Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) mengatakan, Indonesia perlu belajar dari negara seperti India dan Cina soal pendidikan. Termasuk di dalamnya soal penerapan Ujian Nasional (UN) untuk lulus dari pendidikan dasar dan menengah.
"Kita belajar ke sana. Jadi kalau kirim studi banding DPR, jangan ke Finland, jangan ke Swedia, nggak ada gunanya, mimpi aja di situ. Pergi ke China, pergi ke Korea, pergi ke Jepang, pergi ke India. Dan apa inti di sana? Ujian Nasional," kata JK pada Diskusi Kelompok Terpumpun Menggugat Kebijakan Anggaran Pendidikan di Sheraton Grand Jakarta Gandaria City Hotel, Jakarta Selatan, Sabtu (8/9/2024).
JK menilai UN menjadi salah satu alat untuk mendorong siswa Indonesia belajar. Ia juga mengkritisi bahwa konsep Merdeka Belajar Kampus Merdeka dan Kurikulum Merdeka belum tepat diterapkan bagi peserta didik di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Anda boleh lihat di sana. Saya konservatif. Anak itu, kita ini, kita semua pernah sekolah. Kapan kita belajar? Kan kalau mau ujian. Ya kan? Kalau tidak ada ujiannya, kapan belajarnya? Semua, Kampus Merdeka. Apa merdekanya? Tidak merdeka saja tidak belajar, apalagi merdeka," ucapnya.
"Dibantah kiri-kanan. Nggak, saya bilang. Kita konservatif saja. Karena menghadapi 70.000 siswa. Bagaimana memerdekakan 70.000 siswa? Nggak mungkin itu. Jangan tiru satu sekolah begitu, Cikal atau apa, bikin Kurikulum Merdeka, tiba-tiba satu Indonesia mau di-Kurikulum Merdekakan. What? Akibatnya inilah," kata JK.
JK menilai wajar jika siswa tertekan jelang ujian dibandingkan tidak siap dan tertekan saat terjun ke dunia kerja.
"Lihat Cina, lihat India. India itu gemetaran (kalau ujian), biar aja dulu. Saya bilang, biar aja dulu anak-anak itu stres. Kalau meningkat itu stres paling berapa sih, paling satu persen. Tapi lebih stres lagi kalau dia lihat kerjaan," ucapnya.
Ia menilai, penting untuk melihat perbandingan pendidikan dasar dan menengah dengan negara yang memiliki sejumlah karakteristik mirip Indonesia sebagai acuan ke depan.
"Kalau bicara pendidikan, jangan contohin Finland, jangan contohin Singapore, mereka penduduknya 50 juta, income per capita 70.000. Kita penduduk 280 juta, income per capita 40.500. Jauh sekali. Jadi kalau bicara pendidikan di sana mau merdeka, silakan. Mau bicara kimia, ada labnya. Mau bicara fisika, ada labnya. Mau olahraga, ada alat olahraganya, mau apa juga ada semuanya. Di Amerika, di Singapore, di Finland apalagi," ucapnya.
"Tapi kita harus belajar dari India, bisa belajar dari Cina, dari Korea. India, hampir semua perusahaan besar di Amerika COO-nya orang India. Mau Microsoft, mau Twitter (X). Calon presiden Amerika Kamala Harris ibunya India, perdana menteri Inggris orang India. Berarti something di India itu, pendidikannya hebat," kata JK.
Di sisi lain, JK mengamini bidang pendidikan Indonesia perlu didukung oleh perekonomian. Keduanya saling memengaruhi sehingga butuh solusi menyeluruh, termasuk soal menyiapkan siswa punya kemampuan yang dibutuhkan usai lulus pendidikan menengah.
"Kita memang luar biasa (soal) ide. Bikin 15.000 SMK, 10.000 swasta, dan 5.000 pemerintah (negeri). Tapi 75 persen caddy di lapangan golf lulusan SMK. Siapa yang golf, boleh tanya. Tamat apa? SMK," ucapnya.
"Itu artinya yang mana salah? Ekonomi salah atau pendidikan salah? Dua-duanya salah. Ekonomi kita tidak berkembang, akhirnya mereka sekolah SMK tidak ada kerjaan. Atau mereka tamat asal tamat, sehingga tidak bisa bekerja mengembangkan ekonomi," sambungnya.
Penghapusan UN di Indonesia
Ujian Nasional dihapus di Indonesia saat pandemi COVID-19 merebak di Indonesia pada 2021. Sebagai gantinya, dilakukan Asesmen Nasional, tetapi asesmen ini tidak bertujuan untuk menguji siswa seperti UN.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim saat itu mengatakan penghapusan UN tidak hanya karena pandemi, tetapi untuk menghapuskan diskriminasi fasilitas dan kesenjangan kemampuan orang tua mengikutkan anaknya bimbingan belajar atau les sebagai persiapan UN.
"Udah nggak ada UN itu luar biasa diskriminatifnya karena yang mampu bimbel kalau dengan UN yang hubungannya dengan subjek, itu ya yang anak-anak atau keluarga yang mampu ya bisa bimbel, ya kan. Dan yang nggak mampu, ya nggak bisa. Berarti mereka dapat angka rendah gitu. Jadi kita udah ubah," kata Nadiem dalam Konferensi Pendidikan Akademi Edukreator 2021 - Titik Balik Pendidikan Indonesia, Rabu (14/07/2021) lalu.
Asesmen Nasional (AN) merupakan program pemetaan mutu pendidikan pada seluruh sekolah, madrasah, dan program kesetaraan jenjang pendidikan dasar dan menengah. Mulai 2021 pesertanya yaitu sejumlah siswa yang ter-sampling dari tiap satuan pendidikan, beserta semua pendidik dan kepala setiap satuan pendidikan se-Indonesia.
AN mengukur kompetensi dasar literasi dan numerasi berstandar internasional dengan konteks Indonesia, peserta didik, dan kualitas lingkungan belajar. Harapannya, analisis hasil belajar secara holistik dapat menjadi dasar identifikasi akar masalah pendidikan di Indonesia dan dasar pengambilan kebijakan dan intervensi perbaikan.
"Penerapan AN sejalan dengan prinsip kami di Kemendikbudristek, yaitu mengakselerasi transformasi pendidikan Indonesia, terutama dalam hal evaluasi pendidikan. Poin yang kita tekankan dalam penerapan AN adalah evaluasi yang berorientasi pada mutu, sistem dan pengumpulan informasi yang terintegrasi, serta mendorong refleksi dan perbaikan. Bukan sekadar hasil akhir," kata Nadiem, disiarkan di kanal YouTube Kemendikbud RI, Jumat (1/4/2022).
(twu/nwy)