Suriname adalah negara yang terletak di bagian utara Amerika Selatan. Negara ini memiliki keunikan karena ada banyak budaya Jawa di tengah masyarakatnya, seperti gamelan hingga wayang. Kenapa ada banyak keturunan Jawa di Suriname?
Suriname menempati wilayah dengan luas mencapai 163.820 km persegi, dengan jumlah penduduk 632,638 jiwa (per 2022). Dulunya, wilayah ini merupakan sebuah koloni perkebunan Belanda.
Lokasinya sebagai perkebunan Belanda ini menjadi cikal bakal keturunan Jawa ada di Suriname. Seperti apa awalnya?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awal Mula Orang Jawa ke Suriname: Datang untuk Bekerja pada 1890
Dalam studi yang terbit di Wacana, Jurnal Humaniora Indonesia oleh editor resmi Cendekiawan UI, orang-orang Jawa pertama datang ke Suriname untuk bekerja sebagai buruh kontrak di MariΓ«nburg, milik NHM Belanda (Nederlandse Handel-Maatschappij; Perusahaan Dagang Belanda).
Pada 1890, sekitar 30.000 imigran asal Jawa yang terikat kontrak dan bebas yang tiba di Suriname. Lima puluh tahun kemudian, pada akhir masa migrasi, orang-orang Jawa membentuk lebih dari seperlima populasi.
"Oleh karena itu, mereka merupakan sebuah komunitas besar yang harus beradaptasi dengan lingkungan sosio-kultural yang berbeda. Namun pada saat yang sama, mampu tetap berhubungan dengan Tanah Air mereka (Jawa-Indonesia)," tulis Rosemarijn Hoefte dan HariΓ«tte Mingoen, penulis studi berjudul "Where is home? Changing conceptions of the homeland in the Surinamese-Javanese diaspora".
Sejak tahun 1950-an, perkembangan sosial, budaya, dan politik di Suriname memunculkan orang-orang yang disebut "Suriname-Jawa". Mereka telah menyatu menjadi bagian negara di semua kelompok pekerjaan dan pemukiman.
Terakhir, migrasi orang Jawa dari Suriname ke Belanda terjadi sekitar tahun 1975 dan secara de facto telah melahirkan Tanah Air ketiga.
Sebagai komunitas transnasional, sekitar 100.000 orang Jawa Suriname sebagian besar mengidentifikasi diri dengan Suriname dan Belanda, tetapi hal ini tidak berarti bahwa budaya Jawa telah kehilangan maknanya.
"Indonesia sebagai rumah leluhur terus dihormati dan semakin dekat berkat pilihan perjalanan yang lebih sering dan lebih murah serta perkembangan teknologi komunikasi digital yang berkelanjutan," kata peneliti.
Ada Gamelan, Wayang Kulit, hingga Kuda Kepang
Sebagai penulis studi, Hoefte, dan Mingoen juga menunjukkan fakta lain bahwa kedatangan orang-orang Jawa dengan budayanya, telah memperkuat identitas keberagaman etnis di Suriname.
Adaptasi terhadap lingkungan baru tidak menghalangi pelestarian cara hidup masyarakat Jawa mulai dari bahasa, masakan, musik, dan tari.
"Contoh paling mencolok dari transfer dan penciptaan budaya ini adalah gamelan. Para pendatang dari Jawa generasi pertama merakit alat musik gamelan dengan bahan yang terdapat di Suriname, seperti besi dari tong minyak bekas dan rel kereta api yang dipukul, dibentuk, dan disetel sesuai nada dan bunyi yang diinginkan," terang Hoefte.
Uniknya, gamelan yang ada di Suriname mirip dengan yang ada di wilayah Jawa. Ahli etnologi dan musikolog G.D. van Wengen (1975), mengatakan bahwa gamelan Jawa di Suriname menyerupai prototipe yang terdapat di daerah perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Menurut peneliti, hal ini tidak mengherankan, karena sejumlah besar pendatang asal Jawa di Suriname berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Uniknya, sama dengan di Indonesia, gamelan di Suriname juga digunakan selama puluhan tahun untuk mengiringi seni pertunjukan, seperti wayang kulit, wayang wong, ludruk, tari klasik, hingga jaran kepang.
"Bahkan ketika orang Jawa tidak kembali ke kampung halamannya, hubungan (orang Jawa di Suriname) dengan Jawa tetap ada," tutur peneliti.
Sampai saat ini, sudah sekitar 134 tahun orang-orang Jawa tinggal di Suriname dan terus menjaga dan mengenang warisan budayanya.
(faz/nwy)