Kera termasuk primata yang hidup berkelompok. Dalam sejarah evolusinya, spesies kera seperti gorila, orang utan, simpanse, dan siamang pernah diamati saling membunuh di alam liar. Namun, ada satu spesies yang tidak melakukannya.
Spesies kera tersebut adalah bonobo (Pan paniscus). Selama ini, peneliti penasaran dengan bagaimana bonobo mengatasi konflik di kelompoknya sehingga tak membunuh spesies kera lainnya.
Tim peneliti internasional yang dipimpin oleh Universitas Kyoto, akhirnya melakukan itu. Mereka meneliti delapan kelompok bonobo yang tersebar di lima lokasi berbeda di empat negara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peneliti melakukan eksperimen dengan membiarkan bonobo di satu tempat mendengarkan vokalisasi dari kelompok bonobo lain dan kemudian mengamati reaksinya.
Bagaimana hasilnya?
Bonobo Mengandalkan "Kebersamaan"
Setelah mendengar suara dari kelompok bonobo lain, ternyata respons bonobo di suatu tempat tidak bertindak agresif. Bonobo tetap waspada terhadap suara dari kelompok luar, tetapi afiliasi mereka dengan kelompoknya sendiri hanya menunjukkan peningkatan kecil.
Merespons suara itu, bonobo hanya terlihat lebih banyak duduk tegak dan lebih sedikit istirahat. Hal ini menunjukkan sedikit peningkatan dalam perawatan sosial, sebuah perilaku penting untuk memperkuat ikatan sosial.
Atas perilaku ini, peneliti menduga bahwa bonobo telah menunjukkan cara mereka yang halus dalam mengatasi keadaan yang berkaitan dengan 'bonobo asing'. Alih-alih agresif, bonobo memilih menjadikan ikatan sosial di kelompoknya sebagai prioritas.
Peneliti mengungkapkan bahwa bonobo memiliki naluri untuk bersatu ketika menghadapi ancaman eksternal. Itu disebut dengan "efek musuh bersama" yakni sebuah fenomena di mana kita terikat dengan orang lain karena masalah atau lawan yang sama.
"Berbeda dengan simpanse, yang sering menunjukkan agresi tinggi sebagai respons terhadap ancaman dari luar kelompoknya, bonobo dikenal karena interaksinya yang relatif damai," tulis studi yang terbit di PLOS ONE, seperti dilansir earth.com.
Evolusi Bonobo dan Konflik Kelompok
Penulis utama studi ini, James Brooks, berpendapat bahwa nenek moyang kera, yang menjelajahi bumi 5-6 juta tahun yang lalu, mungkin pernah mengalami konflik berbasis kelompok.
Namun seiring menurunnya intensitas dalam perjalanan evolusi bonobo, kekuatan efeknya juga menurun.
"Meskipun penelitian kami menemukan akar konflik kelompok di antara spesies kita, kesimpulan sebenarnya adalah bahwa konflik tersebut dapat diatasi. Dan tidak hanya pada kejadian yang terisolasi, namun pada tingkat spesies," kata Brooks.
Dibandingkan dengan spesies kera lainnya yang pernah saling membunuh, bonobo dikatakan telah menemukan cara untuk mematahkan pola jahat ini.
Hal ini bukan hanya karena mereka tidak melakukan agresi mematikan saat ini, tetapi yang lebih penting, mereka berhenti melakukannya jutaan tahun yang lalu.
Menurut Brooks, wawasan yang diperoleh dari penelitian ini melampaui bidang akademis, karena bisa membawa implikasi yang signifikan terhadap upaya konservasi dan pemahaman kita tentang perilaku primata.
"Menyadari bahwa ciri-ciri evolusi dari kerabat primata kita dapat memberi tahu mengapa dan bagaimana kita berinteraksi secara sosial, menggarisbawahi pentingnya melestarikan spesies seperti bonobo," tuturnya.
Sementara itu, penulis senior Shinya Yamamoto, mengatakan bahwa selama ini manusia mampu melakukan keduanya yakni bisa melakukan tindakan mengerikan terhadap orang-orang yang dianggap di luar kelompoknya, tapi juga mampu berkolaborasi dan bekerja sama lintas batas negara.
"Bonobo mengajarkan kita bahwa cara nenek moyang kita memperlakukan kelompok lain tidak menentukan nasib kita. Spesies kita memiliki unsur hubungan kelompok simpanse dan bonobo, jadi sangat penting bagi kita untuk memahami bagaimana keduanya dapat, dan telah, berevolusi," ucapnya dalam Science Daily, dikutip Selasa (27/8/2024).
(faz/nwy)