah itu, hewan muncul dalam catatan fosil," jelasnya.
Mencairnya Bumi 'Bola Salju'
Peneliti kemudian berhasil membuat model kimia dan geologi pada tiga fase Bumi 'Bola Salju'. Mereka mendapati, saat puncak Bumi 'Bola Salju', es tebal yang mengelilingi planet memantulkan sinar Matahari. Namun, beberapa area perairan terbuka memungkinkan terjadinya pertukaran antara lautan dan atmosfer.
Sementara itu, air laut yang dingin terus bereaksi dengan dasar lautan. Karbon dioksida pun mulai terbentuk di atmosfer sampai dapat memerangkap cukup banyak energi Matahari untuk menaikkan suhu global dan mencairkan es.
Siklus tersebut menyebabkan hujan turun di Bumi, air tawar mengalir ke lautan. Air tersebut menyatu dengan lapisan air hasil pencairan gletser yang mengapung di atas air laut, yang notabene lebih padat dan asin.
Lautan berlapis (asin dan kurang asin) memperlambat sirkulasi laut. Seiring waktu, pergolakan laut meningkat sehingga pencampuran antara atmosfer, laut bagian atas, dan laut dalam berlanjut.
Peneliti menyimpulkan, dalam tahap pertama berakhirnya peristiwa Bumi Bola Salju, lapisan es tebal memisahkan sebagian besar atmosfer dan lautan. Pada tahap kedua, air tawar mengalir ke lautan untuk bergabung dengan air lelehan yang mengapung di permukaan lautan.
Sedangkan pada tahap terakhir, pencampuran lautan berlanjut, yang memungkinkan terjadinya pertukaran antara atmosfer, lautan bagian atas, dan lautan bagian dalam.
"Kami memperkirakan perubahan penting dalam lingkungan saat Bumi pulih dari periode Snowball, beberapa di antaranya memengaruhi suhu, keasaman, dan sirkulasi lautan. Sekarang setelah kita mengetahui perubahan ini, kita dapat lebih yakin mengetahui bagaimana perubahan tersebut memengaruhi kehidupan Bumi," kata Thomas.
Penelitian tim UW didanai National Science Foundation dan Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA), serta hibah Program Astrobiologi NASA untuk Laboratorium Planet Virtual UW.
(twu/nwk)