Sejarah Kentongan, Alat Komunikasi Masa Lalu yang Masih Dipakai

ADVERTISEMENT

Sejarah Kentongan, Alat Komunikasi Masa Lalu yang Masih Dipakai

Callan Triyunanto - detikEdu
Minggu, 14 Jul 2024 17:00 WIB
Pekerja membuat kentongan dari bambu di Cokro, Tulung, Klaten, Jawa Tengah, Senin (20/4/2020). Sedikitnya 650 kentongan dibuat untuk memenuhi permintaan di Kota Solo sebagai alat komunikasi tradisional yang dapat digunakan oleh warga saat menjaga keamanan kampung di malam hari di tengah situasi pandemi COVID-19. ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/wsj.
Perajin kentongan Foto: ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho
Jakarta -

Kentongan adalah salah satu alat komunikasi zaman dahulu yang masih digunakan hingga kini. Alat ini bisa terbuat dari batang bambu atau kayu yang dipahat dengan lubang di tengah.

Kegunaan kentongan sebagai tanda alarm, sinyal komunikasi jarak jauh, morse, penanda azan, maupun tanda bahaya.

Dilansir dari buku Seni Budaya Kelas VIII yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sejarah budaya kentongan dimulai dan berasal dari legenda Laksamana Cheng Ho, adalah seorang Muslim penjelajah dari China yang mengembara dengan misi keagamaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagaimana diketahui, Laksamana Cheng Ho yang sedang dalam perjalanan telah menemukan kentongan ini sebagai alat komunikasi ritual keagamaan. Penemuan kentongan tersebut dibawa ke China, Korea, dan Jepang.

Sejarah kentongan di tiap daerah berbeda. Di wilayah Bali dan Nusa Tenggara disebut kentongan ditemukan ketika Raja Anak Agung Gede Ngurah penguasa Kerajaan Karangasem dari Bali yang wilayah kekuasaannya juga meliputi Lombok, Nusa Tenggara Barat. Ia menggunakan kentongan untuk mengumpulkan massa.

ADVERTISEMENT

Sementara di Yogyakarta ketika masa kerajaan Majapahit, kentongan Kyai Gorobangsa sering digunakan sebagai pengumpul warga. Uniknya di Pengasih, kentongan ditemukan sebagai alat untuk menguji kejujuran dari calon pemimpin di daerah tersebut.

Namun seiring perkembangan zaman, penggunaan kentong mulai bervariatif, salah satu jenis alat musik tradisional yang tengah berkembang pesat saat ini dan umumnya sering digunakan di tempat-tempat umum untuk mengumumkan suatu kejadian atau peristiwa yang baru saja terjadi atau masih baru kepada masyarakat.

Apa Itu Kentongan?

Dilansir dari buku Sejarah Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang dituliskan oleh Hery Nuryanto, kentongan merupakan alat komunikasi yang menyampaikan informasi suara, tapi informasinya bukan menggunakan bahasa yang digunakan sehari-hari. Hanya saja menggunakan sandi atau kode tertentu yang telah disepakati maksud ataupun artinya.

Kentongan merupakan seperangkat alat musik yang dimainkan dengan cara dipukul menggunakan tongkat pemukul dari sebilah kayu atau bambu untuk menghasilkan suara yang nyaring. Jika dipukul dengan tenaga cukup keras menimbulkan suara keras, sehingga dapat terdengar sampai jarak yang cukup jauh.

Alat ini biasanya digantung dan ditempatkan di tempat-tempat umum yang sering digunakan untuk berkumpulnya masyarakat, seperti pos kamling, balai desa, pos keamanan, dan sebagainya.


Bentuk Kentongan

Kentongan berbentuk tabung dengan sebuah lubang di tengahnya. Dari lubang tersebut, akan keluar bunyi-bunyian apabila dipukul. Tongkat pemukulnya terbuat dari kayu hingga keluar suara nyaring yang dapat didengar dari jarak jauh.

Kentongan tersebut biasa dilengkapi dengan sebuah tongkat pemukul untuk menghasilkan bunyi yang lebih keras, demikian dikutip dari buku Dunia Komunikasi dan Gadget: Evolusi Alat Komunikasi, Menjelajah Jarak dengan Gadget yang dituliskan oleh Syerif Nurhakim.

Dikutip buku yang sama, kentongan tersebut dibunyikan dengan irama yang berbeda-beda yang dihasilkan dari pukulan kentongan akan dimaknai berbeda-beda oleh masyarakat sesuai dengan apa yang sesungguhnya ingin disampaikan.

Masyarakat menggunakan kentongan untuk mengumumkan suatu kabar atau peristiwa yang terjadi. Tanda atau kode yang digunakannya berbeda-beda antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya.

Dilansir dari laman resmi Universitas Airlangga (Unair), di Indonesia sendiri, tentunya setiap daerah memiliki tradisinya masing-masing. Misalnya, tradisi ngarak beduk atau beduk sahur di Jakarta dan tradisi bagarakan sahur di Banjar, Kalimantan Selatan.

Namun, tradisi ini tidak terlalu relevan jika diterapkan di perkotaan. Mereka merupakan masyarakat yang beragam, tidak semuanya beragama Islam, dan penggunaan teknologi yang sudah maju dalam membangunkan orang sahur.




(pal/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads