Ada Virus Raksasa Misterius di Lapisan Es Greenland, Bahaya atau Tidak?

ADVERTISEMENT

Ada Virus Raksasa Misterius di Lapisan Es Greenland, Bahaya atau Tidak?

Nur Wasilatus Sholeha - detikEdu
Jumat, 21 Jun 2024 14:00 WIB
ILULISSAT, GREENLAND - SEPTEMBER 02: A pedestrian walks as ice and icebergs float in Disko Bay on September 02, 2021 in Ilulissat, Greenland. Greenland in 2021 is experiencing one of its biggest ice-melt years in recorded history. Scientists studying the Greenland Ice Sheet observed rainfall on the highest point in Greenland for the first time ever this August. Researchers from Denmark estimated that in July of this year enough ice melted on the Greenland Ice Sheet to cover the entire state of Florida with two inches of water. The observations come on the heels of the recent United Nations report on global warming which stated that accelerating climate change is driving an increase in extreme weather events. (Photo by Mario Tama/Getty Images)
Foto: Getty Images/Mario Tama/Es di Greenland yang Terus Cair
Jakarta -

Peneliti berhasil menemukan virus raksasa misterius di lapisan Es di Greenland. Jika biasanya virus yang tertimbun es berbahaya, peneliti mengatakan virus yang baru ditemukan ini tidak. Kenapa?

Selama ini, kita tahu bahwa virus adalah salah satu patogen yang membahayakan makhluk lain seperti manusia dan hewan untuk dijadikan inang bagi virus. Kemudian pada akhirnya menyebabkan gangguan kekebalan untuk inangnya.

Namun, pandangan yang jarang orang tahu adalah virus tidak selalu merugikan. Salah satunya virus raksasa pertama yang ditemukan di lapisan es Greenland.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penemuan Virus Raksasa Pertama di Lapisan Es dan Salju

Virus biasanya memiliki ukuran sebesar 20-200 nanometer. Namun, virus raksasa yang ditemukan di lapisan Greenland ini ukurannya dapat tumbuh hingga 2,5 mikrometer atau setara dengan 2.500 nanometer.

Ukuran tersebut menjadikannya 125 kali lebih besar dibandingkan virus pada umumnya, bahkan mengalahkan ukuran bakteri pada umumnya. Selain itu, virus raksasa ini juga memiliki genom yang sangat besar dengan mengandung 2,5 juta pasangan basa.

ADVERTISEMENT

Dikutip dari IFL Science, dalam proses penemuannya tim peneliti mengumpulkan sampel dari berbagai lapisan es Greenland, seperti lapisan dark es, inti es, salju merah dan hijau, serta lubang yang mencair.

Hasil penemuan peneliti menunjukkan hampir semua sampel memiliki sekuens atau urutan DNA yang cocok dengan virus raksasa yang sudah dikenal. Kemudian dilakukan analisis DNA dari sampel-sampel tersebut dan mencari gen penanda spesifik dari virus raksasa.

Para peneliti juga mengekstraksi mRNA dari sampel, untuk memastikan bahwa materi genetik yang mereka temukan berasal dari virus yang aktif bukan dari mikroba yang sudah lama mati.

"Dalam total mRNA yang diurutkan dari sampel, kami menemukan penanda yang sama dengan total DNA, jadi kami tahu bahwa mereka telah ditranskripsi," jelas Laura Perini, penulis pertama dari Departemen Ilmu Lingkungan di Universitas Aarhus, Denmark.

"Ini berarti virus-virus tersebut hidup dan aktif di atas es," imbuhnya.

Menurut keterangan studi, virus raksasa ini ditemukan pada permukaan es dan salju yang penuh dengan mikroalga.

Diperkirakan Menginfeksi Mikroalga dan Bisa Mengatasi Ancaman Lingkungan

Selama penelitian, para ilmuwan menemukan bahwa virus ini ternyata berpotensi untuk menginfeksi alga dan bisa mengatasi ancaman pencairan es.

Pada musim semi, diketahui bahwa alga mengalami pertumbuhan yang subur di lapisan es Arktik. Namun, pertumbuhannya itu menyebabkan es menjadi lebih gelap karena warna alga.

Akibatnya, akan mengurangi kemampuan es untuk memantulkan sinar Matahari dan akan membuat lebih banyak sinar Matahari diserap oleh es, sehingga es memiliki kemampuan yang lebih cepat dalam mencair.

Tetapi ternyata, virus raksasa yang diperkirakan menginfeksi mikroalga ini, memiliki peranan dalam menjaga es untuk tidak terlalu cepat mencair, dengan sebagai pengendali alga.

"Kami tidak tahu banyak tentang virus-virus ini, tetapi saya pikir mereka bisa berguna sebagai cara untuk mengurangi pencairan es yang disebabkan oleh pertumbuhan ganggang," ungkap Perini.

"Seberapa spesifik mereka dan seberapa efisiennya, kami belum tahu. Namun dengan mengeksplorasinya lebih jauh, kami berharap dapat menjawab beberapa pertanyaan tersebut," pungkasnya.




(faz/faz)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads