Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau PPKI dibentuk pada tanggal 7 Agustus 1945 oleh Jepang. Soekarno ditunjuk menjadi Ketua PPKI sedangkan Muhammad Hatta ditunjuk menjadi Wakil Ketua PPKI.
PPKI (Dokuritsu Junbi Inkai) dibentuk Jepang dengan tujuan untuk menggantikan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Cosakai.
Dalam hal ini, tugas PPKI adalah melaksanakan kemerdekaan Indonesia dan mengesahkan rancangan Undang-Undang Dasar (UUD) yang disusun oleh BPUPKI, dikutip dari dari Kronik Revolusi Indonesia oleh Pramoedya Ananta Toer, Koesalah Soebagyo Toer, dan Ediati Kamil.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
BPUPKI sendiri merupakan tindak lanjut dari janji kemerdekaan Indonesia dari Pemerintah Jepang. Janji kemerdekaan sebelumnya disampaikan sejak 7 September 1944 untuk untuk menarik hati bangsa Indonesia.
Saat itu, posisi Jepang terdesak tentara Amerika Serikat (Sekutu), pemberontakan Pembela Tanah Air (PETA) di Blitar, dan perlawanan di Indramayu pada pemerintahan Jepang, dikutip dari Sejarah Nasional Indonesia Jilid 6: Zaman Jepang dan zaman Republik Indonesia, Β±1942-1998 oleh Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto.
Janji Kemerdekaan pada PPKI
Soekarno, Hatta, dan anggota PPKI Dr Radjiman Wedyodiningrat berangkat ke Dalat, Saigon, Vietnam pada 9 Agustus 1945 untuk memenuhi panggilan Marsekal Hisaichi Terauchi, Panglima Tertinggi Balatentara Jepang di Asia Tenggara. Mereka diterima di markas besar Terauchi di Dalat pada 12 Agustus 1945 setelah singgah di Singapura.
"Pemerintah Agung di Tokyo telah memutuskan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Melaksanakan kemerdekaan itu terserah kepada PPKI, yang tuan berdua menjadi pimpinannya sebagai ketua dan wakil ketua," ucap Terauchi.
Pelaksanaan kemerdekaan disebut dapat dilakukan segera setelah persiapan selesai. Wilayah Indonesia sendiri akan meliputi bekas wilayah Hindia Belanda.
Tidak Menunggu Janji Kemerdekaan
Kaisar Hirohito (Tenno Heika) menyiarkan pernyataan menerima Deklarasi Postdam 20 Juli 1945 dan menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 14 Agustus 1945 setelah Hiroshima dan Nagasaki dibom pada 6 dan 9 Agustus 1945. Kabar ini disampaikan Sutan Sjahrir di rumah Hatta.
Salah satu pejuang dari Golongan Muda tersebut berpendapat bahwa Soekarno-Hatta sebaiknya sendiri saja menyatakan kemerdekaan Indonesia atas nama rakyat via radio, tidak menunggu janji kemerdekaan oleh Jepang. Sjahrir menilai janji Jepang soal kemerdekaan Indonesia hanya tipu muslihat.
Hatta setuju kemerdekaan dilaksanakan secepatnya, tetapi sangsi Soekarno dapat melakukannya sebagai pemimpin rakyat dan atas nama rakyat. Sebab, Soekarno tengah menjabat sebagai ketua PPKI. Soekarno dapat dianggap mengusurpasi (merampas) hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Soekarno menyatakan akan mengecek kebenaran atas kabar menyerahnya Jepang pada Sekutu. Namun, ia tidak setuju memproklamasikan sendiri kemerdekaan Indonesia karena merasa itu adalah hak PPKI kendati ia ketuanya. Ia merasa janggal jika kesempatan telah terbuka tetapi malah bertindak sendiri.
Desakan Golongan Muda mengerucut pada Soekarno agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Seperti Hatta, Soekarno menolak dengan alasan Jepang sudah memutuskan untuk mengakui kemerdekaan Indonesia.
Soekarno juga menyatakan PPKI keesokan harinya (16 Agustus 1945) akan bersidang. Tujuan sidang PPKI sedianya yaitu melaksanakan kemerdekaan, mengesahkan UUD yang sudah disiapkan BPUPKI, serta memilih kepala pemerintah pusat dan daerah.
Anggota PPKI lalu sedianya akan pulang ke darah masing-masing untuk menyusun pemerintahan dan kekuasaan rakyat guna mempertahankan kemerdekaan yang dipastikan akan coba direbut Belanda lagi.
Respons Soekarno-Hatta kelak berbuntut pada aksi desakan kemerdekaan oleh Golongan Muda lewat peristiwa Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945 dan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
PPKI kemudian bersidang tiga kali pada 18, 19, dan 22 Agustus 1945. Hasil sidang PPKI antara lain mengangkat presiden dan wakil presiden, mengesahkan UUD, membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR), hingga membentuk 12 departemen dan mengangkat menteri.
(twu/pal)