Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sampaikan tidak mampu memprediksi gempa bumi, pasalnya akurasi prediksinya sangat rendah.
Meski demikian, BMKG mengakui melakukan upaya "memprediksi". Lantaran akurasi yang sangat rendah, maka BMKG memutuskan untuk tidak mempublikasikan hasil temuan mereka.
Hal itu diungkapkan oleh Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi V DPR di Kompleks DPR pada Selasa (27/8).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang kami lakukan bukan prediksi. Kami tidak mampu melakukan prediksi karena akurasinya masih sangat rendah. Kami memang melakukan upaya itu tapi akurasinya sangat rendah [sehingga] tidak kita publikasikan dan tidak kita pakai," jelasnya.
"Tapi yang kami lakukan adalah melakukan studi bersama para pakar dari pihak lain misalnya dari perguruan tinggi, dari BRIN, dari pihak-pihak research institute," lanjutnya.
Daerah dengan Potensi Megathrust Lebih Tinggi
Dwikorita dalam kesempatan ini juga menyinggung potensi megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut relatif yang lebih tinggi dibandingkan daerah megathrust lainnya.
"Jadi yang relatif lebih tinggi di Selat Sunda-Banten dan Mentawai-Siberut. Sehingga bukan prediksi, tapi memonitoring, kemudian nanti yang diprediksi adalah tsunaminya, bukan gempa buminya," ungkapnya.
Seperti diketahui, terdapat 16 zona megathrust di Indonesia yang bisa menjadi penyebab gempa di kemudian hari. Berkaitan dengan studi tersebut, pihak BMKG menemukan wilayah Selat Sunda-Banten dan Mentawai-Siberut menjadi wilayah dengan potensi yang relatif tinggi terjadinya megathrust.
Zona megathrust Selat Sunda dan Mentawai Siberut merupakan zona sumber gempa potensial tapi belum terjadi gempa besar dalam masa puluhan hingga ratusan tahun terakhir. Kedua wilayah ini bisa sewaktu-waktu melepas energi gempa yang signifikan.
Adapun berdasarkan catatan sejarah, gempa besar terakhir di Selat Sunda terjadi pada 1757 (usia seismic gap 267 tahun) dan gempa besar terakhir di Mentawai-Siberut terjadi pada 1797 (usia seismic gap 227 tahun).
Pasang Alat Evakuasi
Untuk mengantisipasi gempa dan tsunami, Dwikorita menjelaskan BMKG telah memasang 39 seismograf, 20 akselerograf, 22 automatic water level atau tsunami gate, sirine, dan beberapa jalur evakuasi.
"Dan kami lakukan sekolah lapang gempa ada di 7 lokasi. Terutama untuk memberdayakan pemerintah dan masy agar mereka mampu mandiri," terang Dwikorita.
(nir/nah)